Mohon tunggu...
Anas Apriyadi
Anas Apriyadi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Hanya karyawan swasta yang suka baca. ~menulis menyehatkan jiwa~

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Benarkah Negara yang Tolak Hukuman Mati Lebih Beradab & Maju?

25 Februari 2015   16:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:32 820
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia terus mendapat tekanan dari dunia internasional soal pelaksanaan hukuman mati bagi gembong narkoba, khususnya tekanan yang dilayangkan negara asal terpidana mati. Perdana Menteri Australia yang terus mengeluarkan opini-opini keras kepada Indonesia bahkan menyebabkan blunder soal balas budi tsunami, hingga ada isu boikot Bali. Brasil yang lebih keras lagi, mempermalukan duta besar Indonesia dengan menunda penyerahan surat kepercayaan padahal Dubes kita sudah berada di istana presiden Brazil bersama dubes negara lainnya.

Argumen negara yang mendukung hukuman mati diantaranya bahwa hukuman mati untuk kejahatan yang berat -misalnya pembunuhan- akan mencegah banyak orang untuk melakukan kejahatan karena gentar akan hukuman yang sangat berat. Jika pada hukuman penjara penjahat bisa jera dan bisa juga mengulang lagi kejahatannya jika tidak jera, pada hukuman mati penjahat pasti tidak akan bisa melakukan pembunuhan lagi karena sudah dihukum mati dan itu hakikatnya memelihara kehidupan yang lebih luas.

Argumen yang menolak hukuman mati berpedoman pada hak asasi manusia (HAM), semua manusia punya hak untuk hidup, dan tidak seorangpun berhak mencabut hak hidup orang lain, meskipun orang itu telah melakukan kejahatan yang mencabut hak hidup orang lain.

Perdebatan pro dan kontra hukuman mati masih terus terjadi ada negara yang menerapkan ada yang tidak, lalu kenapa ada negara yang tidak menerapkan hukuman nati harus memaksa negara lain yang menerapkannya untuk menghapus hukuman mati? Indonesia dan negara lain yang masih menerapkan hukuman mati dianggap tidak beradab dan tidak maju dalam praktik hukumnya, mengingat negara-negara yang lebih modern & maju sudah meninggalkan praktik ini. Argumen ini juga sering dipakai penolak hukuman mati di dalam negeri. Pro atau kontra hukuman mati saya tidak membahasnya sekarang.

Hingga sekarang masih ada 68 negara menerapkan praktik hukuman mati, termasuk Indonesia (lihat gambar, warna merah), dan ada 88 negara yang telah menghapuskan hukuman mati untuk seluruh kategori kejahatan (biru), 11 negara menghapuskan hukuman mati untuk kategori kejahatan pidana biasa (hijau). 30 negara sudah tidak menerapkan hukuman mati dalam 10 tahun terakhir meski masih dicantumkan di perundangannya (kuning).  sumber

[caption id="" align="aligncenter" width="560" caption="sumber: wikipedia"][/caption]

Berdasarkan data tersebut Australia memang sudah menghapuskan total hukuman mati dan Brazil menghapuskan hukuman mati kecuali kasus tertentu seperti kejahatan perang. Negara barat mayoritas memang menghapus hukuman mati seperti hampir seluruh Eropa kecuali Polandia. Tapi apakah semua negara maju dan barat menghapus hukuman mati, ternyata tidak. Berdasarkan kategori negara maju menurut Bank Dunia, ada negara maju yang masih menerapkan hukuman mati, seperti: Jepang, Singapura, UAE, Qatar, Singapura, Israel, Brunei, Bahkan Amerika Serikat yang dianggap negara termaju di dunia pun masih memebrlakukan hukuman mati di beberapa negara bagiannya. Di Asia Tenggara pun tidak hanya Indonesia yang menerapkan, seperti 2 negara yang telah disebutkan di atas, Thailand, Malaysia, Vietnam juga masih menerapkan hukuman mati, hanya Kamboja dan Timor Leste yang menghapus hukuman mati.

Maka mengherankan jika hanya Indonesia yang selama ini mendapat tekanan karena hukuman mati, coba jika hukuman mati itu dilaksanakan di AS apakah ada yang mau protes? Saya pribadi melihat kengototan Brazil dan Australia menekan Indonesia tidak melulu murni karena masalah HAM tetapi ada juga jadi komoditas politik. Seperti halnya jika terjadi di Indonesia jika ada warga negara yang terancam hukuman mati di negara lain, maka media dan kelompok oposisi akan bersuara menganggap pemerintah gagal dalam melindungi warga negaranya di luar negeri, tanpa melihat latar belakang kejahatannya. Pemerintah pun harus sigap menangkap peluang agar menjadi pahlawan di mata publik dengan mencoba melawan hukuman mati yang akan dilakukan terhadap penjahat yang berasal dari negaranya.

Padahal saya melihat, di Australia sendiri memang berdasarkan survei banyak yang tidak setuju hukuman mati, namun bukan berarti meminta negaranya untuk ikut campur urusan hukum negara Indonesia, tindakan PM Australia yang overacting -khususnya dalam kasus balas budi bantuan tsunami- pun dianggap hal yang idiot oleh beberapa kritikus di sana. Begitupun di Brazil, menurut saya tanpa bermaksud mencampuri urusan hukum negara lain, Brazil perlu lebih serius dalam memberantas kartel narkoba yang merajalela di Brazil dan telah memakan korban ratusan orang bahkan lebih dalam perang kartel, daripada berusaha membela gembong narkoba asal negaranya di Indonesia. Tapi apapun, patut kita hargai upaya kepala negara untuk melindungi warga negara di luar negeri yang menghadapi tuntutan hukum, meski tak perlu berlebihan lah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun