BANDUNG-Skateboard merupakan salah satu olahraga ekstrem yang digandrungi oleh berbagai kalangan khususnya anak muda. Skateboard sudah ada sejak tahun 1950an di California, Amerika Serikat.
Skateboard sendiri populer pertama kali di Indonesia pada tahun 1980an yang dipengaruhi oleh kultur orang barat yang bersekolah di Jakarta.
Pada 21 Juni 2004 ditetapkan di seluruh dunia sebagai perayaan “GO SKATEBOARDING DAY” yang juga disebut sebagai hari lebaran bagi para skateboarder.
Kota Bandung bisa dibilang sebagai kota skena skateboarding karena kita selalu menjumpai skateboarder-skateboarder sedang bermain di tiap sudut kota Bandung. Di sisi lain pemerintah sebelumnya sudah membangun beberapa arena skatepark di kota Bandung, namun kultur street skateboarding ini sudah menjadi habit bagi sebagian pecinta skateboard.
Kultur street skateboarding ini sudah menjadi habit bagi anak muda ketika arena skatepark sedang penuh oleh skateboarder lainnya. Sebetulnya kultur street skateboarding ini sah-sah saja karena di luar negeri pun kultur ini sangat sering dijumpai. Yang menjadi persoalan saya adalah apakah boleh bermain skateboard dengan menggunakan fasilitas publik sebagai obstacle.
Sebetulnya persoalan ini tidak hanya terjadi di kota Bandung saja. Masih banyak yang menyalahi arti dari kultur street skateboarding. Contohnya saja di Jakarta beberapa tahun ke belakang, Wakil Gubernur DKI Jakarta saat itu melarang skateboard meluncur di trotoar jalan.
“Pak Gubernur menyampaikan akan menambah tempat-tempat skateboard di banyak tempat. Tentu harapan kami teman-teman yang bermain, bermainlah di tempatnya. Kalau bermain di trotoar, nanti mengganggu pengguna jalan” (Ahmad Riza Patria).
Sedangkan di kota Bandung saat ini memiliki beberapa arena skatepark, namun arena yang paling diminati para skateboarder yaitu Taman Jomblo (tj/kolong) dan yang terbaru ada skatepark Tampra (Taman Pramuka). Dua skatepark tersebut selalu dipenuhi oleh
banyak anak-anak muda yang bermain, sehingga sebagian skateboarder lebih memilih bermain di trotoar jalanan.
Bagi saya sendiri tidak mempermasalahkan anak-anak yang bermain skateboard di trotoar, namun saya tidak setuju Ketika fasilitas publik dijadikan obstacle. Tentu ini akan menimbulkan stigma negatif dari masyarakat, jika fasilitas publik dijadikan sebagai bahan obstacle skateboard bukan tidak mungkin akan rusak jika terus dipergunakan oleh hal yang seperti itu.
Mengutip dari salah satu skateboarder asal kota Bandung kang Inong “Dari keterbatasan ruang, semenjak Taman Lalu Lintas tutup pada tahun 1997, anak-anak maen berpencar ke berbagai spot di jalanan, pada momen itu sempat muncul Tera Hobbies, tapi gak lama kemudian tutup. Jeda dari Tera Hobbies tutup ke Buqiet skatepark juga anak-anak Kembali maen ke jalanan. Sampai Buqiet skatepark ada, tapi tetap kurang bisa terakomodir si passion skateboarding ini”.