Mohon tunggu...
Aprilia Normasari
Aprilia Normasari Mohon Tunggu... -

Mahasiswa salah satu universitas negeri di kota Yogyakarta Menulis untuk Hobi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pragmatisme Politik 2014

13 Mei 2014   20:29 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:32 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tahun 2014 menjadi tahun yang teramat penting untuk kita masyarakat Indonesia, bagaimana tidak?? di tahun 2014 ini bangsa Indonesia mengadakan hajatan besar pesta demokrasi untuk memilih calon legislatif dan Presiden Indonesia 2014. Pemilu ini bagi masyarakat Indonesia tentu saja tidak bisa dianggap sepele karena nasib kita hingga 5 tahun mendatang adalah berdasarkan hasil dari apa yang telah kita pilih sekarang. Oleh sebab itu salah memilih wakil rakyat sama saja dengan kita masuk pada kandang macan. Sakit dan tersiksa.

Yang banyak dikhawatirkan pada pelaksanaan pemilu 2014 ini adalah banyaknya masyarakat yang cenderung bersifat pragmatis. Kampanye yang diikuti oleh ribuan massa setiap harinya mesti kita pertanyakan. Apakah massa tersebut benar-benar loyalis dari partai tersebut? apakah mereka memilih suatu partai benar-benar berdasarkan dari ideologi partai dan tokoh partai yang menaunginya? Atau mereka ikut berbondong-bondong kampanye hanya untuk sekedar senang-senang dan memperoleh uang saku dari partai? Pragmatisme masyarakat jelas terlihat ketika setiap hari selama masa kampanye mereka selalu aktif mengikuti kampanye dari partai manapun tidak pandang bulu serta tanpa peduli visi misi caleg dan visi misi partai. Yang terpenting bagi masyarakat golongan ini adalah mereka bisa mendapatkan uang saku dari hasil berkampanye. Ibarat kata esok dhele sore tempe, senen klambine abang seloso klambi kuning.

Kebanyakan dari masyarakat awam dari golongan menegah kebawah memilih berdasarkan uang saku yang mereka terima. Masyarakat belum sepenuhnya sadar bahwa money politics adalah salah satu penyebab terhambatnya kesejahteraan sosial. Bagaimana tidak, seorang caleg yang membagi-bagikan uang pada saat pemilu tentu saja ketika ia terpilih kelak akan berusaha untuk mengembalikan modal yang telah ia keluarkan, modal itu tentu saja tidak akan kembali 100% karena gaji yang didapat selama 5 tahun masa jabatan tidak cukup untuk mengembalikan modal, maka dari itu timbulah niat-niat jahat dengan cara melakukan korupsi. Pejabat korupsi rakyat juga yang merugi.

Sialnya bukan hanya masyarakat yang berfikir pragmatis, tidak sedikit diantara para caleg dari berbagai partai politik mencalonkan diri sebagai wakil rakyat bukan atas dasar hati nurani untuk memperbaiki kualitas bangsa dan kesejahteraan rakyat, visi pencalonan justru digerakkan oleh dorongan pragmatis demi memperkaya diri pribadi saja. Ironi.

Berkaca dari itu semua, tentu saja kita masih memiliki harapan agar bangsa kita ini menjadi bangsa yang bersih dan bermoral. Sebagai warga negara yang baik, marilah kita hindarkan pikiran kita dari pikiran-pikiran yang bersifat pragmatis. Pragmatisme politik yang marak di negeri kita tercinta ini tentu saja masih bisa kita musnahkan asalkan kita sendiri mau mengubahnya. Masyarakat harus memiliki pendidikan politik yang baik agar kedepan Indonesia bisa maju dan berkembang mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Aprilia Normasari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun