Pasca Perang Dunia II pembangunan ekonomi di kawasan Asia Tenggara disebut-sebut memiliki sebuah konsep yang dinamakan konsep “Flying Gees Model” dimana konsep tersebut merupakan konsep yang dikemukakan oleh Kaname Akamatsu di tahun19-30-an, konsep menggambarkan bahwa perkembangan di kawasan Asia sama seperti layaknya kawanan angsa terbang san membentuk formasi seperti huruf V. Dalam ilustrasi ini disebutkan bahwa angsa terdepan menggambarkan Jepang sebagai leader dan angsa-angsa dibelakangnya menggambarkan negara-negara industri baru seperti Cina, Taiwan, Korea Selatan. Selanjutnya pada barisan paling belakang menggambarkan negara-negara di Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Adanya perbedaan pola perkembangan dan pertumbuhan ekonomi di negara-negara Asia tersebut kemudian menjadikan semua negara-negara dalam formasi saling memberikan daya dukung.
Jepang sebagai pemimpin dalam konsep ini bertugas untuk menarik maju semua negara-negara yang ada di belakangnya. Hal ini menjadikan banyak negara industri baru yang mulai mengikuti pola pertumbuhan ekonomi Jepang, seperti Taiwan, Hong Hong, dan Singapura yang terbukti sukses dalam proses penerapannya. keberhasilan negara-negara ini dalam mengikuti Jepang dikarenakan sejak tahun awal industrialisasi pada 1950-an, negara-negara ini sudah melakukan investasi. Pada konsep ini juga disimpulkan bahwa negara-negara di Asia juga harus segera mengejar ketertingalannya dari bangsa barat, agar pertumbuhan negara industri semakin makmur.
Kemudian negara-negara sukses ini mulai menarik negara yang berada dibelakangnya yaitu negara di kawasan Asia Tenggara seperti Malaysia, Thailand, dan juga Indonesia.
Dari sini bisa kita lihat bahwa Jepang merupakan negara industri yang memimpin negara-negara lain untuk bisa suskses seperti negaranya, namun sejak terjadinya krisis keuangan pada tahun 1997 di Asia, kepemimpinan Jepang dalam formasi semakin menurun. Krises ekonomi ini menjadikan penghambat kemampuan Jepang untuk memerankan perannya sebagai pemimpin dalam pergerakan ekonomi secara maksimal. Hal ini juga bersamaan dengan kebangkitan Cina sebagai kekuatan ekonomi. Kebangkitan cina ini menjadikan Cina disebut-sebut sebagai negara yang akan menggantikan posisi Jepang, dimana sudah banyak tanda-tanda yang terlihat seperti Cina sudah menjadi negara industri terbesar yang mampu menarik SDA dan SDM. Selain itu Produk-produk yang dihasilkan Cina sudah sangat membanjiri pasar-pasar internasional. Hal ini yang kemudian menjadikan Jepang memiliki kekhawatiran dan membuat suatu kebijakan-kebijakan yang dianggap bisa untuk menyelamatkan negaranya. Salah satu kebijakan yang diambil Jepang yaitu dengan pelonggaran mata uang yen.
Pada tahun 2012 Perdana Mentri Jepang Shinzo Abe menegaskan bahwa sejak tahun 2010 posisi ekonomi Jepang berapa dibawah China. Hal ini disebabkan karena pada saat itu PDB Jepang hanya 5.474 triliun, sedangkan PDB China menjapai 5.879 triliun. Kalahnya Jepang dalam perekonomian ini karena lemahnya daya beli konsumen, serta mata uang yen yang terlalu kuat. Belum lagi Jepang juga dibebani deflasi dan tekanan utang luar negeri.
Oleh karenanya Perdana Mentri Jepang akhirnya melalukan pelonggaran mata uan yen, dimana beliau mengininkan Jepang bisa mengejar ketertinggalannya terhadap China. Dalam upayanya untuk mengembangkan perekonomian Jepang, Shinzio Abe juga melakukan banyak upaya lain salah satunya adalah upaya dalam bidang diplomasi. Upaya ini dilakukan jepang pada negara-negara di Asia Tenggara dan Australia, yang kemudian mendominasikan pada kepentingan ekonomi dan pemerintahan.
Salah satu upaya yang lalukan adalah Jepang ingin meredam kebangkitan China dengan memperkuat diplomasi. Dalam upauanya Jepang sudah mendapatkan dukungan dari banyak negara, dan salah satunya adalah Filiphina, bahkan Fhiliphina bersedia mempersenjatai Jepang dalam konflik Laut China Selatan. Selain itu Jepang juga berkerjasama dengan India dalam bidang ekonomi dan pertahanan, guna menjaga ketenangan antara samudra Hindia dan Pasifik. Upaya lain yang dilakukan oleh Perdana Mentri Jepang yaitu ingin meredam kebangkitan China di kawasan ASEAN, disini PM jepang mengkampayekan hal-hal yang sulit untuk di penuhi oleh China, seperti HAM dan demokrasi, Jepang menegaskan kepada negera-negara ASEAN untuk lebih melinduni masa depan hukum di kawasan. Dari semua upaya yang dilakukan, Perdana Mentri Shinzio Abe juga tidak lupa membuat upaya guna membantu Jepang keluar dari krisis perekonomian.
Upaya ini dilakukan dengan memperkuat pergerakan modal, layanan, dan penduduk, upaya ini tidak semata-mata untuk pemulihan ekonomi Jepang saja namun juga pemulihan ekonomi di negara-negara ASEAN. Namun disisi lain kondisi pasar tradisional Jepang, seperti AS dan UE sedang mengalami kesulitan, dan tidak akan mungkin bagi Jepang berkerja sama dengan China karena walaupun China merupakan pasar terbesar namun kedua negara ini saling berkompetisi.
Hal ini menjadikan Perdana Mentri Jepang harus memutar otak dan kemudian mencari pasar alternatif, yang pada akhirnya jatuh pada berkerjasama dengan negara-negara di kawasan ASEAN dalam bidang perekonomian. Dimana PM Jepang mengerti selama ini ASEAN merupakan sebuah organisani yang sangat solid, oleh karena itu ini dijadikan modalnya untuk menjalin kerjasama yang bisa membantu jepang untuk memperkuat perekonomiannya yang sedang melemah.
Sejak saat itu Jepang secara gencar melakukan pelonggaran monether, dengan cara pembelian obligasi pemerintah, menerapkan rezim suku bunga yang rendah, mencetak mata uang baru, dan membiarkan tekanan inflasi naik. Ini menjadikan kurs yen terhadap dolar AS terus melemah, dan diperkirakan nilai tukarnya akan mencapai level 100 yen per dolar AS. Upaya ini dilakukan secara sengaja oleh jepang karena agar mendorong kekuatan ekpor dan ekonomi dalam negeri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H