Maaf dulu ini pernah aku upload ke situs lain.
saya upload kesini tidak bermaksud mengirim ke dua web, tapi karena saya kangen dengan tulisan ini. terimakasih
KUTEMUI DIA DENGAN HATI
“ Orangnya tidak terlalu baik kok : Tampan enggak, pinter ya enggak, aku justru khawatir kamu yang EMOH “.
…………………………………………………………………………………………..
Kubaca berkali-kali sms dari Quhaia. Benarkah apa yang dikatakannya? Benarkah penilaiannya tentang Choras ?, atau aku memang hanya korban sebuah situs jejaring sosial yang sering membawa sial ?, tunggu ! untuk dua kata terakhir ‘membawa sial’ itu aku tidak bertanggung jawab menguraikannya, aku tak mau mencari-cari sensasi untuk sekedar mengundang kontrofersi ala tayangan infotaiment dalam TV.
Untuk kata ‘Tampan’, seperti apakah kategori tampan yang dibuat Quhaia ? apa aku perlu menanyakannya ? kalaupun iya aku bertanya padanya, bukankah mata yang kugunakan berbeda dengan mata yang digunakan Quhaia ? dan otak yang meresponpun punya alur yang berbeda ? artinya hampir bisa dipastikan akan mengalami kesulitan menemukan kategori yang sama untuk hasil pencarian makna ‘tampan’.
Tampan ?, jika yang Quhaia maksud adalah ketika aku duduk bersampingan dengan Choras maka Choras dilihat dari matanya gak ada tampan-tampannya karena aku terlalu cantik ?, sepertinya Quhaia secara tidak sadar telah melakukan pelanggaran HAM. Bagaimana tidak ?, setiap orang punya hak untuk memilih jalan hidup, pacaran ? bersahabat ? juga merupakan jalan hidup, jika dengan penilaian Quhaia menghalang-halangi Choras bersampingan denganku hanya karena dimatanya ‘tampan juga enggak’ apa Quhaia tidak melanggar HAM. Choras punya hak untuk dekat denganku sebagaimana layaknya orang-orang punya hak untuk membuat pilihan dalam hidupnya. Aku kurang yakin kalau Quhaia belum pernah nonton ‘Beauty and The Beast’, sometimes mungkin aku perlu mengingatkannya.
Sebenarnya aku sedang meminta pendapat seorang sahabat atau sedang memaksakan pendapatku agar dapat diterima oleh seorang sahabat ya ?, ketika aku bertanya tentang Choras pada Quhaia maka aku sedang meminta pendapatnya, tapi kalau aku tidak bisa terima pendapatnya karena uraian yang kubuat cenderung menyalahkan Quhaia dan aku membuat pembelaan untuk Choras, artinya ? aku sedang memaksakan pendapat. Wah, bagaimana ya ?.ANEH.
***
Untuk kata ‘pinter’. Seperti apa juga tolak ukur yang dibuat Quhaia ?, ehm. Kalau Quhaia mengukur dengan dirinya ? kupikir bukan, sebab yang sedang dinilainya adalah seseorang yang berniat hadir dalam hidupku… tepatnya melengkapi hidupku. Mungkinkah Quhaia membandingkan denganku ? apa Quhaia lupa pelajaran empati di kelas kepribadian yang diucapkan Pak Carloz di ruang kerjanya dulu ?, ketika kita kesal dengan pembantu yang dinilai kurang cerdas ! kurang cekatan ?.
“bersabarlah…berikan dia kesempatan untuk belajar, jangan terburu marah-marah… bagaimana jika sekarang kalian gantikan pekerjaan pembantu untuk dapat merasakan betapa repotnya dia ?”.
Sejak hari itu aku dan Quhaia benar-benar menjadi pembantu di rumah sendiri untuk belajar arti kata empati, meskipun hanya satu minggu tapi mampu menjadikan pelajaran berharga sampai sekarang kita tidak pernah menyalahkan pembantu jika ada pekerjaannya yang belum selesai.
***
Nah sekarang untuk kalimat ‘aku justru khawatir kamu yang emoh’.
Emoh adalah bahasa Jawa (mungkin Quhaia sedikit menyitir bahasa neneknya ) yang artinya mempunyai maksud tidak mau. Yang ini tentu merupakan sebuah keraguan Quhaia kepadaku, keraguan yang mempunyai alasan tersendiri. Untuk bertanya alasan Quhaia sama saja aku harus merubah jadwal salah satu hari di hari-hari GILA sibuknya. Dua kalimat yang ditulis sebelum kalimat ‘aku justru khawatir kamu yang emoh’ pasti sangat mempengaruhi esensi maksudnya. Mari membuat analisis sederhana :
1.“Cakep?”, = “Enggak!”
2.“Pinter?” = “Enggak!”
3.“Aku justru khawatir kamu yang emoh”
Karena menurut Quhaia si Choras tidak cakep dan tidak pinter maka secara logika seharusnya aku tidak mau menerimanya sebagai sahabatku? pacarku ? Yah karena menurutku pacar adalah sahabat, meskipun dengan pemahaman yang demikian aku kewalahan mendengarkan berondongan kalimat dari Quhaia .
“kamu ini bagaimana sih ? pacar ya pacar ! sahabat ya sahabat ! kalau pacar sama dengan sahabat, alangkah banyaknya pacarmu karena memang kamu punya banyak sahabat ! dan kalau pacar sama dengan sahabat betapa ngerinya aku bersahabat dengan seorang MAISAN yang jenius tapi memiliki banyak pacar dengan dua jenis kelamin karena otaknya telah diprogram bahwa sahabat= pacar ! dan aku juga khawatir jangan-jangan si PUSSY CARLISA itu adalah pacarmu juga karena lebih setia daripada aku, selalu mengeong manis dan membuatmu senang ! berhentilah mengartikan pacar adalah sahabat !”, Quhaia berbicara sedemikian panjangnya hanya dengan satu tarikan nafas ! memang dia perenang yang bagus sih, bisa bertahan lama dalam air dengan satu tarikan nafas tapi, sepertinya tidak semua perenang melakukan apa yang Quhaia lakukan terhadapku.ha ha ha.
***
Apakah aku wajib menolak seseorang yang demikian santun menegurku untuk menjadi sahabatku ?, hanya karena dia ada dalam kategori cakep enggak pinter juga enggak ?. bagaimana perasaan orang itu seandainya dia tahu bahwa alasanku tidak mau bersahabat dengannya adalah karena dua alasan yang dibuat Quhaia ?, apakah aku tidak sombong ?
Tiba-tiba aku seperti membaca judul sebuah berita di surat kabar ternama ‘MAISAN. Yang selalu dianggap jenius ternyata hanya seorang gadis yang sombong!’. Betapa ngerinya ketika dipagi hari kubayangkan papi dan mami sedang duduk di taman, papi sedang membaca koran tersebut dan mami sedang membaca tabloid mingguan. Ketika menghirup wanginya teh yang sedang diminum, tiba-tiba papi tersendak karena membaca judul itu, raut wajahnya menunjukkan penyesalan yang dalam dan kekecewaan, dan ketika papi melihat foto yang terpampang full colour itu adalah putri semata wayangnya, papi melepas kacamatanya dan memanggil mbok Rinem : “Mbok… tolong siapkan koper untuk Maisan”. Papi akan segera memasukkanku ke tempat dimana seseorang kurang bisa mengendalikan dirinya, mungkin papi mau mengirimku ke Rumah I Made Surya di Bali untuk Yoga… meditasi… dan sebagainya !, artinya aku tidak dapat bertemu dengan Carlisa… Anggora manis yang mengeong manja dan menggemaskan dalam waktu yang sangat lama ! oh TIDAK !.
***
Dan sekarang aku harus membaca ulang sms Quhaia diawal kalimatnya : “orangnya tidak terlalu baik kok” . deg ! Quhaia sahabatku ! apa kesibukanmu telah membuatmu demikian sempit mengartikan kepribadian seseorang ?, mudah-mudahan kau benar-benar sedang lupa duh Quhaia, dunia ini akan berlaku sebagaimana kita memperlakukannya, ketika kita tersenyum maka dunia juga tersenyum , ketika kita baik duniapun baik terhadap kita.
Aku dan Quhaia telah bersahabat sejak bersama-sama di pusat pembentukan kepribadian, meskipun kami benar-benar berbeda tapi setidaknya memiliki teori yang sama untuk menghadapi sebuah persoalan.
Choras adalah teman kuliah Quhaia di Jerman, aku sendiri baru akan masuk di Universitas yang sama setengah tahun lagi karena papi mensyaratkan aku harus membuat gebrakan dulu di Perusahaannya dalam waktu satu tahun dan jika berhasil aku akan menyusul Quhaia ke Jerman.
***
Berlin.
Tuhan… beri aku kekuatan untuk menemui Choras, demi keagungan namaMu duhai yang maha suci aku berjanji akan menemui Choras dengan hatiku, jika wajah yang mereka anggap ini menghalangiku untuk bertemu dengannya betapa sombongnya aku, dan Engkau tidak berkenan dengan hamba-hambaMu yang menyombongkan diri. Jika kepintaran yang mereka anggap jenius ini mencegahku untuk menemuinya maka bagaimana jika Kau cabut semuanya dan hilanglah segala akal ? tiadalah lagi harga Pintar dan Jenius. Aku tak peduli dengan anggapan mereka semua…
Selama satu tahun kami bersahabat di Dunia maya dia sangat baik terhadapku, jika memang dia orang jahat yang berkedok kebaikan maka biarlah Tuhankuyang akan membalasnya. Memang dalam foto-fotonya hampir tidak ada yang istimewa, tetapi hatiku tidak berkata demikian, hatiku jauh melihat kedasar budinya yang penuh keakraban, persaudaraan dan mungkin… cinta !.
Suatu hari aku sempat tertawa, tapi mudah-mudahan Tuhanku tidak mencatatnya sebagai sebuah dosa. Quhaia berkata sambil memeluk leherku dari belakang :
“kau tahu apa yang paling menarik dari Choras?”,
“matanya !”.
Jawaban yang kuberikan sebenarnya hanya keraguan sebab matanya selalu terlindungi kacamata.
“KACA MATANYA !”.
Ha ha ha… Kami tertawa bersama tapi aku segera menyadari bahwa tidak ada yang benar-benar sempurna di dunia ini.
Tiba-tiba seorang pemuda tampan dengan kacamata yang sepertinya pernah kulihat mendekat kepadaku, dia tersenyum dan aku seperti mengenali senyumnya tapi siapa dan dimana ya ?.
WHAT ? !
Aku menjerit dalam hati ketika dia berkata sedang menunggu Maisan ? dan itu adalah namaku, mungkinkah Choras yang menyuruhnya ? kenapa Choras tidak datang sendiri ?
WHAT ? !
Dialah Choras ???
***
Q U H A I A………….!
Mereka berdua sepakat untuk mengujiku, sejauh mana rasa kemanusiaanku. Jika orang-orang sibuk bermain desain grafis untuk memperbaiki tampilan mereka dalam foto yang dipajang di dunia maya, maka Quhaia dan Choras memutar otaknya untuk memperburuk rupa Choras !
***
Kucium melati dalam hati, wangi. Disudutruang yang tersenyum, kubaca koran dalam hati. Yah ! koran dalam hati yang kutulis sendiri dan hanya Tuhan dan aku yang dapat membacanya.
‘ketika kitaberfikir baik, berbuat baik maka baiklah yang akan menimpa kita’
Korandalam hati yang terbit setiap waktu yang tidak perlu lembur untuk kejar deadline tapi pasti tepat waktu. Aku tidak perlu publikasi dengan membuang waktu. Aku tenggelam… diantara tulisan koran dalam hatiku.
***
“sekarang? Choras apakah sahabat ? atau pacarmu”.
Pertanyaan Quhaia tak pernah kujawab. Aku tidak bisa marah karena kebahagiaan ini. Tuhan telah mengirimkan dua makhluk terbaikNya melengkapi jalan hidupku, mereka adalah Quhaia dan Choras.
karena mencintai dengan hati tidak terlalu mempersoalkan paras
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H