Mohon tunggu...
April Lia
April Lia Mohon Tunggu... Lainnya - Sesekali menulis, lebih sering membaca.

Penulis suka membaca kumpulan puisi karya Jokpin dan kumpulan cerpen Sir Arthur Conan Doyle.

Selanjutnya

Tutup

Seni Artikel Utama

Rawamangun Concept, Antara DDR dan Kembang Goyang

8 September 2024   09:22 Diperbarui: 8 September 2024   13:01 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rawamangun Concept (RC) kembali tampil dalam Festival Teater Jakarta Timur (FTJT) 2024. Kali ini RC menyuguhkan karya B. Soelarto dengan judul Domba-Domba Revolusi.

Ada yang terasa baru ketika menyaksikan pementasan RC kemarin malam (7/9). Pasalnya, RC kali ini membawakan naskah realis yang dieksekusi dengan apik oleh sang sutradara, Fajrin Yuristian.

Padahal sebelumnya, bisa dibilang komunitas teater ini identik dengan gayanya membawakan naskah-naskah surealis.

Semalam, para penonton pun dibuat hanyut dalam alur dan konflik cerita. Penonton diajak beromantis ria, tertawa geli, hingga menangis kecil menyaksikan para aktor memerankan perannya dengan baik.

"Yang membuat saya paling berkesan itu ketika sang perempuan telah membunuh dan memohon ampun kepada Tuhan demi mempertahankan martabatnya sebagai perempuan," ujar Felin, salah satu penonton yang baru pertama kali menyaksikan penampilan RC.

Menurutnya, meskipun tadi masih ada dua atau tiga kesalahan kecil dalam dialog, ia akan menyaksikan kembali jika RC lolos ke tahap selanjutnya.

Dokumentasi Pribadi 
Dokumentasi Pribadi 

Tentang Lakon DDR yang Dibawakan

Domba-Domba Revolusi (DDR) sendiri mengangkat latar era penjajahan dengan situasi politik yang genting. Naskah yang disutradarai oleh Fajrin ini lebih menampilkan sosok perempuan sebagai tokoh utama yang ingin keluar dari masa lalunya yang kelam.

Sang perempuan digambarkan sebagai sosok yang ingin mempertahankan dan memperjuangkan harkat dan martabatnya yang telah ia jaga bersama losmennya.

Sedangkan tiga pria lain digambarkan sebagai antitesis sang perempuan. Tiga pria itu (pedagang, politikus, dan petualang) digambarkan amoral, picik, dan pengecut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun