Dengan sedikit berkeringat dan kepanasan aku mencapai ujung pintu masuk gereja besar di sekitaran Pringgan, Medan. Hari ini seorang kemenakan bapak menikah. Aku tidak mengenalnya, hanya saja pagi tadi begitu aku bangun tidur bapak menelpon. Mengabarkan bahwa dirinya sedang berada di kota provinsi tempat ku mencari pengetahuan tertinggi saat ini. Aku, mahasiswi sastra sebuah perguruan swasta yang cukup dipandang. Selain bolak-balik kampus, aku hanya akan diam saja dirumah. Tidak kemana pun, tidak mengunjungi siapa pun. Hal ini karena aku cukup pendiam sekali. Tidak mau terjun dalam bidang-bidang pengembangan diri yang diadakan baik dari kampus atau pun luar kampus. Tidak pernah ingin kemana-kemana pun. Sebagian karena aku merasa tidak belong terhadap apa pun yang baru. Sebagian karena aku mempunyai perasaan tidak pantas yang berlebihan. Sebagian karena aku sangat percaya bahwa semua hal baru akan menyakiti hati. Tapi pagi tadi saat bapak memintaku datang melihat pernikahan kemenakannya aku mengiyakan saja. "Sekalian bersilahtuurahmi dengan keluarga besar Manik." Itulah ucapan beliau yang terus mendengung ditelingaku sampai aku menginjakkan kaki pada lantai pertama gereja megah yang berarsitektur gaya barat. Ramai sekali, dan semua hening menatap penuh keharuan terhadap pasangan jiwa baru yang sedang mengucapkan janji setia sampai mati. Sampai maut memisahkan. Aku mengambil bangku paling belakang sambil mengedarkan mata mencari sosok si bapak. Satu persatu wajah yang tersapu mata tidak familiar di ingatanku. Tentu saja, aku belum pernah ikut perkumpulan keluarga lagi sejak kelas 3 SD. Semua pria memakai kemeja, berjas hitam yang rapi, ulos didada dan kebanyakkan diantara mereka memakai penutup kepala tinggi berwarna cokelat keemasan yang tampak gagah sekali. Sementara para wanita memakai kebaya aneka corak dan warna serta terselip sebuah kain ulos melingkar di pinggang, rambut di sasak keatas dan hiasan make up yang mencolok senada dengan pewarna bibir mereka masing-masing. Anak-anak memakai baju selayar kembang warna-warni layaknya putri-putri dari negeri dongeng yang gembira. Aku kagum sekali, seakan-akan baru kali itu aku menghadiri sebuah acara pernikahan. Aku diam mengucapkan doa dalam hati. Dan saat pak Pendeta mengucapkan "amin" semua terlihat bergerak serantak menuju kedepan altar, memberi selamat kepada pasangan berbahagia maupun mengambil 1-2 foto. Terlihatlah si bapak dari tempat ku duduk didepan sana. Sedang berfoto ria dengan beberapa kerabat yang cukup ku kenal baik....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H