Mohon tunggu...
Apri Lianasari Putri
Apri Lianasari Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Hubungan Internasional Uin Sunan Ampel Sby

Whatever You are Be a Good One

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Lautan Plastik Menjadi Pengancam Kehidupan

28 Juni 2021   13:28 Diperbarui: 28 Juni 2021   13:59 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lautan Plastik di Teluk Ambon/LIPI

Indonesia merupakan negara maritim. Maksud dari kalimat tersebut ialah Indonesia negara yang berada pada wilayah yang dikelilingi oleh perairan juga dikelilingi banyak pulau. Jika dilihat dari segi geografis dua pertiga dari Indonesia merupakan lautan tentunya ini lebih besar dibandingkan dengan daratannya, dibuktikan dengan garis pantai yang membentang hingga kurang lebih 81.000 kilometer hampir di setiap pulaunya. Belakangan ini kondisi lautan Indonesia tidak berada pada kondisi yang baik, hamparan sampah-sampah plastik terlihat dimana-mana. Seperti yang diketahui sejak pada abad ke-20 ini penggunaan plastik kian meningkat setiap harinya, dikarenakan plastik merupakan bahan yang terjangkau, serbaguna, juga tahan lama, sehingga banyak sekali orang yang mengandalkan benda berbahan dasar minyak bumi tersebut.

Disekeliling kita banyak sekali benda -- benda yang berbahan dasar plastik, baik itu botol plastik berisi minuman kemasan, pembungkus makanan, dan masih banyak lagi perabotan yang berbahan dasar plastik. Setelah plastik tersebut dipakai tentunya akan dibuang, tetapi jika ada oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab seperti  membuang sampah sembarangan ke sungai akan membuat limbah tersebut mencemari lingkungan. Melansir dari worlpopulationreview.com di tahun 2021, Indonesia menduduki peringkat ke-11 produksi sampah plastik terbanyak di dunia dengan akumulasi kurang lebih 5 juta ton pertahunnya. Beberapa peneliti memperkirakan bahwa jumlah ini dapat berlipat ganda pada tahun 2025, sementara yang lain percaya bahwa pada tahun 2050 lautan kita cenderung memiliki lebih banyak plastik daripada ikan. Seperti di Pasifik Utara antara Hawaii dan California, di mana terdapat 1,8 triliun keping plastik.

Dalam krisis global pandemi covid-19 seperti sekarang ini semakin membuat keadaan memburuk, bekas pemakaian masker dan alat pelindung yang berbahan plastik membuat limbah sampah pun kian meningkat. Belum lagi karena terjadinya pembatasan banyak orang yang melakukan transaksi jual beli secara online yang mana pengemasan barangnya menggunakan plastik. Pada akhirnya semua sampah tersebut berakhir ke lautan. Teluk Ambon, salah satu perairan yang terkena dampak dari sisa-sisa pemakaian plastik kita. 

Dilansir dari situs Antaranews.com, pihak Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2LD-LIPI) menerangkan bahwa kepadatan sampah domestik di teluk yang berada pada Provinsi Maluku tersebut mengalami peningkatan dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Diketahui pula, bahwa penyebaran sampah terbesar terjadi pada wilayah dekat pasar Mahardika dan Galala, dengan 51 jenis sampah baik itu sampah rumah tangga dan yang paling banyak ialah sampah plastik. Sampah plastik ada di mana-mana dan melintasi perbatasan, dengan arus laut membawanya ke berbagai arah, termasuk pulau-pulau tak berpenghuni, membusuk dan tentu saja mencemari lingkungan. 

Tidak hanya mencemari lingkungan di laut Indonesia, juga dapat mencemari laut dunia, dan sampah yang dibuang ke laut dapat mencemari daratan. Sangatlah miris melihat keadaan tersebut, keindahan laut yang biasanya kita nikmati dan tempat berbagai makhluk hidup tinggal di dalamnya kini tercemari plastik-plastik yang menutupi lautan. Keanekaragaman hayati meliputi makhluk hidup di muka bumi ini baik itu hewan, tumbuhan, dan tentunya manusia akan terancam jika hal ini terus menerus terjadi. Mengingat bahwa sampah plastik ini membutuhkan waktu yang bisa dikatakan sangat lama untuk terurai dengan sendirinya, diperkirakan untuk plastik-plastik tersebut terurai membutuhkan 50 hingga 100 tahun lamanya.

Sampah plastik di lautan kita adalah masalah global. Dalam banyak kasus, terutama di negara yang lebih maju, sampah plastik dibuang secara teratur dan masyarakat disana pun akan bertanggung jawab akan sampahnya. Kemudian, dikirim ke fasilitas pemilahan, daur ulang, atau pemulihan. Namun, sampah plastik yang diproduksi di negara berkembang cenderung berakhir di tempat pembuangan sampah terbuka yang tidak diatur atau di buang ke sungai. 

Plastik dari tempat pembuangan sampah dapat ditiup ke badan air, seperti sungai terdekat, sebelum berakhir di laut. Masalah lainnya adalah banyaknya plastik yang diekspor ke negara-negara berkembang dari Eropa, Amerika Serikat dan Jepang. Standar daur ulang di negara berkembang tidak sebanding dengan standar di negara maju, dan pelepasan plastik ke lingkungan menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan.

Akibatnya banyak sekali dampak-dampak yang terjadi  dari limbah plastik ini, dimulai , polusi yang akan semakin meningkat dari hari ke hari, turunnya perekonomian pada sektor pariwisata, juga, sampah yang telah masuk ke dalam lautan akan terurai menjadi kepingan kecil sehingga terbentuk mikroplastik, kemudian akan ditelan oleh fauna-fauna laut dan menyebabkan kematian dari fauna tersebut atau dengan kata lain akan mengancam populasi dari ekosistem lautan. 

Namun tidak hanya itu, masyarakat juga akan mengalami dampak kesehatan, jika ikan tersebut dimakan manusia maka akan menimbulkan berbagai gangguan kesehatan seperti perubahan perilaku yang tidak disadari, gangguan hormonal, kelainan genetik, kanker serta penyakit aneh lainnya yang berpotensi muncul kapan saja. Dan jika dikonsumsi secara terus menerus maka akan menyebabkan hal yang lebih berbahaya lainnya. Dirasakan belum cukup dampak seperti itu bagi umat manusia, hal tersebut juga akan membuat kondisi bumi semakin mengenaskan, maka bisa mengakibatkan bencana-bencana lainnya bermunculan. Tentunya itu akan semakin memperburuk keadaan serta mengancam kehidupan makhluk hidup di muka bumi khususnya manusia.

Melihat dampak-dampak yang ditimbulkan sangat merugikan juga mengerikan, masih ada saja bahkan banyak sekali orang-orang yang tidak ingin bertanggung jawab menjaga lingkungan kita dimulai dari membuang sampah sembarangan, minimnya edukasi dan kesadaran bahwasanya plastik sangat berbahaya bagi lingkungan hidup, kurangnya ajakan dan tempat untuk mendaur ulang, kurangnya ketegasan dari pemerintah untuk mengurangi bahkan mengganti pemakaian plastik-plastik yang biasa kita gunakan, dan juga kurangnya apresiasi pada orang-orang yang berinovasi mengganti plastik yang ramah lingkungan baik itu terbuat dari singkong ataupun gelatin, dsb. 

Sehingga ketika dampak -- dampak buruk itu hadir, mereka akan marah dan tidak terima akan hal-hal yang terjadi akibat dari limbah plastik ini. Padahal jika mereka menjaga lingkungan dan tidak lepas tangan, maka, dampak baiknya akan dirasakan pula oleh mereka.

Maka dari itu, agar dampak tersebut tidak semakin parah, kita, sebagai makhluk yang hidup di bumi dan ingin hidup nyaman dan aman di dalamnya tanpa merasa terancam baik karena gangguan kesehatan atau bencana yang ditimbulkan oleh limbah plastik tersebut. Mulailah untuk merubah kebiasaan buruk yang akan membuat sampah-sampah tersebut berakhir ke lautan, mulailah dari hal yang terkecil dahulu dari mengurangi penggunaan plastik. 

Seperti menggunakan tumbler minum, membawa tote bag untuk berbelanja, tidak membuang sampah sembarangan, memilah sampah yang organik dan non-organik agar mudah untuk di daur ulang, gunakan kembali barang yang berbahan dasar plastik atau bisa membentuk suatu kerajinan tangan yang berguna nantinya, berinovasi membuat sesuatu yang bisa menggantikan plastik di kemudian hari. 

Dan mendukung orang yang telah berinovasi, entah menggunakan dan menyebarkan bahwa sudah ada benda yang bisa mengganti kemasan yang biasanya berbahan dasar plastik tersebut, sehingga nantinya banyak yang akan menggunakannya. Tidak lupa juga untuk mengedukasi dan membuat orang-orang sekitar kita sadar akan pentingnya menjaga lingkungan di bumi yang sudah renta ini. Setidaknya, jika kita tidak bisa mengubah 100% kita dapat menanggulangi hal-hal yang tidak diinginkan untuk terjadi.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun