Saya senang dengan perkembangan politik sekarang. Meski masih diwarnai gonjang ganjing dan ramainya komentator, tapi asyik juga ya menyaksikan para politisi hilir mudik, panas dingin, ribut sendiri dan sejenisnya. Seru. Ada politisi yang ngambek karena tidak jadi dicapreskan (senggol bang haji Rhoma). Ada yang galau karena tidak ada yang mau menjadi pasangannya (sentuh pak ARB ah). Ada juga yang sangat percaya diri bakal jadi presiden berikutnya (colek Jokowi). Dan ada juga yang begitu penuh semangat seperti mau merebut kemerdekaan (senggol Prabowo).
Selain mereka, para pemain pendukung juga tidak kalah sibuk dan serunya. Ada partai yang ribut-ribut cari perhatian, berantem di dalam, meski akhirnya ke situ-situ juga, hehe (PPP). Ada partai yang sepertinya alim banget tapi koalisinya dengan capres yang punya rekam jejak kurang baik juga hehe (PKS). Ada juga partai yang realistis banget katanya karena mendasarkan keputusan dengan peluang di atas kertas (PKB). Ada juga partai yang kehilangan percaya diri, hehe (Hanura). Jangan bahas partai yang tidak masuk hitungan ya (PBB dan PKPI). Tapi saya lebih menghargai Nasdem deh, yang sejak awal tanpa basa-basi langsung dukung pihak lain... tahu diri.
Nah, di antara sekian manuver dan gerak gerik politik kita, saya paling suka menyimak gerak-gerik SBY. Presiden Indonesia yang juga ketua umum Demokrat. Sejauh ini, SBY masih lebih mementingkan urusan kenegaraan dibanding kepartaian. Nyaris tidak ada gebrakan apapun dari SBY selama setelah Pileg. SBY langsung fokus bekerja di pemerintahan. Banyak pihak yang merayunya untuk beraksi di partai, bahkan ada yang mengusulkan SBY jadi cawapres (hehe aya aya wae), tapi tidak digubrisnya. SBY tetap cool, tetap bekerja di instana, tetap tidak terpengaruh oleh hiruk pikuk pencapresan. Bahkan dalam sejumlah kesempatan, SBY justru bertanya kepada para wartawan tentang perkembangan persaingan capres.
Namun banyak pihak yakin, SBY sudah punya strategi khusus menjelang detik terakhir pencapresan. Banyak pihak percaya, SBY adalah politisi jempolan yang selalu bertindak dengan penuh perhitungan. Mungkin mereka yakin, karena rekam jejak SBY dalam pemilu 2004 dan 2009. Saat itu, SBY memang hebat karena berhasil memenangkan pemilu dan khususnya pilpres. Strateginya teruji, dan memang hasil dari ilmu pengetahuan yang dipelajarinya lewat buku, guru dan pengalaman. Sehingga wajar jika sekarang, banyak pihak berharap kehebatan SBY itu terulang kembali. Apalagi perolehan suara Demokrat, masih OK lah dengan 10 % suara.
Tapi bukan tidak mungkin justru SBY memiliki strategi yang justru di luar jangkauan nalar para pengamat, politisi dan kita semua. Mungkin saja. Dari sejumlah pernyataannya, SBY mengatakan membuka kemungkinan untuk koalisi, untuk bergabung dengan partai lain, untuk mencapreskan jagoanya atau memilih sendiri alias menjadi oposisi. Paling banyak berharap SBY membuat poros baru. Tapi mungkin saja sih SBY malah memutuskan oposisi sejak dini. Oposisi yang matang. Siapa tahu? Yang jelas, sikap dan pikiran SBY memang hebat dan diakui oleh banyak kalangan, sehingga kebijakannya sampai detik terakhir pun masih ditunggu-tunggu. Selamat menunggu deh!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H