Mohon tunggu...
Aqil Aziz
Aqil Aziz Mohon Tunggu... Administrasi - Suka makan buah

Mencintai dunia literasi. Penullis di blog : https://aqilnotes.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Harapan Mbok Iyem

6 Juni 2018   19:28 Diperbarui: 6 Juni 2018   19:45 842
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://pesonadunia.com/

Sudah lama merindukan sang anak. Mbok Iyem, jualan bubur, tak henti-henti, bibirnya basah melantunkan do'a untuk anaknya yang sedang studi di Jakarta. Dengan modal, keuntungan jual bubur, dia merasa sangat bangga bisa memberangkatkan anak kuliyah. Meskipun sebagian besar, adalah ditanggung beasiswa. Mbok Iyem tetap merasa bangga, karena masih bisa memberikan sangu perjalanan sang anak. Keteladanan dalam mendidik anak dan memberikan pendidikan, menjadi pembicaraan warga di sekitarnya.

"Lihatlah Mbok Iyem, dia telah memberikan yang terbaik bagi anaknya. Dengan modal semangkuk bubur, coba hitung, berapa mangkuk bubur yang ia buat, untuk membuat anaknya seperti itu? Kita patut mencontohnya.!" kata pak RT di depan warga, ketika kumpulan arisan.

"Berangkat dari niat hati yang tulus, dan kegigihan serta keistiqomahan. Mbok Iyem, rela untuk memutuskan mana yang layak untuk diprioritaskan. Dia lebih memilih memberikan pendidikan anaknya terlebih dahulu, daripada membangun rumah. Kita tahu sendiri, rumah bambu di sekitar kita, hanya milik Mbok Iyem satu-satunya," sambung Pak RT.

"Kalau dilihat dari kacamata ekonomi. Mbok Iyem adalah orang yang memiliki pola pikir bisnis yang hebat. Investasi masa depan lebih diutamakan daripada memikirkan aset yang bisa tergerus nilainya. Maka oleh karena itu, supaya warga kita bisa putus dari kemiskinan dan kebodohan, selayaknya kita berpikir tentanng investasi pendidikan dari pada membeli apalagi kredit motor, seperti mbok Iyem."

Warga manggut-manggut mendengarkan penjelasan Pak RT panjang lebar. Sebagian ada yang setuju, cukup mengerti, sebagian lagi ada yang masih heran. Kenapa seperti itu bisa menjadi contoh, apanya yang dibanggakan. "Ketika anak sudah besar dan berpendidikan tinggi, kembalinya akan diambil orang lain. Kita sebagai orang tua, dapat apa? Yang menikmati hanya mantu," bisik salah satu warga kepada temannya.

Esoknya. ada kabar sms dari tentangga bahwa anak Mbok Iyem akan pulang besok. Mbok Iyem, luar biasa senangnya. Ia mulai berangan-angan. Apa yang dapat diberikan kepada sang anak, untuk membahagiakan anak semata wayang itu. Tiga tahun, bukanlah waktu yang singkat untuk menahan rindu. Anak yang selalu disayang dan dibanggakan akan hadir di gubuk tua, miliknya. Ia mulai mencoba mengingat masakan kesukaan sang anak. Akhirnya diputuskan, masak kare ayam.

Setelah semuanya siap, ayam telah disembelih dan dimasak sesuai dengan kesukaan anaknya. Sambil melihat jam, Mbok Iyem menunggu kedatangan anak di meja makan.

Tepat pukul sepuluh pagi. Seorang wanita muda, berpakaian ala kota, mengetuk pintu dan mengucap salam. Mbok Iyem menyambut gembira. Sebentar kemudian, wanita muda tersebut mengecup tangan nenek tua itu. Ia lalu bercerita banyak hal tentang kehidupan kota Jakarta. Mulai pendidikan lingkungan kampus, hiburan, pusat perbelanjaan mall-mall dan menyebutkan beberapa jenis nama makanan ala kota. Mbok Iyem, mengsam-mengsem, terlepas apa yang diceritakan itu faham atau tidak. Ia tetap gembira melihat mimik muka anaknya nampak cerah.

Setelah panjang lebar bercerita. Mbok Iyem mempersilahkan anaknya untuk makan.

"Ini adalah hari khusus, saya buatkan makanan kesukaanmu, ada kare ayam. Silahkan dimakan!" tawar Mbok Iyem.

Tak langsung menjawab penawaran Ibunya. Wanita muda itu, melihat rupa-rupa makan di atas meja, dua detik kemudian mengernyitkan dahi. "Saya sekarang sudah tak suka lagi dengan makanan seperti ini, di sana saya terbiasa beli makanan secara online lebih praktis dan tentu saja lebih terjamin. Saya mau istrihat dulu, ibu makan saja sendiri. Saya sudah kenyang kok."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun