Mohon tunggu...
A Satria Pratama
A Satria Pratama Mohon Tunggu... Wiraswasta - Political Enthusiast

Penggemar kekuasaan, baik ketika dilihat sebagai konsep, guidance maupun predikat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru dan "Guru" Politik

26 November 2021   22:35 Diperbarui: 26 November 2021   22:44 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Agar tidak kehilangan konteks, ada baiknya, didahului dengan membaca tulisan berikut.

Per 1950an, diskursus mengenai ilmu politik mulai menunjukkan independensinya. Ia mulai lepas dari ilmu sosial pada umumnya, untuk lantas membentuk kelompok ilmu sendiri. Adapun sebagaimana ilmu lainnya, proses pembentukan tersebut dipengaruhi oleh mulai menguatnya teorisasi-teorisasi politik dalam berbagai spektrum. Baik teorisasi yang berfungsi untuk menganalisis aktor, sistem, relasi, maupun ideologi-ideologi politik.

Adapun meski relatif abstrak pada beberapa bagian, namun demikian ilmu politik jadi relate untuk dipahami justru karena bertugas untuk menganalisis kekuasaan. Kekuasaan sendiri bisa dimaknai dari banyak versi. Tetapi jika merujuk pada ilmuwan politik, Foucault misalnya, kekuasaan jadi terdengar daily karena dipercaya terjadi di mana-mana dan kapan saja.

Padahal, harus diakui, politik dalam benak khalayak masih dominan dipahami secara kelembagaan karena terlanjur dipersempit cakupan maknanya hanya pada isu-isu sekitar pemilu, partai politik dan atau survei elektoral. Atau bahkan hanya soal negara dan masyarakat sebagaimana diulas pada tulisan sebelumnya sebagai berikut. Pengertian Foucault yang mengatakan bahwa kekuasaan bisa terjadi di mana-mana dan kapan saja, dengan demikian jadi mengubah cara pandang umum yang masih begitu saja mengasosiasikan politik dengan hal-hal kelembagaan.

Proses meluruskan pemahaman untuk memahami ilmu politik tersebut lantas menjadi tugas yang tidak mudah untuk dilakukan. Apalagi karena intisari ilmu politik, yaitu kekuasaan, terlanjur dikaitkan dengan hal-hal kelembagaan sebagaimana disampaikan sebelumnya. Buktinya, di televisi, radio, atau media online misalnya, politik selalu direpresentasikan oleh berita-berita mengenai kandidat Presiden, kebijakan publik, atau konflik parpol. 

Padahal, sebenarnya, politik juga mencakup hal-hal non kelembagaan yang tidak mendapat cukup ruang di media, seperti, mengapa hanya siswa yang diharuskan upacara bendera di hari Senin? Atau, cara terbaik apa yang bisa digunakan oleh atasan untuk memecat pegawainya yang tidak perform? Atau mungkin juga, mengapa ada kucing yang mau menuruti perintah pemiliknya sementara sebagian lainnya tidak?

Pada akhirnya, penyebarluasan keilmuan yang dilakukan bukan hanya telah menciptakan batas baru jangkauan ilmu politik, melainkan juga meluruskan logika-logika dasar ilmu politik. Dampaknya, terjadilah penyempurnaan ilmu politik.

Nah, "guru-guru" ilmu politik, dengan demikian merupakan bagian penting dari proses penyempurnaan tersebut. Melalui metode nya masing-masing, juga dari posisinya masing-masing, merekalah yang lantas melakukan proses penyempurnaan ilmu politik dari berbagai sudut. Adapun penggunaan tanda petik pada kata guru-guru tersebut menunjukkan bahwa dalam ilmu politik, guru tidak selalu merujuk pada arti kebahasaannya saja.

Selanjutnya, secara lebih rinci, "guru-guru" ilmu politik tersebut lantas terbagi, setidak-tidaknya ke dalam 3 (tiga) kategori. Yaitu akademisi, politisi dan bapak/ibu bangsa. Akademisi adalah guru politik dari sisi teori. Politisi, di atas segala perdebatan, adalah guru politik dari sisi praktik. Sedangkan bapak/ibu bangsa adalah guru politik dari sisi value nya. Adapun jika terdapat kesempatan, elaborasi mengenai 3 kategori tersebut akan dilakukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun