Apa itu berpikir kritis?
Berpikir secara kritis termasuk suatu kemampuan untuk menganalisis informasi atau pendapat secara lebih terbuka dan objektif, logis, serta lebih mendalam. Individu yang mempraktikkan cara berpikir kritis dalam menanggapi suatu hal menjadi nilai plus untuk diri individu tersebut karena mampu memandang suatu isu dengan lebih positif (Paul & Elder, 2014). Seseorang yang memiliki pola pikir berpikir kritis dalam menanggapi suatu isu, akan dapat melihat dunia secara lebih terbuka karena ia mampu menerima perbedaan pendapat dari berbagai perspektif (Ningrum, 2022). Ia juga akan berusaha menggali informasi lebih mendalam dengan menggunakan beberapa sumber yang relevan. Dari hal tersebut ia akan mempertimbangkan beberapa informasi terpercaya yang didapat dari berbagai sumber. Kemudian akhirnya ia mampu untuk memutuskan informasi seperti apa yang benar terjadi dan berdasar pada bukti nyata (Faiz, 2012).
Critical thinking adalah cara berpikir yang aktif, sistematis, dan berorientasi pada tujuan. Berpikir kritis melibatkan proses identifikasi, analisis, serta evaluasi yang berdasar dari beberapa sumber dengan tujuan untuk dapat mencapai pemahaman dan kebenaran yang lebih mendalam, serta dapat mengambil keputusan secara rasional (Bassham et al, 2011). Berpikir kritis mencakup beberapa keterampilan seperti keterampilan berpikir dan keterampilan merespon yang memungkinkan seseorang untuk memproses informasi secara objektif dan logis. Dengan berpikir kritis dapat meminimalisir terjadinya bias pribadi dan mampu menerima perbedaan pandangan milik orang lain. Individu yang mampu berpikir secara kritis akan memiliki dorongan yang kuat untuk harus mendapatkan informasi yang jelas terkait isu yang dikritisi. Selain itu seorang pemikir kritis juga akan mengaitkan isu yang sedang dikritisi dengan informasi yang sesuai atau relevan. Seorang yang berpikir secara kritis akan mempertimbangkan hal yang ia pikirkan itu apakah telah mendalam dan masuk akal atau tidak (Paul & Elder, 2014).
Dalam hidup bermasyarakat, perbedaan yang terjadi di lingkungan sosial merupakan hal yang normal. Terlebih kita sebagai masyarakat Indonesia memiliki tradisi, kebiasaan, serta adat istiadat yang beragam dari berbagai kebudayaan yang berasal dari 38 provinsi. Perbedaan yang terjadi bukan dijadikan sebagai bahan celaan atau diskriminasi, melainkan perbedaan tersebut tentunya harus dapat dihargai oleh seluruh masyarakat berbudaya. Cara yang bisa dilakukan untuk dapat menghargai perbedaan antar budaya yaitu dengan mencari tahu lebih mendalam tentang kebudayaan tertentu. Adanya rasa penasaran dan keingintahuan yang tinggi membuat seseorang mampu belajar menghormati kebudayaan di luar budayanya sendiri. Salah satu kebudayaan yang dapat dijadikan sebagai contoh karena memiliki karakteristik yang unik yaitu budaya suku Baduy Dalam (Muhibah & Rohimah, 2023).
Mengkritisi perbedaan budaya dengan cara positif
Seperti yang kita ketahui bahwa suku Baduy termasuk dalam salah satu suku yang berada di Banten. Suku baduy seringkali menjadi pusat perhatian dan perbincangan masyarakat karena memiliki tradisi yang masih kental dan tidak terpengaruh dengan modernisasi. Namun seiring berkembangnya zaman, suku baduy terpecah menjadi dua wilayah dan terdapat wilayah yang sudah mulai terpengaruh dengan adanya perubahan teknologi modern serta tidak mengikuti hukum adat dari suku baduy. Hal tersebut salah satu faktor penyebabnya dikarenakan banyak pendatang atau turis dari luar suku baduy yang penasaran dan ingin melakukan penelitian terhadap suku baduy yang tanpa sengaja membawa pengaruh bagi masyarakat baduy itu sendiri. Sehingga, suku baduy terpecah kedalam dua suku berupa suku Baduy Dalam dan suku Baduy Luar (Muhibah & Rohimah, 2023). Karakteristik dan kebiasaan yang dimiliki Suku Baduy Dalam dan suku Baduy Luar berbeda. Suku Baduy Dalam terkenal sebagai suku yang masih memegang erat hukum adat kepu'unan dan tidak terpengaruh dengan modernisasi, serta memiliki ciri khas penampilan berbusana baju putih beserta ikat kepala warna putih yang merupakan hasil jahitan sendiri. Sementara itu suku Baduy Luar terkenal sebagai suku yang tidak lagi terikat dengan hukum adat suku baduy serta sering melakukan perjalanan ke luar suku baduy dengan berjalan kaki tanpa menggunakan alas, serta memiliki cara berpakaian yang berbeda yakni mengenakan baju berwarna hitam dengan menggunakan ikat kepala berwarna biru (Setyaningrum, 2022). Masyarakat suku Baduy Luar juga sudah mulai terpengaruh dengan modernisasi sehingga menjadikannya sebagai alasan untuk terlepas dengan hukum adat suku baduy (Muhibah & Rohimah, 2023).
Jika melihat isu tersebut dan dikaitkan dengan berpikir kritis, keduanya memiliki korelasi yang dapat memberikan dampak kedepannya. Dengan adanya pemikiran kritis dalam menanggapi isu tersebut, dapat mempengaruhi tindakan seseorang. Melihat perbedaan kebudayaan dan karakteristik yang dimiliki suku Baduy Dalam, memungkinkan munculnya perspektif baru bagi sebagian orang bahwa kebudayaan tersebut merupakan hal yang unik dan berpikir bahwa hal itu mustahil terjadi. Adanya perbedaan budaya tidak untuk di diskriminasi, melainkan untuk dijadikan sebagai cara untuk menghargai satu sama lain. Apabila tidak dapat mengkritisi isu tersebut dengan baik. maka dapat menimbulkan terjadinya diskriminasi antar budaya. Sehingga berpikir kritis memiliki andil penting untuk bisa menganalisis dan mengidentifikasi kebudayaan yang dimiliki suku Baduy Dalam.
Individu dari luar suku Baduy Dalam mungkin tidak percaya dengan kebiasaan hidup masyarakat suku Baduy Dalam yang sama sekali tidak terpengaruh dengan unsur modernisasi ditengah perkembangan teknologi saat ini. Hal ini dapat terjadi tentunya bukan tanpa alas an, melainkan masyarakat suku Baduy Dalam memiliki keyakinan yang kuat untuk melestarikan tradisi dari nenek moyang terdahulu. Mereka sangat menaati hukum adat kepu'unan. Sehingga hal tersebut menimbulkan pertanyaan bagi masyarakat sekitar apakah keyakinan tersebut benar adanya atau bahkan masyarakat luar suku baduy tidak mempercayai hal tersebut. Dari isu tersebut, perlu memperoleh informasi lebih mendalam dengan menggunakan pemikiran kritis. Apabila seseorang tidak berpikir secara kritis dan menerima mentah-mentah informasi yang beredar di masyarakat tanpa mencari tahu lebih mendalam, maka kemungkinan dapat menimbulkan judgement atau bahkan diskriminasi keunikan dari suku Baduy Dalam tersebut (Windar, Wahidin, & Rasyid, 2022). Sehingga perlu untuk dilakukan analisis dan identifikasi lebih lanjut terkait tradisi dan kebudayaan suku Baduy Dalam agar dapat melihat perbedaan budaya dengan menggunakan pemikiran yang lebih terbuka (Open Minded).
Mengapa berpikir kritis itu penting?
Dengan menggunakan pemikiran yang kritis dan analitis seseorang dapat lebih terbuka dengan argumen dari berbagai perspektif serta dapat memahami isu yang terjadi dengan lebih mendalam. Berpikir kritis juga membantu seseorang dalam mengambil keputusan yang tepat dan berdasar pada bukti nyata. Selain itu, dengan berpikir kritis juga melatih seseorang untuk menghargai pendapat orang lain dan bersifat adil terhadap perbedaan cara pandang positif (Paul & Elder, 2014). Berpikir kritis penting dilakukan untuk menghindari bias pribadi. Berpikir kritis juga melatih kemandirian dalam berpikir, sehingga tidak bergantung pada asumsi orang lain. Memiliki pemikiran yang kritis membantu seseorang untuk dapat menganalisis dan mengevaluasi diri maupun lingkungan sekitar secara lebih kritis, sehingga lebih kenal dengan diri sendiri maupun isu yang sedang terjadi (Bassham et al, 2011).
Memiliki kemampuan berpikir secara kritis termasuk aspek yang dibutuhkan untuk dapat membentuk Sumber Daya Manusia yang mumpuni. Dengan adanya Sumber Daya Manusia yang mumpuni menjadi faktor pendukung dalam menciptakan negara yang maju. Di Indonesia sendiri Sumber Daya Manusia yang ada terbilang belum cukup mumpuni. Hal ini dikarenakan masyarakat Indonesia masih belum dapat berpikir secara kritis. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan pada bukti nyata tingkah laku masyarakat Indonesia di sosial media maupun di kehidupan bermasyarakat. Sosial media termasuk platform yang memiliki kemudahan untuk dapat diakses oleh siapapun dari semua kalangan, baik dewasa maupun remaja bahkan anak-anak dapat dengan mudah mengakses sosial media.Â
Masyarakat Indonesia dapat dengan mudah mengomentari dan bahkan menghakimi suatu pihak yang terlibat dalam masalah tanpa mencari tahu lebih mendalam terkait akar masalah yang sebenarnya terjadi (Mastan & Sukendro, 2023). Akibatnya, pengguna lain dari sosial media tersebut dapat terpengaruh dengan komentar yang dilontarkan dan tidak menutup kemungkinan untuk ikut menghakimi pihak tertentu yang belum jelas status bersalahnya. Dari hal tersebut jelas membuktikan bahwa Sumber Daya Masyarakat kita belum mampu untuk berpikir secara kritis dan analitis yang pada akhirnya dapat menimbulkan suatu konflik baru. Hal tersebut juga membuktikan bahwa kualitas masyarakat Indonesia belum cukup mumpuni untuk ikut bersaing di era Society 5.0. Sebaliknya, apabila Sumber Daya Manusia (SDM) masyarakat Indonesia sudah memiliki kemampuan berpikir secara kritis, maka ia akan mampu melihat potensi yang dimilikinya serta dapat merespon dan mengatasi konflik yang terjadi dengan baik (Novianti, 2020).Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H