Menurut Jimly Asshidiqie, sebuah negara tidak akan pernah mencapai kesempurnaan tanpa mempersiapkan segala sesuatunya berdasarkan hukum, serta memiliki sarana dan prasarana untuk menghadapi keadaan darurat. Hal ini penting agar semua dapat berjalan dengan baik, seperti yang diatur dalam Pasal 12 dan Pasal 22 UUD NRI 1945. Jimly juga menyebutkan tiga aspek utama yang dapat menyebabkan situasi darurat, yaitu: ancaman berbahaya, kebutuhan mendesak, dan keterbatasan waktu.
Â
Covid-19 telah menyebabkan sejumlah dampak negatif yang signifikan, terutama terhadap kesehatan masyarakat, yang tercermin dalam tingginya angka kematian selama masa pandemi. Selain dampak pada sektor kesehatan, Covid-19 juga mempengaruhi berbagai aspek lainnya, termasuk sektor ekonomi. Tidak ada negara yang selamat dari imbas negatif pandemi Covid-19. Hal ini berujung pada perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional, penurunan pendapatan negara, serta peningkatan pengeluaran publik. Akibatnya, tingkat pengangguran meningkat dan jumlah masyarakat yang hidup dalam kemiskinan di Indonesia juga bertambah, hal ini juga menjadi faktor pendorong banyak negara memberlakukan keadaan darurat dan menerbitkan kebijakan khusus untuk penanggulangan dampak negatif dari Covid-19. Dana Moneter Internasional (IMF) dalam World Economic Outlook (WEO) menyebutkan bahwa great lockdown sebagai peristiwa yang paling buruk sejak great depressin.
Â
Pemerintah Indonesia sendiri telah mengeluarkan beberapa kebijakan penting dalam menghadapi pandemi Covid-19. Di antaranya adalah Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 yang menetapkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, serta Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 mengenai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pada 31 Maret 2020, Presiden juga mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 yang berkaitan dengan kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk menangani dampak pandemi. Kebijakan-kebijakan ini memberikan dasar hukum yang diperlukan untuk mengatasi dan merespons secara efektif terhadap pandemi Covid-19. Tekanan akibat Covid-19 telah menyebabkan dampak negatif bagi negara dan masyarakat dalam berbagai aspek, termasuk melemahnya perekonomian nasional dan mempengaruhi stabilitas sektor keuangan. Hal ini menjadi alasan dikeluarkannya Perppu Nomor 1 Tahun 2020 sebagai landasan hukum bagi pemerintah dalam menangani masalah ekonomi yang timbul akibat pandemi.
Â
Untuk mengatasi dampak-dampak tersebut, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis dalam upaya perlindungan kesehatan masyarakat. Ini termasuk memperkuat sistem kesehatan, meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan, serta melaksanakan program vaksinasi secara masif. Selain itu, pemerintah juga harus merumuskan kebijakan yang mendukung pemulihan ekonomi, seperti memberikan bantuan sosial kepada masyarakat yang terdampak dan mendorong investasi untuk menciptakan lapangan kerja baru.
Â
Imunitas bagi pejabat negara dalam konteks Undang-Undang terkait Covid-19 berfungsi sebagai perlindungan hukum, sehingga mereka tidak dapat dikenakan proses hukum atas tindakan atau kebijakan yang diambil dalam rangka penanggulangan dampak pandemi. Perlindungan ini diberikan selama mereka bertindak dengan itikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang diatur oleh asas umum pemerintahan yang baik (AUPB). Namun, jika pejabat tersebut melakukan penyimpangan tanpa itikad baik atau melanggar ketentuan hukum, mereka tetap dapat diadili baik secara pidana maupun perdata, termasuk di Pengadilan Tata Usaha Negara. Hal ini penting untuk memastikan bahwa pejabat yang diberi kewenangan dalam penanganan dampak ekonomi akibat Covid-19 bertindak demi kepentingan negara. Jika terjadi penyimpangan, maka ada batasan yang jelas dan sanksi hukum yang dapat dikenakan. Dengan demikian, imunitas ini tidak berarti kebal hukum, melainkan harus diimbangi dengan akuntabilitas dan tanggung jawab dalam menjalankan tugas mereka.
Imunitas penanganan pandemi covid-19 dalam prinsip Equality Before The Law, pada prinsip ini kewenangan yang dijalankan oleh pemerintahan pusat dalam negara sangatlah luas dan mencakup seluruh warga negara. Oleh karena itu, mutlak dilakukan delegasi kewenangan (delegation of authority) baik dalam rangka desentralisasi maupun dekonsentralisasi. Dampak ekonomi pandemi 19 itu ada pada gangguan aktivitas ekonomi, pembatasan sosial dan kebijakn lowk down mengganggu proses produksi, pemasaran barang dan jasa maka hal ini dapat menyebabkan penurunan daya beli masyarakat. Pada kebijakan ekonomi pemerintah, pemerintah indonesia mengeluarkan beberapa kebijakan termasuk perubahan APBN dan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang untuk stabilitas keuangan.
Pentingnya peran berbagai lembaga, seperti Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Bank Indonesia (BI), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dalam menjaga stabilitas ekonomi dan keuangan selama pandemi.Menjelaskan tanggung jawab pejabat negara untuk bertindak demi kepentingan negara, serta batasan-batasan yang ditetapkan untuk menghindari penyalahgunaan wewenang. Oleh karena itu, sangat penting untuk mencapai keseimbangan antara memberikan perlindungan hukum kepada pejabat negara dan memastikan mereka akuntabel dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada masyarakat serta perekonomian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H