Saya sengaja meniru judul bukunya mas Wisnu Kompas, yang terkenal dengan serial buku “Pak Beye-nya...” Judul itu juga sering dipakai oleh penulis lain, termasuk di Kompasiana, karena memang terdengar dan terbaca menarik. Buat saya, pak SBY bukan sekadar pemimpin yang layak dikagumi tetapi lebih dari itu, beliau memberikan banyak sekali contoh positif, buat siapa saja yang mau belajar. Bagi siapa saja yang mau “membaca”. Kerugian besar jika kita mendapatkan informasi yang banyak tentang sesuatu, tapi tidak bisa belajar dari sesuatu itu.
Menarik mencermati sikap pak Beye terkait dengan media massa. Meskipun saya bukan pakar media massa, tapi kita bisa melihat sepak terjang pak SBY terkait media massa, dan belakangan media sosial. Ketika pertama kali muncul menjadi capres pada 2004, pak SBY dianggap media darling (saya kurang paham sih istilah ini, hehe) tapi kira-kira artinya adalah kesukaan media atau pihak yang sedang disukai media untuk dijadikan bahan berita. Biasanya, yang jadi media darling adalah hal-hal positifnya. Kalau hal negatifnya mungkin menjadi media hating, hehe.
Tapi seiring perjalanan waktu, terjadi perubahan sikap media massa terhadap pak SBY, terutama pada periode kedua pemerintahannya. Media massa seperti berbalik arah “membenci” presiden dan pemerintahan. Apapun yang dilakukan pemerintah selalu yang diangkat adalah negatifnya. Hal positifnya sangat sedikit. Pak SBY selalu mendapatkan tekanan dari media massa. Bagaimana sikap pak SBY? Apakah gusar? Apakah kesal? Ya, pak SBY kesal, gusar dan kecewa terhadap sikap media massa yang dianggapnya cenderung tidak berimbang dan sering menyudutkan. Tapi pak SBY tidak menyikapinya dengan negatif... inilah yang layak ditiru oleh pemimpin manapun.
Alih-alih membuat kebijakan yang merugikan iklim demokrasi dan kebebasan pers, pak SBY justru rajin mengingkatkan media untuk selalu netral dan berimbang. Ketika dihujat media, SBY tidak melakukan pembalasan. Paling-paling hanya memberikan klarifikasi. Padahal, sebagai seorang penguasa (presiden), bisa saja pak SBY memerintahkan kementrian komunikasi dan informasi serta jajaran lainnya, untuk mempelajari kelemahan media massa, dengan tujuan mengurangi atau membungkam suaranya. Pak SBY tidak melakukannya. Hmmm, kalau saya dihujat-hujat begitu, pasti sudah terjadi pembalasan setimpal, hehe. Untung saya tidak jadi presiden atau istri presiden...
Pak SBY justru melakukan banyak hal terkait media, yang belum pernah dilakukan presiden sebelumnya atau jarang dilakukan pemimpin lainnya. Misalnya, beliau menggunakan twitter untuk menyampaikan langsung ucapan-ucapannya. Dengan pesan langsung lewat twitter, maka ucapan pak SBY tidak akan salah dikutip media. Paling tidak, itulah yang sering dikeluhkan juru bicara kepresidenan yang menganggap banyak media salah kutip atau sembarangan kutip. Kalau di twitter, siapapun bisa membaca pesan SBY secara langsung, tidak lewat media massa. Cerdas juga tuh yang membisikkan ide twitter ke SBY.
Pak SBY juga membuka laman di facebook untuk memperlihatkan kegiataannya sehari-hari. Coba deh tengok isinya. Banyak sekali foto kegiatan pak SBY di sana. Sekarang, masyarakat tidak perlu menunggu hal semacam itu dari media massa, baik cetak maupun elektronik. Cukup buka facebooknya presiden, maka seluruh kegiatan ada di sana. Itulah manfaat media sosial saat ini. Jarak antara pihak yang sebelumnya jauh, bisa didekatkan.
Belakangan pak SBY juga menggunakan youtube untuk berkomunikasi langsung dengan publik. Hehe, hebring pisan ya... Kalau dulu, youtube dipakai Norman Kamaru atau Sinta Jojo untuk popularitas instant, kini youtube bisa dipakai juga oleh seorang dengan level presiden dan ketua umum partai berkomunikasi. Luar biasa.
Menurut saya, dengan berbagai saluran media tersebut, SBY makin leluasa pula berkomunikasi. Jika selama ini, ada hambatan komunikasi karena saluran dikuasai media massa tertentu, maka sekarang tidak lagi. Pak SBY bisa menggunakan media sosial dan media alternatif lain untuk menyampaikan pesan kepada publik, tanpa takut diolah dengan cita rasa berbeda oleh pengelola media massa. Ini langkah cerdas yang dilakukan pak SBY yang bisa dicontoh oleh pemimpin-pemimpin lainnya jika menghadapi tekanan dari media massa.
Meski ditekan sedemikian rupa oleh media massa, pak SBY tetap mampu bertindak secara rasional dan meresponnya dengan sangat cerdas. Tidak perlu menggunakan cara-cara kotor atau keras kepada media massa. Dan ternyata tidak perlu juga menjadi penguasa media massa, untuk menjadi pemimpin yang dianggap sebagai sahabat pers.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H