Pari hiu, hasil tangkapan nelayan Tambelan. Sumber foto: Dani Tambelan.
Nelayan Tambelan, Kabupaten Bintan, propinsi Kepulauan Riau (Kepri) masih bisa menangkap ikan Pari Hiu, karena masih “melimpah.” Bahasa lokal disebut “yok mejan.” Sedangkan Bahasa Latinnya adalah Rhina ancylostoma, berdasarkan identifikasi yang dilakukan oleh Bloch & Schneider pada tahun 1801.
Meskipun masih bisa menangkap, tapi, dirasakan sangat menurun populasi ikan pari hiu ini dibandingkan 10 – 20 tahun lalu. Nelayan Tambelan menunjuk ke nelayan asing dari Thailand dan Vietnam yang melakukan illegal fishing sebagai sebab utama kurangnya populasi pari hiu akhir akhir ini.
Selain memakai pukat, nelayan asing tak jarang pula menggunakan bom atau bahan peledak. Bom bukan hanya membunuh ikan yang menjadi target dalam jumlah besar besaran, tetapi juga merusak terumbu karang, rumah hampir semua mahluk hidup di laut pesisir pantai.
Cara-cara penangkapan yang tak bertanggung jawab menyebabkan ikan pari hiu menjadi sangat berkurang jumlahnya di banyak daerah Indonesia. Atas situasi ini, International Union for Conservation of Nature (IUCN) menetapkan hiu pari sebagai hewan langka pada tahun 2003 lalu.
Menurut IUCN, ikan pari hiu Indonesia (Rhina ancylostoma) digolongkan kedalam kelompok “marine fauna” dengan status yang rentan (vulnerable) terhadap kepunahan. IUCN memasukkannya kedalam red list (daftar merah). Sebenarnya status vulnerable masih jauh dari status extinct(punah).
Karena masih belum masuk ke status endangereddancritical endangered, maka penangkapan hiu secara besar besaran untuk kepentingan komersil harus dilarang. Penangkapan oleh nelayan sebaiknya dimonitor !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H