Mohon tunggu...
Aprili Kurnia Fatmawati
Aprili Kurnia Fatmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

-

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Perjuangan Tak Berujung Demi Mencerdaskan Generasi Bangsa

24 Maret 2021   22:39 Diperbarui: 24 Maret 2021   22:57 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selasa 23 Maret 2021, ketika matahari tepat berada di atas kepala, saya kembali mengunjungi sekolah tempat menimba ilmu selama enam tahun lamanya. Iya, saya mengunjungi SD Negeri Mondoluku yang sekarang sudah berganti nama menjadi UPT SD Negeri 177 Gresik, dengan tujuan untuk menyambung tali silaturahmi dengan Bapak Ibu guru. 

Siang itu kebetulan sekolah masih ramai, Bapak Ibu guru berada di sekolah karena pelaksanaan Ujian Tengah Semester (UTS) siswa yang dilaksanakan secara daring. Lalu saya sempat berbincang dengan Bapak Janji yang pernah menjadi wali kelas saya ketika kelas 6 SD. Beliau menceritakan tentang berbagai pengalaman dan pelajaran hidup. Pengetahuan yang menarik dan juga pengalaman beliau akan saya tuliskan dalam artikel ini.

Beliau merupakan salah satu guru yang sampai sekarang mengajar di SD Negeri 177 Gresik, dua tahun terakhir beliau menjadi wali kelas lima sekaligus mengajar semua mata pelajaran kelas lima. 

Beliau ditempatkan di SD ini kurang lebih enam tahun yang lalu, sebelumnya ditempatkan di kota tempat tinggalnya yaitu Madiun. Disini beliau merantau tanpa adanya sanak famili, sehingga setiap dua minggu sekali pada Hari Sabtu sore pulang ke Madiun dan kembali ke Gresik pada Hari Senin pagi. 

Sebenarnya dulu sebelum pandemi beliau pulang satu minggu sekali namun karena situasi pandemi ini mengharuskan pulang dua minggu sekali. Tentunya ini bukanlah hal yang mudah untuk dilalui mengingat jarak antara Gresik dengan Madiun tidaklah dekat, apalagi pada situasi pandemi ini yang membutuhkan banyak adaptasi. Salah satunya cara belajar mengajar yang berubah, yang dulunya tatap muka secara langsung sedangkan kini melalui perantara layar handphone. 

"Sebelum pandemi kan tatap muka, saya rasa itu lebih gampang kita bisa langsung ketemu anak-anak, sehingga bisa langsung mengingatkan anak-anak. Tetapi sekarang musim pandemi ini, anak-anak di rumah kalau orang tuanya tidak perhatian ya anak-anak akan ketinggalan. Menurut saya itu lebih enak tatap muka daripada online. Sehingga bagi guru, untuk mengarahkan langsung ke anak itu lebih enak dengan tatap muka", Ujar beliau.

Perubahan kebiasaan dari luring menjadi daring ini juga membutuhkan perjuangan, sehingga guru dituntut untuk lebih melek terhadap teknologi, lebih canggih, dan mengikuti perkembangan zaman. 

Selain itu akan membutuhkan perjuangan lebih untuk membuat siswa paham akan materi yang disampaikan, sehingga pernah para guru berkeliling ke rumah siswa untuk menjelaskan materi dan menanyai materi mana yang belum dipahami karena tidak semua siswa mempunyai media belajar daring seperti handphone. 

"Untuk sukanya ya lebih ringan memang, tetapi yang namanya mendidik lebih enak tatap muka karena lebih mudah memantau dan mengarahkan karakter anak secara langsung daripada online", opini beliau tentang suka duka mengajar disaat pandemi.

Namun berdasarkan pengalaman beliau, pada saat sebelum pandemi pun perjuangan menjadi seorang guru sudah berat. Tetapi hal tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk mengeluh dan menyerah. Kuncinya semua hal harus dikerjakan dengan sungguh-sungguh, apapun profesinya atau pekerjaannya harus dikerjakan dengan sungguh-sungguh. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun