Mohon tunggu...
Feriska Aprillia
Feriska Aprillia Mohon Tunggu... -

Bermimpilah tentang apa yang ingin kamu impikan, pergilah ke tempat-tempat kamu ingin pergi, jadilah seperti yang kamu inginkan, karena kamu hanya memiliki satu kehidupan dan satu kesempatan untuk melakukan hal-hal yang ingin kamu lakukan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Revolusi untuk Siapa?

14 November 2013   15:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:10 1141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berikut ini adalah petikan dari pernyataan seorang Mukhtar Pakpahan, yang merupakan tokoh penting Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) yang di posting di web SBSI

“.. Kalau Revolusi terjadi, apa yang diharapkan dari revolusi..?

Segala penghambat kemajuan bangsa dan pemyebab kemiskinan segera dihentikan. Pertama, tangkap semua koruptor yang terutama di Istana, DPR RI dan MA. Bentuk pemerintahan yang bersih, dengan mengutamakan menaikkan gaji PNS/Milliter hingga jumlahnya lebih dari layak. Selanjutnya tegakkan hukum dan berantas korupsi dan lakukan Landreform. Tidak lama, negara kuat/sehat, hasil tani tidak ada yang di import, pengusaha tenang dan buruh makmur”.

Jadi menurut pembuat pernyataan tersebut diatas pada intinya revolusi adalah mutlak dibutuhkan dan harus dilakukan saat ini untuk membuat perubahan yang lebih baik. Isu yang disoroti terkait revolusi ini adalah bahwa sistem pemilu yang menghabiskan banyak uang dan mengarah pada seruan untuk boikot pemilu 2014, UU Keternagakerjaan No. 13 tahun 2003 yang membuat buruh menderita dan betapa merajalela dan membudanyanya praktek korupsi di hampir semua level kehidupan terutama di tatanan pemerintahan dari level bawah, menengah sampai level elite. Muara dari segala penderitaan anak bangsa ini adalah praktek korupsi.

Sejatinya menemukan solusi terbaik untuk memperbaiki kondisi bangsa ini dari jeratan praktek korupsi yang kian parah adalah suatu hal yang pastinya akan di setujui oleh banyak pihak, akan tetapi benarkah revolusi merupakan pilihan yang benar-benar relevan dan bisa dilakukan saat ini ? dan benarkah setelah revolusi ini dijalankan akan membawa hasil sesuai dengan yang dicitakan masyarakat pada umumnya? Siapa yang sekiranya berani menjawab dan berani menjamin bahwa hasilnya akan benar-benar sesuai dengan pernyataannya ketika menyerukan revolusi ? apakah orang tersebut adalah seorang Mukhtar Pakpahan ?

Tidak bisa dipungkiri bahwasanya setiap isi pernyataan yang diungkapkan kepada publik dan menyangkut kepentingan bersama publik oleh sorang figur, maka esensi pernyataan tersebut akan jauh lebih samar atau bahkan sengaja di samarkan terlebih dahulu untuk supaya dapat di tonjolkan siapa pembuat pernyataan, siapa yang menyerukan, figur seperti apa dia, atau bahasa gaul nya “ emang loe siapa? Loe mau ngomong apaan sih? Intinya pembaca atau pendengarpun akan terlebih dahulu melihat dan menilai, siapa figur nya untuk kemudian merasa tertarik atau tidak nya menyimak isi pernyataan yang akan diungkapkan.

Jika kita melihat kilas balik sosok seorang Mukhtar Pakpahan, dalam konteks membicarakan korupsi, mau tidak mau kita akan melihat catatan hitam terkait korupsi yang pernah dilakukannya beberapa tahun silam yaitu pada kasus korupsi dana Jamsostek yang merugikan Negara sampai 1 miliar lebih dan terlebih dari itu tentunya banyak lagi pihak yang telah dirugikan baik materil maupun dari segi inmateril. Mukhtar Pakpahan Korupsi Uang Hak Buruh => http://www.tempo.co/read/news/2004/01/19/05538605/Muchtar-Pakpahan-Didakwa-Melakukan-Korupsi

[caption id="attachment_301720" align="aligncenter" width="274" caption="Ilustrasi: Flickr.com"]

[/caption]

Barangkali publik akan sampai pada beragam pemikiran menyikapi seruan revolusi mutlak untuk para koruptor ini, apa yang sebenarnya dipikirkan oleh seorang Mukhtar Pakpahan dengan Revolusi nya ini ? Apakah seruan revolusi ini merupakan salah satu perwujudan rasa insyaf dan menyesal atas kesalahan yang telah dilakukannya beberapa tahun silam, atau kah hanya semata-mata karena latah dengan budaya “maling teriak maling” ? Jawabannya hanya Mukhtar Pakpahan sendiri yang tau.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun