Mohon tunggu...
Aqiel IqbalFarrossandy
Aqiel IqbalFarrossandy Mohon Tunggu... Aktor - Mahasiswa

Aqiel Iqbal Farrossandy

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Solusi terhadap Banjir dengan Menggunakan Cara Ekologis

21 Desember 2019   19:59 Diperbarui: 21 Desember 2019   20:00 919
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

  • Pendahuluan

Banjir merupakan suatu masalah yang sampai saat masih perlu adanya penanganan khusus dari berbagai pihak, baik dari pemerintah maupun masyarakat. Banjir bukan masalah yang ringan.  Banjir dapat terjadi akibat naiknya permukaan air lantaran curah hujan yang diatas normal, perubahan suhu, tanggul/ bendungan yang bobol, pencairan salju yang cepat, terhambatnya aliran air di tempat lain. Sedikitnya ada lima faktor penting penyebab banjir di Indonesia yaitu faktor hujan, faktor hancurnya retensi Daerah Aliran Sungai (DAS), faktor kesalahan perencanaan pembangunan alur sungai, faktor pendangkalan sungai dan faktor kesalahan tata wilayah dan pembangunan sarana dan prasarana.  Banjir hampir terjadi di setiap musim penghujan tiba. Banjir datang tanpa mengenal tempat dan siapa yang menghuni tempat tersebut. Banjir bisa terjadi di wilayah pemukiman, persawahan, jalan, ladang, tambak, bahkan di perkotaan. Bencana banjir tidak dapat dihindari, tetapi dapat diminimalisir dampaknya dengan cara penaggulangan terhadap banjir

Banjir adakalanya terjadi dengan waktu yang cepat dengan waktu genangan yang cepat pula,  tetapi  adakalanya  banjir  terjadi  dengan  waktu  yang  lama  dengan  waktu  genangan yang  lama  pula.  Banjir  bisa  terjadi  karena  curah  hujan  yang  tinggi,  luapan  dari  sungai, tanggul  sungai  yang  jebol,  luapan  air  laut  pasang,  tersumbatnya  saluran  drainase  atau bendungan  yang  runtuh.  Banjir  berkembang  menjadi  bencana  jika  sudah  mengganggu kehidupan manusia dan bahkan mengancam keselamatannya. Penanganan  bahaya  banjir  bisa  dilakukan  dengan  cara  struktural  dan  nonstruktural.

  • Pembahasan

Lingkungan alam dan manusia saling berkaitan, konsep kebutuhan dasar manusia atas hasil alam berupa sandang, pangan dan papan merupakan hasil dari ekologis alam. Begitupula sebaliknya alam pun membutuhkan manusia untuk menjaga ketahanan alam agar tetap lestari dan bermanfaat juga bagi kehidupan. Pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat dan adanya keadilan bagi lingkungan, jika manusia dapat selaras dengan alam atau lingkungan maka hal yang tidak diinginkan tidak akan terjadi seperti bencana. Namun jika manusia mengeksploitasi lingkungan alam maka yang timbul adalah permasalahan-permasalahan seperti bencana. Maka sebaiknya manusia mampu mencari energi atau sumber daya alternatif agar eksploitasi terhadap alam dapat berkurang, harus didasari dengan kebijakan, aturan dan tata kelola yang jelas sehingga solusi atas permasalahan yang ada dapat berjalan dengan baik.

Dampak banjir yang menenggelamkan sebagian besar wilayah Jakarta kali ini sungguh dahsyat. Infrastruktur publik rusak parah, kerugian ekonomi mencapai hampir Rp 4 triliun. Daya dukung ekologi yang semakin turun, ketidaktahuan masyarakat tentang antisipasi bencana banjr, kapasitas pemerintah yang lemah, menyebabkan dampak banjir menjadi sedemikian parah. Banjir telah menyebabkan hak-hak fundamental warga tercerabut, yaitu ha katas kesehatan, pangan, papan, pendidikan, air bersih dan lingkungan hidup yang berkelanjutan. Masyarakat yang miskin bertambah miskin, bahkan banyak yang kembali ke titik nol, karena semua propertinya hancur. Aset pembangunan yang dibangun dan di pelihara selama sekian tahun, rusak. Roda bisnis dan pemerintahan, terhenti untuk beberapa hari.

Persoalan banjir di Jakarta adalah kejadian klasik yang terus berulang, namun selalu dipandang tidak serius dan ditangani secara parsial oleh pemerintah. Pemerintah masih gagap dan tidak mempunyai pola pencegahan dan mitigasi bencana banjir yang mumpuni. Padahal bencana semakin sering terjadi di Tanah Air dan semestinya pemerintah pemerintah belajar dari pengalaman yang telah lalu. Terlebih banjir adalah kategori bencana yang di dominasi oleh faktor kelalaian dan kesalahan manusia, sehingga semestinya bisa diminimalkan dampaknya, lebih aneh lagi, banjir itu terjadi di ibukota negara, dimana presiden,wakil presiden, para mentri, anggota parlemen, pejabat negara dan pebisnis beraset ratusan miliar rupiah berkantor. Di sini pula sebagian besar sumber daya ekonomi, politik, serta alat pertahanan dan keamanan tersedia. Semestinya dengan sumber daya tersebut, pemerintah DKI Jakarta dan pusat tidak mengalami kesulitan dalam memobilisasinya untuk menangani banjir guna meminimalisasi dampak bagi manusia. Namun publik bisa mengetahui bahwa korban banjir tidak tertangani dengan baik dan layak. Persoalan banjir di Jakarta tidak bisa ditangani secara sepihak dan parsial, namun harus dengan pendekatan sistem ekologis (ekosistem) Pendekatan itu bisa teraplikasi dengan membangun kesepahaman dan kerja sama antara masyarakat dan pemerintah daerah hulu.


Pendekatan ekosistem berarti melihat sebab dan akibat banjir dalam satu kesatuan ruang ekologi dengan menghilangkan sekat administrasi, politik, sosial dan ekonomi. Ekosistem Jakarta adalah satu ruang dengan ekosistem Bopuncur sehingga saling bergantung dan memengaruhi. Penataan ruang di hilir tidak akan bisa cukup menyelesaikan masalah jika tidak disertai dengan penataan ruang di kawasan hulu. Persoalan kerusakan lingkungan di hulu adalah akibat dari tuntutan ekonomi yang dilegitimasi oleh keputusan politik untuk menambah pundi-pundi pendapatan asli daerah. Laju konversi lahan hijau di kawasan hulu menjadi kawasan perumahan mencapai sekitar 10 ribu hectare setiap tahun. Era otonomi mendorong semua pemerintahan di daerah untuk berlomba-lomba menggenjot pendapatan setinggi mungkin dengan mengabaikan keseimbangan ekologi. Padahal daerah hulu mempunyai fungsi ekologis yang sangat penting.

Kebijakan insentif bertujuan untuk merangsang pihak tertentu untuk melakukan sesuatu yang diinginkan dan disinsentif adalah kebalikannya, yaitu menjauhkan perilaku yang tidak diinginkan. Insentif dapat berupa reward untuk pihak yang menjalankan kegiatan pelestarian lingkungan. Disinsentif dapat berupa denda, sanksi, maupun hukuman yang bisa menimbulkan efek jera bagi perusak lingkungan, sedangkan kompensasi adalah besaran moneter maupun nonmoneter yang di berikan pada pihak yang telah melestarikan lingkungan sehingga memberikan dampak positif bagi sebagian besar masyarakat, jika daerah hulu bersedia atau diharuskan untuk untuk mengalokasi sekian persen daerahnya sebagai wilayah ekologis, yang berarti akan mengontrol secara ketat pembangunan ekonominya sehingga berdampak pada pendapatan, daerah hilir mesti memberikan insentif dan kompensasi yang layak. Insentif dan kompensasi ini harus setara dengan pengorbanan ekonomi dan sosial yang telah dilakukan oleh daerah hulu dan cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum bagi masyarakatnya, sedangkan disinsentif diterapkan bagi daerah hulu maupun hilir yang tidak mengindahkan kebijakan untuk melestarikan lingkungan.

Penyebab lain yaitu limbah yang dihasilkan masyarakat dengan begitu saja dibuang ke sungai atau drainase sehingga menyebabkan aliran air tersumbat dan menggenang. Kerusakan hutan juga merupakan faktor penyebab banjir. Adapun pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat ataupun pemerintah tidak sedikit yang tidak berdasarkan Analisi Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), proses perencanaan pembangungan harus memperhatikan AMDAL agar lingkungan tetap terjaga kelestariannya dan bencana seperti banjir tidak lagi terjadi atau mampun diminimalisir tidak ada yang menyangkal pembangunan itu penting seperti perumahan maupun industri namun juga yang perlu diperhatikan adalah pembangunan harus diimbangi dengan pemeliharaan lingkungan. Diperlukan kesadaran yang mendalam bahwa kondisi lingkungan dalam sebuah pembangunan itu sangat penting dipertimbangkan, kesadaran itulah yang harus dimiliki masyarakat dan pemerintah sebagai langkah dasar mengatasi bencana dan kerusakan lingkungan.

Bencana banjir lebih banyak disebabkan faktor manusia daripada alam. DAS yang mestinya memiliki hutan yang terjaga sebagai penyerap air hujan rusak karena ulah manusia yang tidak bertanggung jawab. Menaikkan anggaran untuk badan penanggulangan bencana, pengiriman bantuan, dan membuat pemukiman bagi pengungsi di daerah-daerah rawan banjir merupakan langkah yang tepat untuk dilakukan demikian juga dengan perbaikan saluran air, pembuatan sodetan dan pembuatan turap di sepanjang sungai bisa membantu mengalirkan air secara lancar. Namun, hal itu terbukti tidak memadai ketika limpahan air yang harus dialirkan terlalu besar. Kondisi ekologi yang sudah tidak seimbang, banjir mau tidak mau terjadi dan akan terus terjadi selama alam yang rusak itu tidak dipulihkan, dan hal yang perlu dilakukan sebelum pemulihan itu adalah pencegahan, agar DAS yang sudah rusak tidak bertambah parah. Pemerintah, pusat dan daerah harus memprioritaskan pemeliharaan ekosistem dan pengurangan risiko bencana lingkungan hidup. Alih fungsi lahan untuk permukiman dan kepentingan pembangunan harus tunduk pada penjagaan lingkungan hidup. Pohon-pohon yang telah ditebang untuk kebutuhan kegiatan ekonomi seharusnya ditanam kembali dengan bibit-bibit dari pohon tersebut atau reboisasi, karena jika hanya dilakukan penebangan saja tanpa adanya penanaman kembali tidak akan ada lagi yang menyerap genangan air yang terlalu besar, maka dari itu untuk menyeimbangkan kegiatan ekonomi kita juga harus mempedulikan apa yang kita ambil dari alam tersebut agar tidak dirugikan karena ulah kita sendiri.

  • KESIMPULAN

Banjir hanyalah salah satu dari sekian banyak bencana alam yang sering terjadi. Banjir sering terjadi terutama pada musim hujan   dengan  intensitas   yang   sering   dan lebat. Daerah yang menjadi langganan banjir terutama pada daerah sekitar arus sungai, namun   daerah   yang   jauh   dari   sungai   pun terkadang terkena musibah banjir juga jika curah banjir   terjadi hujan yang datang terus menerus dan sungai tidak lagi sanggup menampung banyaknya air hujan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun