Mohon tunggu...
Aprilia Mifta Wulandari
Aprilia Mifta Wulandari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga

Assalamualaikum, Hallo semua~ Saya Aprilia Mifta Wulandari, seorang mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga. Selain kuliah, kesibukan saya saat ini adalah mengikuti organisasi dan beberapa kepanitiaan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Polemik Minyak Goreng: Pencabutan Larangan Ekspor CPO Sebabkan Harga Minyak Goreng Turun?

6 Juni 2022   21:18 Diperbarui: 6 Juni 2022   21:37 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

POLEMIK MINYAK GORENG : Pencabutan Larangan Ekspor CPO sebabkan Harga Minyak Goreng Turun?

            Indonesia merupakan negara produsen minyak sawit terbesar di dunia sejak tahun 2006. Sebagai negara penghasil Crude Palm Oil (CPO) terbanyak, tidak heran jika kelapa sawit dijadikan sebagai komoditas utama di Indonesia. Kelapa sawit menjadi salah satu komoditas perkebunan ekspor unggulan dan memiliki peran strategis dalam membangun perekonomian Indonesia. 

Subjek dari kelapa sawit yaitu minyak goreng, hingga kini menjadi bahan kebutuhan pokok mendasar, sehingga kestabilan harganya harus dijaga agar mudah dijangkau oleh masyarakat.

            Sejak akhir tahun 2021, fenomena kelangkaan dan lonjakan harga minyak goreng terjadi di Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh penurunan produksi serta kenaikan harga beli Crude Palm Oil (CPO) dari produsen. Selain itu, terdapat beberapa faktor lain yang menyebabkan langkanya minyak goreng, antara lain ;

  • Fenomena panic buying, yakni perilaku masyarakat untuk membeli suatu kebutuhan atau komoditas tertentu secara berlebihan dan kemudian menimbunnya dalam jumlah banyak ketika dalam situasi darurat. Perilaku masyarakat ini muncul juga pada saat awal pandemi covid-19 dan muncul kembali pada saat fenomena kelangkaan minyak terjadi.
  • Kecurangan distributor, dimana seharusnya minyak goreng harus disalurkan ke seluruh wilayah, namun para penyalur hanya mendistribusikan ke beberapa daerah saja. Hal tersebut menyebabkan pemerintah melalui Kementerian Perdagangan melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke pasar serta distributor minyak goreng.
  • Penimbunan dalam negeri, kasus terbesar yang ramai diperbincangkan yaitu Gudang PT Salim Ivomas Pratama Tbk. Perusahaan tersebut terbukti melakukan penimbunan minyak goreng dengan ditemukannya 1.138.361 kg minyak goreng di gudangnya oleh Polda dan Biro Perekonomian Sumatera Utara melalui monitoring yang dilakukan.

Kelangkaan minyak goreng mendorong pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan subsidi minyak sebagai upaya mengatasi fenomena yang sedang terjadi. Pemerintah menyiapkan skema subsidi minyak goreng curah agar harga minyak goreng di pasaran sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET), yaitu Rp14.000,00 per liter. 

Kebijakan HET senilai Rp14.000,00 untuk semua merk malah menyebabkan masyarakat menjadi panic buying dan akhirnya berlomba-lomba membeli minyak goreng. Peristiwa tersebut juga menimbulkan adanya penimbunan di kalangan masyarakat karena di antara mereka memiliki tujuan untuk membeli minyak goreng dengan harga sesuai HET yang berlaku, kemudian menjualnya ketika harga kembali normal.

Meskipun pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan tersebut, kisruh kelangkaan minyak goreng di tanah air belum teratasi. Oleh karena itu, pada 28 April 2022, pemerintah kembali membuat kebijakan pelarangan ekspor minyak sawit mentah (CPO) dengan tujuan agar kebutuhan minyak goreng di dalam negeri dapat terpenuhi. 

Namun, masyarakat menilai adanya kebijakan tersebut tidak efektif untuk membuat harga minyak goreng kembali stabil, karena sebenarnya yang menjadi alasan adanya kelangkaan terletak pada pendistribusiannya bukan bahan baku. 

Larangan eskpor CPO dan turunannya juga berpotensi mengancam stabilitas nilai tukar rupiah terhadap Dollar AS serta menekan surplus neraca perdagangan, mengingat sawit merupakan komoditas penyumbang devisa ekspor terbesar.

Kemudian, Presiden Joko Widodo mencabut kebijakan larangan ekspor Crude Palm Oil (CPO) beserta turunannya pada tanggal 23 Mei 2022 karena dianggap sebagai langkah strategis untuk pemulihan ekonomi Indonesia. Pencabutan larangan ekspor CPO disambut baik oleh berbagai pihak, karena jika kebijakan tersebut terus dilakukan, 

maka petani kelapa sawit akan mengalami kerugian akibat harga Tandan Buah Segar (TBS) anjlok sebagai dampak dari oversupply CPO di Indonesia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun