Anak laki-laki berusia 11 tahun selaku pemeran utama yang dibintangi oleh Asa Butterfield, sukses berakting pada film, "The Boy In The Striped Pajamas" sehingga mampu memerankan sosok Bruno sebagai anak dari Berlin yang kesepian di tengah Perang Dunia II.Â
Aktor kelahiran 1997 itu dikenal masyarakat setelah beradu akting dalam film keluaran tahun 2008 dengan memerankan anak laki-laki berusia 8 tahun yang mana keluarganya terindikasi sebagai pengikut fanatik Adolf Hitler dan membenci orang Yahudi, dengan ayahnya yang bekerja sebagai perwira Schutzstaffel bernama Ralf.Â
Dalam film tersebut, dijabarkan bahwa keluarga tersebut pindah ke Polandia yang jauh dari perkotaan, sehingga Bruno merasakan kesendirian di umurnya yang masih belia. Ia membutuhkan kawan bermain sekaligus merindukan teman di sekolah lamanya.Â
Bruno pun mengenal Pevel sebagai pembantu Yahudi yang berkarakter baik, namun propaganda keluarga dan gurunya berkata lain. Di usia tersebut pula rasa ingin tahu yang tinggi membuat ia merasa ingin mengeksplor rumah barunya, sebab sang kakak tidak bisa ia ajak bermain bersama.Â
Namun beberapa kali ia diperingati oleh Ibunya, Elsa, bahwa ia tidak diperbolehkan untuk bermain di halaman belakang. Tak bisa dipungkiri bahwa anak kecil tetap teguh atas apa yang ia ingin ketahui.Â
Pada suatu waktu, kesempatan berpihak padanya dan ia pun mampu menyelinap ke halaman belakang hingga tembus ke dalam hutan. Tibalah ia pada suatu lokasi yang tampak sepi dengan kawat tajam mengelilingi sebagian besar wilayah tersebut, yang diperkirakan sebagai kamp yang terisolasi.Â
Tibanya di sana, ia bertemu dengan anak laki-laki yang seusia dengannya lalu laki-laki tersebut diajaknya berkenalan dan berbincang.Â
Hari demi hari, Bruno bersembunyi untuk dapat kembali ke kamp belakang rumahnya demi bertemu dengan anak laki-laki tersebut sambil membawakan makanan dan papan catur bahkan juga untuk sekadar bertukar cerita akan kehidupannya masing-masing. Anak itu bernama Shmuel dengan cirinya yang selalu mengenakan piyama bermotif garis-garis.Â
Dalam cerita di atas, dapat terlihat bahwa pada zaman tersebut orang-orang Yahudi diperlakukan tidak adil atas apa yang mereka perbuat, seperti halnya Shmuel yang tengah bekerja di rumah Bruno, Bruno pun memberinya izin untuk mengambil kue.Â
Tak disangka, Kotler mengetahui hal tersebut dan membentak Shmuel. Akan tetapi Bruno berbohong bahwa ia tidak mengenal Shmuel hingga anak itu pun akhirnya dipulangkan dan tak terlihat keberadaannya selama beberapa hari belakangan.Â
Namun betapa terkejutnya saat Bruno menghampiri kamp tersebut untuk yang ke sekian kali, ia melihat bahwa Shmuel memiliki bekas luka membiru di bagian matanya. Shmuel mengungkapkan bahwa ia dipukul dan Bruno pun meminta maaf.