Maccanring merupakan salah satu adat istiadat suku Mandar, Sulawesi Barat, yang menjadi bagian dari acara pernikahan, maccanring biasanya dilakukan sepekan sebelum pernikahan berlangsung. Adat ini memiliki keunikan tersendiri dan merupakan bagian penting dari prosesi pernikahan. Adat ini mencerminkan nilai-nilai budaya, historis spiritual yang mendalam. Maccanring bermula dari tradiri penyambutan tamu kehormatan, kemudian berkembang menjadi bagian dari prosesi pernikahan.Â
Pelaksanaan maccanring melibatkan beberapa tahapan penting, pihak laki-laki menghantamkan tebu ke dinding kamar mempelai wanita sebagai simbol kesepakatan.
Perbedaan antara suku mandar dan suku bugis, dalam suku mandar pihak laki-laki berkunjung ke rumah perempuan membawa doi' balaja (uang belanja) serta bahan-bahan yang akan digunakan pada acara pernikahan sesuai dengan kesepakatan, sedangkan dalam suku bugis hanya membawa uang panai'Â nya
Dalam acara ini pihak laki-laki berkunjung ke rumah pihak wanita dengan membawa doi' balaja (uang belanja) beserta bahan bahan yang akan digunakan pada acara pernikahan. Dalam tahap ini juga ada istilah mattandajari , acara ini akan ditentukan dan diresmikanlah segala beban pihak laki-laki dalam pelaksanaan pernikahan tersebut termasuk waktu dan tata cara pelaksanaan pernikahan.
Menurut saya, maccanring masih eksis sampai saat ini karna merupakan waktu silaturahmi antar keluarga besar mempelai sebelum hari pernikahan. Menurut ABD.Rahman Razak, maccanring dilakukan semeriah mungkin , diikuti oleh sanak keluarga, tua maupun muda, laki-laki dan perempuan.
Adat ini berpotensi hilang karena, menurut sebagian orang adat ini dianggap sebagai pemborosan sebelum hari pernikahan yang dimana uangnya dapat disisihkan untuk kehidupan kedua mempelai setelah menikah. Alasan lainnya yaitu, maccanring digantikan dengan lamaran yang merupakan budaya modern.
Dalam adat ini kita dapat bersilaturahmi yang didalam Islam ini sangat dianjurkan, Rasulullah SAW bersabda: " Barang siapa yang ingin dilapangkan rezskinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung hubungan silaturahmi" (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari unsur kebangsaan, adat ini melakukan musyawarah mengenai hal-hal yang akan dibebankan kepada pihak mempelai laki-laki dalam pelaksanaan pernikahan yang akan disepakati dan ditetapkan. Adat ini memperkuat ikatan sosial antara keluarga dan masyarakat serta meningkatkan rasa solidaritas dan kebersamaan.
Budaya ini harus tetap dilestarikan karna adat ini merupakan bagian penting dari suku mandar dan juga menjadi momen penting bagi pihak mempelai wanita sebagai bentuk penghargaannya dan dalam memperoleh hak nya (uang) yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pernikahan.
Masyarakat harus senantiasa menjaga dan melestarikan budaya dengan memperkenalkannya pada generasi muda, tentunya dengan melaksanakan tanpa mengurangi dan menggantikan karakteristik adat ini agar tidak tertimbun dengan budaya luar sebagai penghargaan terhadap warisan nenek moyang yang menjadi khas tersendiri bagi budaya suku mandar.
Pemerintah tidak memiliki wewenang untuk melarang adat ini tetap berjalan di masyarakat karna zaman sekarang sangat modern dan peluang budaya-budaya modern menggeser budaya lokal sangat besar dan berdampak pada kurang nya perhatian dan minat terhadap budaya sendiri. Maka, dukungan pemerintah terhadapan pelestarian budaya maccanring di kalangan masyarakat suku mandar akan membangun rasa cinta terhadap budaya lokal sebagai warisan yang tak ternilai.