Mohon tunggu...
Apriani Dinni
Apriani Dinni Mohon Tunggu... Guru - Rimbawati

Biarkan penaku menari dengan tarian khasnya, jangan pernah bungkam tarian penaku karena aku akan binasa secara perlahan

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Dekapan Purnama

8 Maret 2020   14:09 Diperbarui: 8 Maret 2020   16:01 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: mannequinpatahhati.blogspot.com

Masih purnama yang sama, ketika dulu  pertama kali engkau titipkan dipangkuan,  sempurna bulatnya. Tak pernah sedikitpun berubah, masih seperti dulu dengan rasa yang sama. Purnama dalam dekapan, selalu.

Lihat dan pandanglah, tak ada goresan sedikitpun, meski luka ingin menyimpan jejak. Gemeretak rasa ingin meremas, keinginan. Purnama masih utuh.

Tersimpan dalam bejana kaca, memandang  tak tersentuh, rasa  merasakan. Dapat kurasakan segar dan renyahnya apel hijau yang engkau perlihatkan padaku dalam kulkas,  tak menyentuh, begitu pun purnama yang engkau titipkan.

Mendekap purnama, dekapan rasa, serasa dalam dekapan, biarlah.


Adsn1919

Catatan : Puisi ini juga tayang di Secangkir Kopi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun