Sebuah berita di harian nasional hari ini menyebutkan, jumlah perempuan yang terpilih menjadi anggota legislatif hanya 79 orang, atau 14%. Padahal periode yang lalu, jumlah perempuan anggota DPR lebih dari 100 orang dengan prosentase 18%. Terjadi penurunan 4%, yang cukup memprihatinkan. Jumlah calegnya sendiri sesungguhnya bertambah. Periode lalu hanya 33% caleg perempuan, sedangkan sekarang mencapau 38%. Kenapa ya jumlah perempuan yang masuk Senayan berkurang?
Sebelum menjawab pertanyaan itu, simak data berikut ini yang menunjukkan tentang jumlah caleg sukses dari tiap partai.
-Hanura meloloskan 2 caleg perempuan, total kursi 31 (< 10%)
-Nasdem 3 caleg, 39 kursi (<10%)
-PKSÂ 1 caleg, 40 kursi (<5%)
-PPPÂ 9 caleg, 39 kursi (23%)
-PANÂ 8 caleg, 44 kursi (18%)
-PKB Â 9 caleg, 51 kursi (18%)
-Demokrat 12 caleg, 57 kursi (21%)
-Gerindra 6 caleg, 67 kursi (9%)
-Golkar 17 caleg, 83 kursi (20%)
-PDI PÂ 12 caleg, 109 kursi (11%)
Dari data di atas, partai dengan prosentase terendah keterwakilan perempuan adalah PKS hanya 2,5%. Sedangkan yang tertinggi adalah PPP (23%) disusul Demokrat yang mencapai 21% dan Golkar 20%.  PDI P dan Gerindra, dua dari tiga partai penguasa pemilu, prosentase anggota legislatif yang lolos ke Senayan di bawah rata-rata. Menjadi pertanyaan bagaimana kualitas caleg perempuan mereka, sehingga hasilnya di bawah rata-rata? Apalagi jika dibandingkan harapan ideal caleg perempuan. Kondisi ideal perempuan di DPR adalah 30%. Kondisi sekarang baru 14%. Perolehan partai besar itu hanya 9-11%. Kalau melihat data tersebut, hanya Golkar, Demokrat dan PPP yang mendekati angka ideal.
Sebuah PR besar buat para partai politik untuk meningkatkan kualitas caleg perempuan yang diajukan. Saya dapat informasi bahwa banyak parpol yang hanya mengajukan caleg perempuan sekadar untuk memenuhi syarat 30% keterwakilan. Sejumlah caleg perempuan itu hanya dipinjam namanya kemudian ditampilkan sebagai caleg. Sang caleg tidak ngapa-ngapain, tidak kampanye, tidak berpolitik. Jadi bagaimana bakal terpilih? Yang bergerak dan beraktivitas mencari suara saja gagal, apalagi yang diam saja. Apalagi kebanyakan caleg perempuan itu, hanya ditempatkan di nomor urut gemuk alias nomor urut paling bawah.
Saya tidak bisa memastikan apakah parpol yang jumlah perempuan lolos ke Senayannya minim, melakukan hal tersebut. Saya juga tidak memastikan apakah parpol yang caleg perempuannya banyak lolos, benar-benar mengusung caleg perempuan berkualitas. Yang pasti, meski data ini baru sementara, kita – khususnya kaum perempuan – tidak ada salahnya mengapresiasi PPP, Demokrat dan Golkar  yang prosentase perwakilan perempuannya, lebih banyak. Mungkin kalau pemenang pemilunya bukan PDI P, keterwakilan perempuan akan lebih besar dibanding sekarang... seperti 2009 lalu, Demokrat yang jadi pemenang dan keterwakilan perempuan di DPR RI mencapai 18%.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H