Mohon tunggu...
Aprita Putri
Aprita Putri Mohon Tunggu... Lainnya - apritaa

bismillah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Islam Solusi Praktis Menangani Wabah

22 November 2021   15:55 Diperbarui: 30 November 2021   17:49 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Penulis :

Dosen Pengampu : Dr. Ira Alia maerani, S.H.,M.H.

Aprita Putri Fadila (Mahasiswi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, UNISSULA)

Hampir dua tahun dunia diselimuti pandemi Covid19. Kasusnya pun tidak kunjung usai. Walaupun sudah ditemukan vaksin namun belum menunjukkan data penuruan yang signifikan. Sebagai contoh  Amerika Serikat masih menduduki posisi negara teratas dengan penambahan COVID-19 harian sebanyak 88.491 kasus. 

Sedangkan, Indonesia berada di urutan 70 dengan penambahan kasus harian sebanyak 400 kasus.  Rusia pun menjadi Negara dengan penyumbang jumlah kematian tertinggi di dunia.

Diberbagai dunia pun banyak masalah yang timbul dari dampak pandemi Covid19. Di Indonesia sendiri, publik banyak mendapatkan kemadaratan saat sektor kesehatan dijadikan lahan bisnis. 

Baru-baru ini para pengusaha di bidang kesehatan menilai, bahwa banyak para pelaku usaha kesehatan yang merasa terbebani dengan  harga eceran tertinggi (HET) tes usap Polymerase Chain Reaction (PCR) yang ditetapkan pemerintah Rp 275.000 (Jawa-Bali) dan Rp 300.000 (luar Jawa-Bali).

Sekretaris Jenderal Perkumpulan Organisasi Perusahaan Alat-alat Kesehatan dan Laboratorium (Gakeslab) Indonesia, Randy H Teguh, seperti dikutip dari Antara, Sabtu (13/11) mengungkapkan bahwa rumah sakit, klinik dan lab dapat dikategorikan terdesak. Jika tidak melakukan layanan, mereka akan ditutup, tapi kalau mereka melakukan maka akan buntung.

Disisi lain, Dyah Anggraeni, seorang pengusaha laboratorium, mengatakan berdasarkan simulasi yang dilakukan pihaknya dengan harga reagen open system sebesar Rp 96.000, harga PCR seharusnya di atas Rp 300.000. Tetapi, kata Dyah, pihaknya tetap melakukan layanan tes PCR dengan sejumlah efisiensi dan sistem subsidi silang dari layanan tes yang lain. (kumparan.com)

Jika kita melihat fakta diatas, negara haruslah memberikan jaminan  kesehatan bagi seluruh rakyatnya secara gratis. Rakyat pun membutuhkan peran negara dalam menangani kesehatan dan pengobatan Covid 19. Misalnya, tes covid 19 yang belum tentu semua rakyat Indonesia bisa memenuhinya secara mandiri. Bukan malah menjadikannya sebagai lahan bisnis. Dengan mengeksploitasi hajat dasar publik.

Negara seolah berlepas tangan akan tanggung jawabnya dalam memberikan layanan kesehatan. Keselamatan rakyat pun menjadi taruhannya. Tentu ini bukan menjadi hal yang tabu lagi di zaman kapitalis seperti sekarang ini. Rakyat pun harus mati-matian memikirkan nasib hidupnya sendiri. Negara justru hanya berpihak kepada kepentingan kelompok tertentu saja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun