Malam itu ketika semua terlelap, perempuan itu masih terisak memohon pada Tuhannya. Melepaskan beban di hati dengan sebuah kejujuran, ia tahu kejujurannya pasti menyakitkan.
Perempuan itu menyadari keberadaannya atas seijinnya, jika tanpa seijinnya niscaya keberadaan perempuan itu tak pernah ada. Perempuan itu hanya merindukan ketiadaannya.
Dalam remang malam ketika hujan turun dengan syahdu, dalam gigil perempuan itu terdiam buliran airmata tak terbendung, ah hujanpun tahu ketika bumi sedang merindunya, menyejukkan tanah kerontang.
Perempuan itu tahu sepasang mata selalu mengawasi gerak geriknya, melihat wajah manisnya, memperhatikan rekahan bibirnya, mendengarkan tawa ceria, saling bercerita tentang warna pelangi bahkan tentang awan yang bergelayut menahan hujan, lelaki itu tahu semua tentang rasa perempuan itu.
Bentangan sayapnya selalu melindungi perempuan itu, lelaki itu menyiapkan dada sebagai tempat curahan perempuan itu, sering perempuan itu membenamkan kepalanya di dada lelaki itu.
Perempuan itu dalam ketiadaan tapi paling dirindukan lelaki bermata tajam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H