Mohon tunggu...
Dangko Putra
Dangko Putra Mohon Tunggu... -

Everything I do

Selanjutnya

Tutup

Nature

Ketika Serangga Juga Ingin Hidup

2 September 2013   10:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:29 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Serangga sebagai makhluk yang memiliki hak yang sama untuk hidup di bumi, ternyata merasa terancam keberadaannya oleh manusia. Hanya dengan menjatuhkan vonis “ Hama” terhadap hewan ini, maka manusia telah menghalalkan nyawa ribuan bahkan jutaan serangga. Ya, begitulah sikap manusia. Merasa sebagai merekalah satu-satunya makhluk yang berhak hidup dengan bebas dan berkuasa di muka bumi. Oleh karena adanya persamaan hak hidup antara serangga dan manusia. Maka Tuhan pun tidak tinggal diam. Serangga telah dibekali sebuah sistem yang canggih untuk mengantisipasi perbuatan manusia ini, yaitu sistem kekebalan tubuh terhadap senyawa racun atau resistensi.

Realita di lapangan bahwa manusia telah menggunakan berbagai macam racun insektisida untuk membunuh serangga, akan tetapi tidak ada insektisida yang 100 % efektif untuk membunuh serangga, karena selalu ada saja serangga yang resisten. Resistensi merupakan suatu bentuk adaptasi serangga untuk tetap bertahan hidup menghadapi berbagai tekanan seleksi.

Penambahan insektisida banyak dilakukan pada umpan untuk memaksimalkan pengendalian hama kecoak. Senyawa kimia yang banyak digunakan dalam pembuatan umpan gel beracun, yaitu permetrin, noviflumuron, sipermetrin, imidakloprid, abamektin, avermektin, dan fipronil. Sebagai alternatif lain untuk membuat umpan gel beracun, cacing patogen Steinernema carpocapsae juga dapat dimasukkan ke dalam umpan untuk mengendalikan populasi serangga yang dikategorikan hama.

Dalam menghadapi tekanan yang luar biasa dari insektisida, individu yang rentan (tidak mempunyai gen penyebab resisten) akan tereleminasi, sedangkan individu yang resisten (mempunyai gen resistensi) akan tetap bertahan. Pada awalnya jumlah individu yang resisten ini sangat sedikit, tetapi setelah melalui beberapa generasi dan selalu mendapatkan tekanan insektisida maka akan terbentuk sebuah populasi yang resisten terhadap insektisida tersebut. Pergantian frekuensi gen dalam jangka waktu tertentu seperti yang terjadi pada kasus resistensi insektisida ini disebut sebagai microevolusi.

Kecepatan dan tingkat resistensi insektisida berbeda satu sama lain antar spesies serangga, populasi dan lokasi yang berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh faktor genetik, ekologi dan faktor biologi masing-masing spesies. Beberapa kasus resistensi mungkin berkembang cepat, atau bahkan terjadi sangat lambat pada kondisi yang lain.

Secara umum resistensi terhadap insektisida yang terjadi pada serangga terbagi atas dua kelompok yaitu resistensi fisiologis dan resistensi tingkah laku. Resistensi fisiologis behubungan dengan perubahan fisiologi tubuh serangga, sedangkan tingkah laku berhubungan dengan kemampuan serangga menghindari insektisida.  Mekanisme resistensi fisiologis pada serangga terbagi atas penebalan kutikula, perubahan metabolisme tubuh dan perubahan reseptor pada target site. Serangga memiliki kemampuan untuk mengubah komposisi kimia kutikula dan mempertebal kutikula sehingga penetrasi senyawa racun dalam tubuh dapat direduksi. Mekanisme ini umumnya terjadi pada serangga dengan tingkat resistensi yang rendah (kurang dari 5 kali).

Mekanisme pertahanan tubuh kecoak resisten juga melibatkan peran enzim detoksifikasi yang ada dalam tubuh kecoak yaitu karboksilesterase. Enzim karboksilesterase merupakan enzim yang dapat menghidrolisis ikatan ester pada insektisida. Peningkatan kualitas dan kuantitas enzim ini dapat menyebabkan hidrolisis insektisida lebih maksimal, sehingga racun yang masuk ke dalam tubuh kecoak dapat dinetralisir. Selain itu, mekanisme penebalan kutikula (untuk mengurangi penetrasi senyawa racun) dan perubahan target site (yang menjadi sasaran bagi senyawa insektisida) juga dapat terjadi pada serangga resisten. Ketika target site insektisida seperti reseptor GABA (gamma-aminobutyric-acid) berubah, maka insektisida tidak dapat bekerja untuk mengganggu sistem saraf kecoak dan tidak menyebabkan kematian pada kecoak.

Perkembangan penggunaan insektisida sangat memungkinkan timbulnya dampak serius di lingkungan masyarakat jika penggunaannya tidak dilakukan dengan bijaksana, yaitu berupa munculnya kasus resistensi yang tinggi pada kecoak jika dilakukan terus-menerus dalam waktu yang cukup lama. Kasus resistensi pada kecoak jerman terhadap beberapa jenis insektisida telah banyak dilaporkan oleh para peneliti. Peneliti Iran (Limmoe), melaporkan kasus resistensi kecoak jerman yang dikoleksi dari 3 rumah sakit di Iran terhadap permetrin and sipermetrin yaitu 11,61 sampai 17,64 kali dan 11,45 sampai 26,45 kali. Tahun 2012 dilaporkan bahwa kecoak jerman yang dikoleksi dari kota Jakarta, Surabaya dan Bandung telah resisten terhadap beberapa insektisida, seperti propoksur (RR5: 1,96-37,69 kali), permetrin (RR50: 1,77-1013,17 kali), kasus resistensi terhadap kecoak asal Jakarta telah resisten dengan insektisida generasi terbaru, yaitu fipronil dengan RR50: 16,93-44,72 kali. Kasus resistensi kecoak jerman juga terjadi pada insektisida jenis piretroid seperti sipermetrin (RR50: 1,63-3,69), dan d-alletrin (RR50: 0,13-4,53). Untuk kasus resistensi terhadap fipronil dan permetrin merupakan tingkat resistensi tertinggi di dunia yang pernah dilaporkan. Kasus resistensi ini merebak karena ketidakbijaksanaan manusia dalam mengelola lingkungan yang akhirnya berdampak pada kerugian manusia itu sendiri.

Memang luar biasa Tuhan menciptakan makhluknya. Hal ini ditujukan untuk menjaga keseimbangan dan kelangsungan hidup makhluk hidup di lapangan. Sikap manusia yang tidak bijak ini sudah sejak awal diantisipasi oleh Tuhan dengan menciptakan sistem kehidupan di dunia ini dengan sempurna. Mari kita mencoba untuk bersikap bijak terhadap alam.

Penulis merupakan penerima Bakrie Graduate Fellowship Program dari Bakrie Center Foundation

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun