Mohon tunggu...
Apritama Nur
Apritama Nur Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai

mahasiswa PTK 2013, hanya sebuah tulisan kecil tuk bangsa besar

Selanjutnya

Tutup

Money

SDA : Senjata dalam Menghadapi MEA 2015

1 April 2014   22:19 Diperbarui: 25 Oktober 2015   22:29 842
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_301482" align="aligncenter" width="481" caption="MEA 2015"][/caption]

[caption id="attachment_301473" align="alignleft" width="300" caption="GDP 2012"]

1396363003112458517
1396363003112458517
[/caption]

Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 (MEA 2015) adalah salah satu proses dari persetujuan antarnegara ASEAN yang sudah dimulai sejak tahun 1977. MEA ini bagian tindak lanjut dari perjanjian perdagangan bebas ASEAN atau Free Trade ASEAN (FTA) yang dimulai pada tahun 2010. Sebelum masuk ke strategi Indonesia dalam menghadapi MEA 2015, saya akan memaparkan beberapa gambaran umum tentang kondisi perekonomian Indonesia. Gambaran ini penting dalam mengetahui seberapa siapkah kita menghadapi MEA 2015. Kita juga akan mengetahui posisi perekonomian Indonesia diantara negara-negara ASEAN lainnya.

Sejak tahun 2011-2012 Indonesia memiliki PDB tertinggi di urutan 16 besar dunia. Posisi ini hanya kalah dari China dan India dari seluruh negara ASEAN. Pendapatan perkapita Indonesia besarnya 60 juta rupiah pertahun atau sebesar 5 juta rupiah perbulan. Namun hal ini perlu dicermati karena ketimpangan rasio Gini kita masih besar yang menandakan bahwa masih banyak penduduk Indonesia yang memiliki pendapatan jauh diatas maupun dibawah pendapatan perkapita. Sebanyak 170 juta penduduk Indonesia termasuk dalam penduduk usia produktif. Lagi-lagi ini belum bisa dimanfaatkan dengan baik oleh Pemerintah. Malah hal ini menjadi makanan bagi negara-negara produktif untuk memperbesar usaha mereka.

 

 

 

 

 

Pemanfaatan SDA

[caption id="attachment_301474" align="alignright" width="240" caption="grafis produsen CPO"]

13963630951184014653
13963630951184014653
[/caption]

Indonesia adalah produsen CPO terbesar di dunia. Namun sayangnya untuk produk pengolahan dari CPO , Indonesia masih kalah jauh dengan Malaysia. Hal ini berarti Indonesia selama ini belum mampu mengolah dengan optimal hasil dari perkebunan sawit ini. Kurangnya kemampuan dalam pengolahan ini juga ada pada sumber daya alam lain yang dimiliki. Karena hal inilah pendapatan negara dari pengolahan SDA tidak maksimal. Padahal Undang-Undang Dasar 1945 melalui pasal 33 mengamanatkan “Bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Amanat konstitusi tersebut bisa dipahami bahwa seharusnya SDA harus dimanfaatkan bahkan sampai ke hasil pengolahannya. Dari bidang mineral dan batubara (minerba), memang saat ini pemerintah mulai berbenah. Pelarangan ekspor langsung bahan mentah (ore) dari hasil penambangan minerba. Bahan mentah ini harus diolah dulu di Indonesia sebelum dapat diekspor. Hal ini minimal dapat membantu kita yang dapat menjadi modal awal kita agar nantinya bisa melakukan pengolahan sendiri. Setidaknya SDA kita mempunyai nilai lebih karena adanya pengolahan di dalam negeri sebelum dipasarkan.


Saya memandang bahwa dalam menghadapi MEA 2015, kita tidak bisa terus mengandalkan hasil-hasil dari SDA. Selain karena jumlahnya yang semakin terbatas, juga dikarenakan ketidakmampuan kita untuk mengolahnya dengan maksimal sebelum dapat diekspor ke pasar internasional. Industri manufaktur kita pun harus mulai diseriusi dan diperhatikan oleh pemerintah. Industri manufaktur akan mendorong pemanfaatan bahan mentah kita.

Ada pepatah berkata "jika kita menanam rumput, kita tidak akan menuai padi. Tapi jika kita menanam padi, pasti akan ada rumput di sekitarnya". Begitulah kata yang tepat dalam usaha pemerintah menghadapi MEA 2015. Kita harus bersiap, kita harus bersiap, kita harus bersiap. MEA 2015 tinggal menunggu waktu. Siap tidak siap, kita harus menghadapi persaingan keras antarnegara ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun