Ketrlibatan kaum perempuan dalam dunia politik dapat dikatakan masih jauh dari harapan. Kuota 30% yang diberikan oleh pemerintah belum dapat terpenuhi seluruhnya. Jumlah perempuan yang menjadi anggota dewan dari periode ke periode belum menunjukkan angka kesetaraan yang signifikan.
Banyak faktor yang dianggap dapat menghalangi perempuan untuk terlibat dalam dunia politik. Diantaranya perempuan memiliki beban pekerjaan domestik dalam kesehariannya. Jika perempuan terjun ke ranah dunia politik, otomatis perempuan memiliki beban ganda (double bourden). Perempuan berkiprah di sektor publik, sedangkan ia tetap tidak boleh meninggalkan perannya sebagai pengurus rumah tangga (sektor domestik) sehingga hal ini menjadi sesuatu yang memberatkan perempuan.
Faktor penghalang lainnya adalah tidak semua perempuan memiliki ketertarikan terhadap dunia politik. Dunia politik yang sarat dengan drama serta struktur dan budaya laki – laki membuat perempuan sulit untuk berbaur di dalam parlemen. Contohnya saja seringkali rapat dilakukan sampai larut malam sehingga menyulitkan perempuan untuk ikut serta dalam rapat karena di posisi lain perempuan memiliki tanggung jawab domestik.
Adanya budaya patriarkhi yang memposisikan wanita di bawah laki – laki masih terpatri bagi sebagian besar masyarakat. Perempuan dianggap tidak wajib untuk mencari nafkah dalam artian jika pun perempuan terjun dalam sektor publik itu bukanlah sesuatu yang diharuskan. Banyak juga perempuan yang memiliki keterbatasan dalam hal pendidikan karena telah terkonstruksi dengan budaya patriarkhi bahwa kewajiban perempuan hanyalah mengurus anak dan melayani suami. Tidak jarang wanita yang mengiyakan konstruksi tersebut. Belum lagi jika perempuan tidak diijinkan oleh suaminya untuk berkiprah di sektor publik.
UU RI Nomor 39 Tahun 1999, Pasal 46, tentang Hak Asasi Manusia yang menjamin keterwakilan perempuan, baik di legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. UU tersebut seharusnya dapat menjadi landasan kuat bagi kaum perempuan untuk turut serta terlibat dalam dunia politik. Tetapi pada kenyataanya, ada saja permasalahan yang menghalangi perempuan untuk masuk dalam dunia politik.
Akan tetapi, sesungguhnya perempuan masuk dalam dunia politik  memiliki keunggulan tersendiri antara lain mereka memiliki kepekaan yang lebih terhadap suatu permasalahan, terutama permasalahan sosial dan permasalahan yang berkaitan dengan gender dan anak - anak. Beberapa hal dapat ditangani  sekaligus oleh perempuan dengan cepat dan tepat. Kemampuan perempuan tidak dapat diremehkan lagi. Jika perempuan telah berdaya, maka kemungkinan besar perempuan juga akan memberdayakan orang lain khususnya kaum wanita.
Keterlibatan perempuan mengupayakan agar agenda – agenda yang diajukannya dapat menjadi program  dan kebijakan pemerintah. Selain itu terlibatnya perempuan dalam politik dapat memberikan andil dalam menciptakan kebijakan publik yang pro khususnya pada permasalahan perempuan dan anak – anak yang selama ini masih sering diabaikan.
Nampaknya agar perempuan dapat terlibat dalam dunia politik dan agar dapat mengisi kuota 30% tersebut harus di dukung oleh seluruh pihak. Tidak terkecuali lembaga politik itu sendiri, keterbukaan untuk menerima perempuan merupakan suatu awal yang baik yang dapat ditunjukkan oleh lembaga politik. Adanya aturan – aturan yang pro gender dan tidak mendominasikan sisi maskulinitas juga sangat diperlukan agar perempuan dapat nyaman untuk berkiprah dalam dunia politik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H