Adapun di ranah formal, masyarakat adalah objek penyelenggaraan kekuasaan, bukan subjek. Sehingga secara struktural, harus diakui bahwa masyarakat adalah aktor yang masih dikuasai.
Aktor Intermediary
Tetapi benarkah bahwa jika dilihat dari ranah formalnya, aktor politik hanya merujuk pada 2 (dua) aktor tersebut?
Jawabannya, tentu tidak. Faktanya, masih ada aktor lain di luar keduanya yang juga bisa dianalisis dari ranahnya. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut.
Seiring meluasnya modernitas, negara lantas semakin sibuk dengan urusan-urusan proseduralnya dalam wajah birokrasi. Karena terlalu larut dalam urusan-urusan teknis manajemen pemerintahan, harus diakui bahwa urusan-urusan substantif jadi agak terabaikan. Termasuk di dalam urusan substantif tersebut adalah perihal representasi politik.
Pada zaman negara polis di Yunani kuno misalnya, praktik representasi sebagaimana dikemukakan tersebut bahkan masih secara langsung diemban oleh negara.Â
Tentu, lingkup politik -yang pada periode tersebut masih sempit- harus ikut dijadikan unit analisis sehingga tidak bisa dibandingkan begitu saja dengan kompleksitas relasi negara-masyarakat hari ini.Â
Tetapi kembali, hal tersebut menunjukkan bahwa representasi di awal waktu bisa terselenggara secara cepat dan on target karena tidak ada ranah kosong antara negara, sebagai penguasa dan masyarakat, sebagai yang dikuasai.
Pada situasi tersebutlah lantas muncul partai politik (parpol) yang bekerja ke bawah dan atas sekaligus. Pergerakan ke bawah menunjukkan bahwa parpol sedang berupaya untuk membumikan kebijakan-kebijakan penguasa.Â
Sementara pergerakan ke atas menunjukkan bahwa parpol sedang memperjuangkan ragam aspirasi aktor-aktor yang dikuasai.
Tetapi tidak cukup hanya sampai di situ, kemunculan parpol juga lantas memproduksi ranah baru antara penguasa dan yang dikuasai.Â