Bangsa Indonesia tidak pernah menyerah untuk terus memperbaiki diri dan terus berusaha mengatasi berbagai permasalahan yang menerpa, hampir semua permasalahan hadir, bahkan dari permasalahan yang ada sekarang, dapat menimbulkan permasalahan yang baru, dari masalah kecil hingga masalah besar yang menyangkut dengan lingkungan sekitar. Peranan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang terus mau belajar dan berusaha, serta diiringi doa kepada Tuhan akan mengantarkan bangsa kita ke dalam sebuah peradaban baru yang kokoh dan kuat, diyakini dapat menjadi penentu kemajuan bangsa Indonesia di masa yang akan datang.
Membentuk masyarakat yang berkualitas, pintar, dan cerdas tentunya harus di barengi dengan kesadaran dan kebiasaan masyarakat yang gemar akan membaca. Dari situasi yang seharusnya seperti yang digambarkan di atas, ternyata bersebrangan dengan yang Penulis temukan di lapangan. Penulis menemukan statement-statement yang menyatakan bahwa minat baca orang Indonesia sangat rendah. Apakah betul ?
Beberapa kalangan menilai proses belajar-mengajar di Indonesia dinilai lupa membiasakan peserta didik untuk memahami hakikat belajar yang menekankan pentingnya kegiatan membaca. Akibat proses belajar-mengajar yang demikian maka peserta didik, dari sekolah dasar sampai mahasiswa di perguruan tinggi, hampir tidak mau membaca buku kalau tidak "dipaksakan" oleh gurunya atau seorang mahasiswa yang baru giat membaca jika akan ujian.
Padahal, hampir semua peserta didik telah memiliki buku pegangan yang wajib dimiliki dan mengharuskan mereka membacanya. Tidak sedikit peserta didik kita dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi yang hanya mampu menghafal catatan hasil dikte para guru atau dosen di kelas semata. Hasil yang dapat kita saksikan dari kondisi demikian adalah tidak sedikit mahasiswa tingkat akhir di perguruan tinggi yang kesulitan menulis skripsi. Salah satu penyebabnya tentu saja karena kurangnya membaca buku. Jika buku seputar disiplin ilmunya saja tidak pernah dibaca maka sudah dengan sendirinya mereka 'buta' akan ilmu diluar bidangnya.
Siapa yang salah ? Apa yang sudah diri kita lakukan untuk meningkatkan minat baca, minimalnya untuk diri sendiri ? Beberapa bulan ke belakang saya melihat iklan di TV yaitu iklan sebuah surat kabar nasional, yang membuat saya terharu ketika melihat iklan tersebut adalah ternyata masih ada seseorang manusia, tepatnya wanita yang menyandang 2 gelar kesarjanaan, mau menghabiskan waktunya mengajar kepada anak-anak kecil untuk membaca, menulis yang lokasinya berada di sebuah pedalaman di Kalimantan.
Bagaimana dengan keluarga yang merupakan lingkungan terdekat dari individu ? Menciptakan generasi gemar membaca bisa dimulai dari keluarga, itu memang betul. Jika dalam keluarga sudah tercipta iklim seperti itu, anak-anaknya pasti terpengaruh. Misalnya dapat dilakukan saat ulang tahun diberi kado buku, jika liburan tiba ajak anak bermain di toko buku atau pergi ke perpustakaan.
Perpustakaan merupakan bagian integral dari suatu lembaga atau institusi yang menyajikan berbagai koleksi bahan pustaka. Koleksi ini dapat dimanfaatkan untuk menunjang proses belajar mengajar atau untuk sumber belajar yang dapat meningkatkan kegemaran dan minat baca seseorang, membangkitkan minat baca untuk mempelajari hal-hal baru, serta menyediakan informasi melalui buku-buku referensi seperti kamus, ensiklopedia, indeks, dan sejenisnya. Selain itu, perpustakaan merupakan tempat membaca untuk belajar mandiri yang melibatkan proses berfikir, mencari, menemukan, mengolah, dan menyimpulkan sendiri melalui sumber belajar yang tersedia. Dari hal-hal seperti itu akan tercipta kegemaran membaca buku, yang akhirnya merasa ada yang hilang jika tidak membaca buku (ketagihan).
Dalam buku Ajip Rosidi, Pembinaan Minat Baca, Bahasa dan Sastera, oleh PT Bina Ilmu, Surabaya. Dalam ceramahnya Ajip Rosidi mengungkapkan bahwa sebenarnya bangsa Indonesia pada dasarnya, sama dengan bangsa lain, bukanlah bangsa yang tidak suka membaca ataupun terlalu suka membaca. Pada dasarnya, kegemaran membaca, harus ditanamkan kepada orang-orang sejak kecil, sejak mereka masih kanak-kanak, sekolah dasar sampai sekolah lanjutan dan seterusnya. Kalau mereka tidak dibiasakan membaca sejak kecil, tak biasa diakrabkan dengan buku, maka besar kemungkinan setelah dewasa pun tetap tidak akan gemar membaca.
Jadi bagaimana ? kembali kepada pertanyaan awal. Siapa yang salah ? kita tidak bisa saling menyalahkan kepada beberapa kelompok atau subjek tertentu, mengapa bangsa kita seperti ini. Tidak bermanfaat jika kita saling menyalahkan. Faktor diri sendiri, faktor keluarga, faktor lingkungan, faktor budaya, sosial, dan banyak hal, masalah-masalah itu banyak dikaji dari berbagai sudut pandang. Kita merenungkan dalam diri kita masing-masing, apa yang bisa kita beri untuk kemajuan bangsa, dengan tindakan tentunya, salah satunya dengan Membaca.
                                        Â
 Penulis Adalah Dosen Politeknik LP3I Bandung