Mohon tunggu...
Apriliana Wakhidah
Apriliana Wakhidah Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang Ibu Rumah Tangga

INFJ. Hobi berpikir, kadang suka menulis.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Berbeda dengan Euro dan Uni Eropa, Inilah Kekuatan Konektivitas Sistem Pembayaran di Negara ASEAN

18 Juni 2023   10:26 Diperbarui: 18 Juni 2023   10:34 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: https://www.bi.go.id/id/publikasi/ruang-media/cerita-bi/Pages/QRIS-antar-negara

Jika sebagian besar negara di Eropa berkumpul dan membuat sebuah organisasi bernama Uni Eropa, maka di wilayah Asia Tenggara kita memiliki ASEAN (Association of Southeast Asian Nations). Latar belakang dan sejarah terbentuknya dua organisasi besar ini memang berbeda, namun keduanya hampir memiliki tujuan ekonomi yang sama: pertumbuhan, percepatan, dan pemerataan ekonomi.

Uni Eropa pada tahun 1992 melalui Perjanjian Maastricht mendirikan Euro sebagai mata uang, dan resmi digunakan pada tahun 1999 sebagai alat pembayaran non tunai, dan pada tahun 2002 mengeluarkan uang kertas dan koin sebagai alat pembayaran tunai. Pembentukan Euro sebagai mata uang dilakukan untuk mengurangi harga dan menekan dinamika valuta asing sehingga perdagangan lebih maju dan berkembang. Mata uang bersama ini diharapkan dapat memudahkan transaksi bisnis maupun perjalanan di kawasan Eropa. Sayangnya, mata uang bersama ini diikuti oleh beberapa kekurangan seperti: pemalsuan, proses pergantian mata uang yang memakan waktu serta biaya, dan hal-hal lain yang pada akhirnya menyebabkan inflasi. Untuk menekan inflasi dan mengurangi risiko, beberapa persyaratan ditetapkan kepada negara-negara yang ingin menggunakan Euro sebagai mata uang antara lain utang pemerintah tidak melebihi 60 persen dari GDP, memiliki inflasi dan suku bunga rendah, dan mata uang negaranya harus tetap stabil terhadap euro.

Indonesia, melalui Bank Indonesia menginisiasi terbentuknya konektivitas pembayaran di beberapa negara ASEAN dengan QRIS antar negara. QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) atau yang dibaca KRIS merupakan penyatuan berbagai macam QR dari berbagai penyelenggara jasa sistem pembayaran menggunakan QR Code. QRIS dikembangkan agar proses transaksi dapat lebih mudah, cepat dan aman. Cukup bawa smartphone, dompet ketinggalan pun tidak masalah. Sekarang, kemudahan ini dapat dibawa sampai ke luar negeri. Saat ini QRIS antarnegara sudah bisa digunakan di Thailand dan Malaysia, Singapura dan Filipina menyusul nantinya. Tidak menutup kemungkinan jangkauan QRIS antarnegara akan semakin luas ke seluruh negara ASEAN.

Euro dan QRIS antarnegara sama-sama dibuat untuk memudahkan pembayaran dan mendorong percepatan ekonomi, namun keduanya berbeda. Euro adalah mata uang, sedangkan QRIS antarnegara adalah sistem pembayaran. QRIS tidak mewajibkan negara penggunanya untuk mengubah mata uang negaranya dengan syarat khusus seperti ketentuan maksimal utang pemerintah dan lainnya. Yes, because it's just cross-border payment. Dengan memindai kode pembayaran menggunakan QRIS antarnegara, saldo akan secara otomatis terdebet menyesuaikan kurs mata uang lokal. Hal ini memungkinkan wisatawan untuk melakukan perjalanan tanpa repot-repot menukar uang. Hal yang perlu disorot adalah kemudahan bertransaksi di luar negeri tanpa harus menukar uang. Karena disadari atau tidak, menukar uang di money charger cukup merepotkan dan menghambat efisisensi perjalanan itu sendiri. Kekuatan dari QRIS antarnegara juga dapat mendorng UMKM dan pemulihan pariwisata di negara-negara ASEAN. Sektor pariwisata adalah yang paling diuntungkan karena keberadaan QRIS antarnegara dapat meningkatkan jumlah wisatawan yang berkunjung. Wisatawan mana yang tidak tertarik melakukan perjalanan ke sebuah negara dan berbelanja jika sistem pembayaran bisa semudah dan senyaman ini?

Konektivitas sistem pembayaran antar negara juga dapat menigkatkan efesiensi transaksi dan mendukung digitalisasi perdagangan tanpa tunai (cashless). Efisiensi transaksi mutlak diperlukan di zaman yang serba cepat, yang mana jakarta-bandung saja sudah bisa ditempuh dalam waktu 20 menit dengan kereta. Tentu saja urusan transaksi harus lebih simpel dan efisien, bukan? Transaksi cashless secara lebih jauh juga dapat mengurangi penggunaan uang kertas dan mendukung green economy.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun