Mohon tunggu...
Aprilia Sari Yudha
Aprilia Sari Yudha Mohon Tunggu... Guru - Hasbunallah
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mahasiswi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bagaimana Mengajarkan Anak Bersosialisasi?

2 November 2019   18:01 Diperbarui: 2 November 2019   18:07 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: circleoffriendsprek.com

Gimana sih anak kita bersosialisasi?
Apakah kita sebagai orang tua perlu mengajarkan anak kita bersosialisasi?
Apakah anak-anak kita yang misalkan mkungkin malu-malu itu artinya dia tidak bisa bersosialisasi?
Atau mungkin ada anak yang terkesan terlalu aktif, sehingga terkesan tidak tahu malu, itu gimana cara mengontrolnya?


Pertanyaan-pertanyaan diatas sering kali muncul ketika anak-anak kita seolah-olah  bertindak diluar kewajaran. Maka dari itu, Ayah dan Bunda sekalian, mari kita samakan terlebi dahulu definisi kita tentang sosialisasi. Bahwa manusia itu adalah makhluk sosial, maka tentu itu sudah menjadi kebutuhan dasar manusia sebagaimana layaknya makan, minum dan tidur. Ya, tentu! Lihat saja seorang bayi yang baru lahir sekalipun ia tetap butuh berinteraksi dengan tangisannya sama ibunya. Dengan begitu, dari awal lahir ia adalah makhluk sosial yang butuh untuk bersosialisasi.

Maka sebetulnya kalau kita berbicara tentang bersosialisasi, sebagai orang tua, kita membantu anak-anak kita memfasilitasi bagaimana caranya beradaptasi dengan lingkungannya dan bagaimana cara ia bersikap. Atau dengan kata lain, yang perlu kita tanamkan pada anak-anak kita yang paling utama adalah adab. Dan apakah sekedar adab? Tidak juga.

Sekaligus juga bagaimana anak-anak kita memiliki akhlak-akhlak yang terbaik, yaitu akhlakul karimah, yang bisa dipersembahkan untuk orang-orang disekitarnya. Maka, ketika kita berbicara tentang cara bersosialisasi anak, yang paling utama adalah dua hal tadi, yaitu Adab dan Akhlak. Hal yang penting itu kadang-kadang mungkin hal ini juga yang agak sedikit luntur untuk kita ajarkan dan kita tanamkan kepada anak-anak kita.

Contoh, misalkan kalau dalam keseharian sekarang kalau anak-anak mau main sama teman sebayanya atau teman yang seumuran dengan mereka, ketika manggil buat bermain 'kan langsung main panggil nama saja ya. Seperti ini: "Andiiiiiiiiii! Andiiiii! Main yuuuukk!" Nah, ini adabnya bagaimana, ya? Karena seperti yang kita ketahui ada yang namanya adab ngetok rumah setiap kali berkunjung kerumah orang lain. Ada lagi yang namanya adab salam. Jadi, kemuliaan-kemuliaan adab inilah yag sebetulnya paling utama yang perlu atau harus kita sampaikan dan wajib kita tanamkan kepada anak kita.

Terus perkara misalkan anak-anak kayak 'Aduh, kok anak saya nggak mau salam sama kakeknya atau neneknya, ya?' ini bisa kita lihat dulu dari perkembangan anak. Karena memang anak juga di satu siis berbeda-beda. Ada anak yang tingkat kewaspadaannya tinggi, si anak perlu lihat ke kanan dan kirinya dahulu, dia perlu memastikan semuanya itu aman, ya tentu saja aman versi dirinya gitu ya. Setelah very dirinya itu memastikan dan menyatakan semuanya aman, maka ketika dia sudah merasa secure, sudah merasa aman, barulah dia mau untuk sekedar salaman sama orang yang baru dikenalnya. Dan memang ada tipe anak yang seperti itu, jadi tingkat kewapadaan nya tinggi. Tetapi disisi lain ada juga memang anak yang tidak perlu merasa waspada setinggi itu, tapi yang penting cukup terlihat sekilas kanan dan kiri atau di sekeliling anak terlihat aman, maka dia akan senang untuk bermain dengan orang disekitarnya, walaupun itu termasuk orang asing yang baru anak kita kenal. Bahkan dia senang dan tidak ragu untuk menyapa orang-orang disekitarnya

Sebagai contoh, Bu Mirna memilik tiga orang anak dan memiliki sifat yang berbeda-beda. Anak pertama itu senang sekali ketika bertema dengan orang baru, contohnya saja ketika sedang naik taksi online, cukup sering justru dia duluan yang menyapa. Sedangkan anak yang nomor dua, ini tingkat kewaspadaannya tinggi sekali, bahkan sangat luar biasa tingginya

 Kalau jalan berdua saja sama si anak kedua ini, karena tingkat kewaspadaannya yang tinggi, kadang-kadang mau salaman masih takut gitu. Tapi jika jalan bertiga, Ibu, si kakak pertama dan anak kedua ini, jika dia sudah melihat si kakak enjoy berinteraksi dengan orang yang baru mereka kenal, maka diapun akan ikutan enjoy sama seseorang itu. Kan, jadi disini kita bisa lihat perbedaan-perbedaan itu. Maka kalau misalkan ada anak yang namanya kok belum mau untuk salaman, baik itu kepada kakek atau neneknya sendiri danbahkan kepada orang baru, dan sama kerabat dekat lainnya, ya, mungkin karena faktor pertemuannya pun jarang. Jadi mash ada rasa insecure didalam diri anak.

Ayah, Bunda ini normal, ya. Tidak akan ada masalah gitu, selama memang didalam rumah yang perlu kita pastikan  adalah lingkungan yang kita berikan antara ayah dan bundanya dalam rumah itu, bukanlah lingkungan yang terasa mencekam  yang bisa membuat anak-anak menjadi tidak nyaman. Mencekam seperti apakah itu? Rumah yang penuh dengan amarah, penuh tuduh menuduh, atau mungkin anatara Ayah dan Bunda saling perang tapi perang dingin. Kalau misalkan seperti itu, itu nanti aka ada hubungannya dengan secure dan insecure nya anak, ketika mereka berada diluar nanti.

Nah, tapi Ayah dan Bunda sekalian. Yang paling penting sekali lagi kalau kita bicara tebntang sosialisasi, bagaimana cara anak bersosialisasi, itu adalah kita ajarkan anak-anak dengan dua hal penting. Yaitu adalah perkara adab dan yang kedua adlah perkara bagaimana anak-anak kita memilih respon-respon dan memilih akhlak-akhlak yang terbaik. Cukup dua hal ini saja Ayah Bunda, yang menjdi PR penting kita untuk senantiasa kita tanamkan dan kia install tiap hari dalam keseharian anak-anak kita.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun