Sebagaimana diketahui, perkembangan digital yang menjadi penyebab adanya konvergensi media, memudahkan pengaksesan informasi tanpa terikat jarak dan waktu. Berdasarkan hasil penelitian dari We Are Social , pengguna internet khususnya Indonesia, mencapai 212,9 juta atau sekitar 77% dari total penduduk, dan pengguna media sosial aktif 167 juta atau sekitar 60,4% dari total penduduk. Dapat dibayangkan betapa era masyarakat informasi sudah mendominasi, masyarakat yang haus dan tinggi akan kebutuhan informasi.
Informasi berkaitan erat dengan jurnalisme atau jurnalistik, yang berfungsi sebagai pencari, pengumpul, pengolah, dan penyaji berita atau informasi, dan menyebarluaskannya kepada masyarakat.
Namun, bagaimana jurnalistik di Indonesia beradaptasi dengan era ini? Dengan tingginya permintaan informasi, apakah prinsip jurnalisme masih selaras dengan praktiknya?
Melihat fenomena saat ini, media digital sebagai media massa dijadikan alat tumpuan penyebaran informasi. Banyak pihak-pihak memanfaatkan media massa dengan segala kepentingan, tujuan, dan dijadikan untuk mencari keuntungan, hingga prinsip-prinsip jurnalisme bergeser dengan sendirinya.
Hal terbaru dari dunia jurnalistik, adanya investigasi kepada salah seorang oknum jurnalis dari sebuah media, yang diduga menutup-nutupi kasus penembakan di Semarang dan mengintimidasi keluarga korban. Tentu ini menjadi pertanyaan besar, kemana prinsip jurnalisme yang harusnya dijunjung tinggi dalam mengungkap kebenaran? Bagaimana prinsip tentang loyalitas pada warga? Dan bagaimana dengan prinsip disiplin verifikasi?
Perbuatan oknum tersebut mendapat kecaman dari berbagai pihak, karena krisis prinsip akan merusak reputasi jurnalistik itu sendiri. Sangat disayangkan, perbuatan oknum tersebut tentu dapat mencemarkan nama baik jurnalis lainnya, yang telah berusaha mempertahankan dan memegang teguh prinsip-prinsip jurnalisme.
Dilansir dari dewanpers.or.id, masih banyak terdapat laporan tentang pelanggaran kode etik jurnalistik. Diantaranya, ketidakrelevanan pada judul dengan isi berita, ketidaksesuaian berita dengan fakta, dan adanya pelanggaran privasi, yang mana semua hal itu berlawanan dengan prinsip jurnalisme. Tidak sedikit pula yang pada akhirnya tersangkut hukum, disebabkan pelanggaran-pelanggaran tersebut.Â
Masalah ketidakrelevanan judul dan berita, adalah kasus yang paling banyak ditemui saat ini. Mirisnya bagi segelintir orang minim literasi, mereka dapat mempercayai sebuah informasi hanya dari judul tanpa membaca isinya, dan berujung terjadi kesalahpahaman hasil dari disinformasi tersebut.
Independen jurnalis pun dipertanyakan, mengingat saat ini sebagian media massa dipegang oleh pihak-pihak tertentu yang memiliki kepentingan, mengakibatkan berita yang disajikan tidak berimbang, kurang transparan, serta adanya penggiringan opini. Sangat sulit mencari informasi yang benar-benar murni tanpa intervensi dari pihak lain.
Kebutuhan tinggi akan informasi, membuat timbulnya persaingan ketat antar media, dan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi bergesernya prinsip jurnalisme. Saat media berlomba-lomba menyajikan berita dengan cepat, tekanan waktu yang terbentuk, membuat sebagian jurnalis atau media mengabaikan prinsip jurnalisme, dan kode etik jurnalistik.
Hal ini patut menjadi perhatian, dengan pengabaian kepada hal-hal penting, dan reputasi yang kurang baik, publik akan kehilangan kepercayaan terhadap kredibilitas media dan jurnalis, yang tentunya akan merugikan beberapa pihak terkait.