Mohon tunggu...
Aprinita Dwisna Hapsari
Aprinita Dwisna Hapsari Mohon Tunggu... -

Mahasiwa Institut Teknologi Sepuluh Nopember Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pergeseran Penyediaan Barang Publik dari Pemerintah ke Swasta

18 Desember 2016   19:38 Diperbarui: 18 Desember 2016   19:52 6221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembangunan infrastruktur di Indonesia sedang besar-besarnya dilakukan, dengan berpedoman pada pemerataan pembangunan di seluruh Indonesia, berbagai proyek sedang berjalan. Dengan adanya pembangunan, tentu akan ada pembiayaan yang harus dilakukan untuk menyelesaikan pembangunan tersebut. Pada dasarnya, pembangunan infrastruktur merupakan kewajiban pemerintah dalam membangun kesejahteraan rakyat, tapi dengan kebutuhan yang sangat besar terhadap pendanaan proyek-proyek ini, pemerintah tidak sanggup mendanai semuanya.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menangah (RPJMN) 2015-2019, pembangunan infrastruktur mencapai Rp 1.283 triliun, sementara, pemerintah hanya mampu menyediakan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 491 triliun, atau sepertiga dari kebutuhan dana. Karena itu, pemerintah saat ini sedang gencar-gencarnya melakukan kerjasama dengan swasta maupun BUMN untuk proyek-proyek pembangunan ini. Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk membuka peluang seluas-luasnya bagi swasta yang berminat untuk mengerjakan proyek pembangunan infrastruktur transportasi. Bukan hanya swasta melalui kerja sama pemerintah swasta (KSP) tapi juga mengajak sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk melakukan kerja sama operasi (KSO).

Tapi, apa yang terjadi ketika penyediaan barang publik dilakukan oleh swasta?

Barang publik sendiri merupakan komoditas atau jasa yang disediakan tanpa keuntungan kepada semua anggota masyarakat. Pada umumnya, barang publik disediakan oleh publik atau pemerintah karena penyediaan barang publik oleh pihak swasta akan menyebabkan under production (Andreoni, 1995 dalam Sabaruddin, 2012). Barang publik yang memiliki non-rival dan non-eksklusif, yaitu apabila dikonsumsi oleh individu tertentu tidak akan mengurangi konsumsi orang lain akan barang tersebut, dengan kata lain, kesempatan untuk menggunakan barang itu satu orang dengan yang lain sama.

Salah satu contoh barang publik adalah air di sungai, semua orang memiliki hak yang sama atas air tersebut. Lama-kelamaan, ketersediaan air sungai tersebut memerlukan pengelolaan untuk dapat dikonsumsi secara bersama-sama, dalam bentuk penjagaan kualitas ataupun pengolahan menjadi air bersih. Akan tetapi, kontrol dan pengelolaan itu tidak memberikan keuntungan terhadap individu, apalagi jika setiap orang dapat memanfaatkannya tanpa mengeluarkan uang. Terjadilah tragedy of the common, yaitu semua orang yang berpikiran serupa untuk tidak melakukan kontrol terhadap sumber air tersebut, dan hanya mengambil secara terus menerus, sehingga akhirnya terjadi pencemaran air. Seperti itulah barang publik, maka dari itu diperlukan campur tangan pemerintah dalam pengelolaan barang publik sehingga tetap dapat dimanfaatkan secara bersama-sama oleh masyarakat luas.

Dengan berjalannya waktu, kebutuhan akan barang publik semakin meningkat, sedangkan penyediaan yang dilakukan oleh pemerintah mulai tidak mencukupi. Karena sifat barang publik yang unik, penyediaan barang publik oleh swasta memiliki banyak tantangan karena orientasi swasta adalah keuntungan. Penyediaan barang publik oleh swasta menyebabkan barang publik tidak terjangkau seluruh lapisan masyarakat karena harganya yang lebih mahal, ini berkebalikan dengan sifat awal barang publik. Dalam prakteknya, pemerintah maupun swasta memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing dalam penyediaan barang publik.

Rosen (2010) mengemukakakan pertimbangan dalam penyediaan barang publik, oleh pemerintah atau swasta adalah apakah masyarakat menjadi lebih baik jika barang dan jasa yang saat ini disediakan oleh pemerintah, kemudian disediakan oleh swasta, sehingga faktor kunci yang menentukan adalah yang mana lebih efisien dalam pasar (Sabarrudin,2012). Pada sisi ini, efisiensi penyediaan barang publik sulit dilakukan dengan mengandalkan mekanisme pasar, karena berkebalikan dengan sifat nonrivaldan nonexcludable.

Di Indonesia sendiri, penyediaan barang publik sepenuhnya oleh swasta masih mengalami banyak penolakan, karena berkebalikan dengan prinsip sistem ekonomi demokrasi, yaitu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. UUD 1945 memang tidak menutup adanya partisipasi swasta tapi tidak boleh menghilangkan penguasaan oleh negara. Akhirnya berkembanglah konsep public-private partnership (PPP) atau kerjasama pemerintah dan swasta dalam penyediaan barang publik yang didasari oleh pemikiran bahwa model tersebut akan mampu menghasilkan penyediaan barang publik yang optimal. 

Pada public-private partnership (PPP), pemerintah masih memegang peranan dan kontrol pada penyediaan barang publik. Pada pelaksanaan kerjasama ini, pemerintah harus dapat memastikan betul bahwa penyediaan barang publik yang dilakukan swasta dilakukan karena motif sosial bukan semata-mata mencari keuntungan, sehingga tetap dapat menjaga hak rakyat atas barang publik.

Kesimpulan

Penyediaan barang publik oleh swasta dapat mendorong pertumbuhan barang publik lebih cepat dan berkualitas. Dengan konsekuensi, masyarakat harus mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk menikmati barang publik tersebut. Pemerintah harus lebih berani mengeluarkan berbagai kebijakan yang melindungi masyarakatnya dan melindungi negara dengan cara bersikap tegas dalam hubungannya dengan organisasi swasta dalam penyediaan barang publik. Sehingga tetap terlaksana penyediaan barang publik yang memenuhi hak rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun