Mohon tunggu...
Lovely April
Lovely April Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Follow FB: @lovelyapril888

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sang Penari

17 Februari 2024   12:30 Diperbarui: 17 Februari 2024   12:47 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Desa Ngampel tengah dikunjungi oleh rombongan tari dari daerah seberang laut. Mereka rombongan tari perjalanan yang berjalan dari desa ke desa. Pasukan tari terdiri dari beberapa orang penari wanita disertai sekelompok pria yang memainkan perangkat pengiring tari seperti rebab dan gamelan.

Dan malam ini, pertunjukkan oleh rombongan tari tersebut diselenggarakan di lapangan balai desa. Penduduk telah ramai berdatangan untuk menyaksikan hiburan rakyat tersebut. Bunyi tetabuhan gamelan berpadu dengan gesekan dawai rebab mengawali pertunjukan, kemudian muncul 5 orang wanita muda mengenakan kain atasan berwarna hijau dipadukan jarik dan selendang. Rambut yang disanggul dengan hiasan ronce bunga melati menambah  pesona para gadis muda ini. Mereka dengan gemulai menari mengikuti irama gamelan.

Kamandaka, pemuda bertubuh tegap kekar berada di barisan depan penonton. Bola matanya tertumbuk pada sosok penari yang berada di tengah. Gadis itu berwajah bulat telur dengan dagu meruncing. Matanya besar dan indah, dipayungi lengkungan alis hitam legam, yang mana alis itu berpangkal pada hidung yang bak dasun tunggal. Paras gadis itu secantik batari dari kayangan.

Kamandaka bagai terhipnotis. Pada wajah  yang bersinar bak rembulan malam itu, pada gerakan tubuh dan jemari lentiknya yang seakan mengandung daya magis yang membuatnya takluk pada daya pikat sang batari. 

"Namanya Sekar ayu," tiba-tiba sebuah suara berbisik di telinganya, memecah lamunan Kamandaka. 

Satemo, kawannya sejak kecil telah berdiri di sampingnya. Pria itu tersenyum ke arahnya. 

"Kamu naksir yo sama gadis itu? "tanya Satemo. 

"Entahlah, Mo. Tapi hatiku seperti bergendang riang saat memandangnya," sahut Kamandaka. 

Satemo yang berperawakan pendek dan gemuk itu menepuk bahunya, lalu mendekatkan kepala ke arah temannya. 

"Pesanku hati-hati, Daka. Orang dari daerah seberang laut ada yang mengatakan padaku bahwa gadis yang kau sukai itu telah bersekutu dengan bangsa lelembut, "Satemo berkata dengan suara yang direndahkan. 

Kamandaka nampak terkejut. Lalu Satemo menarik tangannya, menjauh dari suara gamelan yang hingar bingar. Di bawah pohon kelapa, Satemo meneruskan ceritanya. Menurut desas desus yang ia dengar, Sekar ayu mendapatkan keelokan paras wajah dan kepiawaiannya menari dengan cara berkoalisi dengan ratu jin. Sebab itulah Sekar ayu banyak penggemarnya dan selalu menghasilkan uang saweran paling banyak. 

Kamandaka hanya terdiam mendengar penuturan Satemo. 

***

Pada akhirnya Kamandaka berhasil berkenalan dengan Sekar ayu. Mereka beberapa kali jalan bersama. Kadang bersama-sama dengan Satemo dan Padmawati, sahabat Sekar ayu yang juga penari. Terkadang mereka berdua saja. 

Namun Kamandaka bukanlah pemain tunggal, karena selain dirinya, ki demang Wangun dan juragan kain tenun Sumitro juga masuk kancah pertempuran. Pertempuran memenangkan cinta Sekar ayu. 

Suatu pagi di dangau sawah, Kamandaka tengah bersama Sekar ayu. Di hadapan mereka terhampar  tanaman padi berwarna hijau berbulir biji berwarna kekuningan. Sekawanan burung bangau sawah terbang rendah dan mendarat di tanah sawah. Satwa dengan bulu berwarna putih bersih dan berkaki panjang itu nampak berburu serangga dan katak untuk mengisi perut mereka yang kosong. 

Sawah ini adalah milik orangtua Kamandaka. Kamandaka yang mengelola, karena ayahnya telah sepuh. 

"Sekar, aku ingin mengatakan sesuatu padamu, " ujar Kamandaka pada Sekar ayu. "Aku tak bisa menyimpan lebih lama lagi rasa ini. Aku... mencintaimu."

Sekar ayu tampak terkejut. Sejurus air mukanya berubah. Ada ketakutan terlukis di wajahnya. 

Dan sekonyong-konyong gadis berambut panjang sepinggang itu bangkit dari duduknya. 

"Ma...maafkan aku, Daka. Aku harus pergi, " gadis itu berpamitan, lalu beranjak begitu saja meninggalkan Kamandaka yang terheran-heran dengan sikap Sekar ayu. 

Ada apa dengan gadis pujaan hatinya itu? apakah aku salah telah mengungkapkan cinta? pikir Kamandaka. 

***

Senja hari. Desa Ngampel mulai gelap dan sunyi. 

Kamandaka baru saja tiba dari desa tetangga, tempat paman dan bibinya tinggal. Ia ke sana mengantarkan panenan hasil bumi, untuk membantu paman dan bibinya yang minggu depan hendak mengadakan hajat menikahkan putri tunggal mereka. Saat Kamandaka melintasi batas hutan di tepi sungai, ia terkejut. Dalam remang malam, ia melihat sosok wanita yang tak asing baginya keluar dari dalam hutan. Sekar ayu ! apa yang dilakukan gadis itu malam hari sendirian di dalam hutan ? 

Kamandaka segera mengejarnya, namun ia tak berhasil menyusul gadis itu. Kamandaka hanya mencium wangi aroma sesajen yang tertinggal di udara di tempat ia melihat Sekar ayu. Sesajen siapakah ini? pikir Kamandaka. Apakah milik Sekar ayu? tiba-tiba ucapan Satemo mengenai Sekar ayu yang bersekutu dengan jin mencuat di benaknya, namun segera ditepisnya praduga tanpa bukti itu. 

***

"Kamandaka," terdengar sebuah suara lembut menyapa Kamandaka yang tengah membersihkan diri di sawah dengan air.

Kamandaka menoleh dan senyumnya merekah tatkala mengetahui Sekar ayu yang telah memanggilnya. 

Ia mempersilahkan gadis itu duduk di dangau. Beberapa orang desa yang bekerja mengolah sawahnya berpamitan pulang, hingga hanya ada mereka berdua. 

"Maafkan atas sikapku tempo hari ya, aku meninggalkanmu begitu saja, "ucap Sekar ayu. 

"Tak apa, Sekar," sahut Kamandaka memaklumi. 

Semilir angin berhembus, meniup rambut Sekar ayu. Sekar ayu merapikan rambut, menyatukannya dan membawanya ke sisi bahu depan. Hingga nampak dari samping kecantikannya yang alami mempesona.

"Aku merindukanmu, Daka, " Sekar berucap sambil tertunduk malu. 

"Aku juga merindukanmu, " Kamandaka merasakan senandung renjana mengalun di hatinya. 

Sekar ayu memejamkan kedua matanya. Hatinya bergejolak. Sejatinya, ia tak boleh membiarkan dirinya jatuh cinta pada siapapun, tidak jua kepada lelaki di sampingnya ini. Ia telah terikat  dengan 1 ikrar. Namun, ia tak kuasa untuk melawan pesona pemuda gagah Kamandaka yang telah menjeratnya. 

Hujan turun membasahi mayapada, wajah desa bertambah pekat seiring senja yang merayap. 

Dan 2 insan yang telah tertawan asmara ini pun terhanyut. Silap. Dangau bambu menjadi saksi bisu cerita cinta mereka. 

***

Desa Ngampel geger. 

Mayat seorang gadis ditemukan di dalam hutan, di batas sungai. Gadis itu adalah Sekar ayu, sang penari. Tak diketahui apa yang telah terjadi padanya.

Kamandaka, sang pemuda duduk berlutut di sisi kekasihnya yang telah terbujur kaku. Dengan tangan dingin gemetar, perjaka itu mengeluarkan sebuah kotak ukir kecil dari dalam saku bajunya. Dibukanya kotak itu dan dikeluarkannya sebentuk cincin emas dari dalamnya. 

"Sekar, lihatlah aku membelikanmu cincin. Aku bermaksud hendak meminangmu. Kenapa kau kini pergi meninggalkanku?" serak suara Kamandaka, berbaur lara dan nestapa yang menyesakkan dadanya.

Padmawati terlihat berjalan menghampiri Kamandaka. 

"Kamandaka, ada yang ingin kukatakan padamu, " sahabat Sekar ayu itu berkata, wajahnya tampak gundah gulana. "Daka, sesungguhnya Sekar ayu adalah gadis yang baik. Namun ia telah bersekutu dengan ratu jin untuk mendapatkan pesona kecantikan dan kekayaan. Tetapi kekayaannya diberikan kepada bapaknya yang berhutang dalam jumlah sangat besar, serta untuk menafkahi adik-adiknya. Keluarga mereka dulu sangat miskin, sebelum Sekar menjadi penari. Sekar lalu menerima syarat dari ratu jin yakni ia akan menjadi penari masyhur dan kaya, tapi ia tak boleh jatuh cinta pada lelaki manapun dan harus menjaga kesuciannya hingga perjanjian mereka selesai. Jika melanggar, maka Sekar ayu akan.... mati."

Padmawati tertunduk dalam. 

Kamandaka tercekat, kemudian terdiam. Penuturan Padmawati ternyata sama dengan yang pernah dikatakan oleh Satemo dahulu.

Tubuh Kamandaka kini bagai dilolosi tulangnya satu persatu,  lemas rasanya. Bayangan peristiwa malam itu, di dangau miliknya berkelebat di ingatannya. Malam di mana cinta kasih mereka berpadu.

"Akh, maafkan aku, Sekar ayu...", lirih Kamandaka berujar.

Ia teringat pada kesilapannya malam itu yang ternyata harus ditebus mahal dengan kepergian sang penari untuk selamanya. 

Selesai

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun