Local Currency Settlement merupakan sebuah upaya meningkatkan nilai mata uang lokal di pasar global melalui transaksi bilateral menggunakan mata uang lokal.Â
Analis eksekutif Bank Indonesia Perwakilan Beijing Firman Hidayat menyampaikan bahwa transaksi bilateral Indonesia menggunakan mata uang lokal atau LCS dengan Thailand, Malaysia, Jepang, dan China kini terus menunjukkan peningkatan.
Peningkatan transaksi LCS dalam transaksi perdagangan dan investasi disebut akan mengurangi kebergantungan terhadap Dollar AS. Artinya, dalam setiap transaksi, kedua negara tidak lagi perlu untuk menukar mata uang lokal dengan dollar AS.Â
Direct Quotation berpotensi mendukung peningkatan efisiensi pedagangan dan investasi internasional. Transaksi model ini diyakini mempermudah pengusaha yang ingin melakukan investasi langsung ke negara lain.
 Beberapa negara mitra Indonesia dalam melakukan transaksi LCS dintaranya Myanmar (MYR), Thailand (THB), Japan (JPY), dan China (CNY).Â
Saat ini, China merupakan negara kerja sama LCS tererat dengan Indonesia mengingat statusnya sebagai negara ekspor utama Indonesia. Deputi Senior Bank Indonesia Destry Damayanti mengatakan bahwa Tiongkok merupakan negara kedua terbesar diukur dari nilai investasi asing langsung/foreign direcet investmen di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan data-data transaksi bulanan yang mencapai 15 juta dolar dalam 3 bulan terakhir.
Minat dan perkembangan investasi asing langsung/foreign direct investmen Tiongkok bertumbuh dengan sangat luar bisa. Pada tahun  2015 FDI dari Tiongkok hanya sebesar US$ 5,7 miliar, kemudian mengalami peningkatan menjadi US$ 33 miliar pada tahun 2020.
Namun demikian, 80% hingga 90% transaksi perdagangan dan investasi antara Indonesia dan Asia masih menggunakan dollar AS. Kondisi ini membuat mata uang Indonesia menjadi lebih fluktuatif , dan dibutuhkan solusi yang mendasar antara Indonesia dan mitra dagang utamanya untuk mengurangi volatilitas pada dollar AS, serta guna mendorong investasi dan perdagangan oleh investor asing.
Keengganan pengusaha melakukan transaksi LCS disebabkan oleh keinginan pengusaha untuk menjaga natural hedging agar tidak terjadi double currency. Maka, pendekatan Goverment to Goverment antar kedua negara yang bersangkutan baiknya dilakukan dengan memberikan insentif bagi pengusaha lokal dan pengusaha dari negara asalnya jika melakukan transaksi LCS.
Di sisi lain, penguatan transaksi LCS akan berdampak pada kondisi pasar dalam investasi valas. Penguatan transaksi LCS juga membuat mata uang China (Yuan) menguat. Sebab, Yuan dinilai sebagai mata uang yang nilai tukarnya tetap stabil oleh PBoC ( People’s Bank of China) karena suku bunga yang terkendali di bawah pemerintah. Sehingga, seiring menguatnya LCS Yuan kurang cocok sebagai instrumen investasi valas.
Sebaliknya, mata uang Yen milik Jepang kadang dinilai berfungsi sebagai lindung nilai di saat ekonomi tidak baik. Hal itu disebakan oleh nilai-niai fundamental negara  Jepang sebagai negara industri yang menjadi faktor utama investor dalam menentukan instrumen investasi. Maka dapat disimpulkan, faktor utama yang mempengaruhi investasi valas adalah ekonomi dan arah kebijakan bank sentral negara masing-masing.