Mohon tunggu...
Apriani Dinni
Apriani Dinni Mohon Tunggu... Guru - Rimbawati

Biarkan penaku menari dengan tarian khasnya, jangan pernah bungkam tarian penaku karena aku akan binasa secara perlahan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Saat di Enam Belas Dua Puluh

14 Juli 2019   16:51 Diperbarui: 14 Juli 2019   16:57 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat itu di enam belas dua puluh, sebelum berpisah denganmu, aku kembali sesegukan dibahumu, terasa berat ketika tahu waktu terus berputar, dan engkau harus kembali ke tempatmu, ternyata bersamamu waktu terasa cepat berlalu. 

Itu yang membuat aku menangis, karena aku menyadari esok hari aku tak lagi bisa memeluk tubuhmu. Seandainya bisa, aku ingin menghentikan sang Waktu agar aku bisa lebih lama menatap wajahmu, merasakan debar jantungmu dan merasakan  hangatnya tubuhmu.

Terasa sesak di dada, dibahumu kembali kutumpahkan airmata. Engkau memeluk menenangkanku dengan kecupan lembut dibibirku, terdengar jelas detak jantungmu, engkau dan aku tahu kita sama-sama tak ingin  berpisah.

Engkau pejamkan mata ketika aku mengusap mata, pipi dan bibirmu  dengan jemariku untuk meyakinkan bahwa ini nyata bukan mimpi.

"Tuhan, ternyata ini bukan mimpi, ini nyata," bisikku pelan sambil terus memeluk erat tubuhmu.

"Ya! Ini nyata. Rasakan debar jantungku, rasakan hangat tubuhku, rasakan hembusan nafasku di wajahmu" katamu berusaha meyakinkanku, sambil meletakkan jemari tanganku di dadamu.

"Apakah setelah malam ini kita akan kembali bertemu?" Tanyaku masih bimbang sambil kembali menatap wajahmu.

"Aku tidak tahu," dan jawabanmu kala itu membuatku kembali menangis di bahumu.

"Jangan tinggalkan aku, apapun yang terjadi, karena tanpamu aku rapuh."  Lirihku masih memeluk erat tubuhmu.

"Iya sayang, aku janji tidak akan meninggalkanmu, apapun yang terjadi karena engkau adalah Hawa-ku dan aku adalah Adam-mu," balasmu saat itu, engkau semakin erat memeluk tubuhku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun