Di atas sampan kutulis cerita tentang sebuah perjalanan, tertulis pada sobekan kertas yang telah menguning dimakan waktu. kusimpan dalam botol yang ku lempar ke lautan, biar penghuni laut menyimpan cerita ini.
Engkau masih ingat ketika Dia membawamu di hadapanku, ketika aku terisak, buliran airmata jatuh ke bumi, Â Dia bilang bagai mata air yang berhenti di penghujung malam.
Mungkin kau masih ingat ketika Dia membawamu ke ruang hampaku, ketika doa tercurah dari hati terdalam mohon ampunan, menjerit tertahan, sebagai pendosa, takut akan kematian. Dia bilang bagai pepohonan yang rubuh menyembah padaNya. Di suatu malam yang semua orang ingin menemuinya.
Ketika itu malam purnama, ketika bulan sempurna bulatnya, Dia selalu berbisik doaku didengar olehNya! Doaku didengar olehNya! Aku tak berani menjawab, lidah terasa kelu, siapa aku? Siapa kamu? Dan siapa Dia? Ah aku hanya manusia berbaju dosa, apa aku layak?
Dia membawa engkau, sebagai pengingat bahwa Tuhan menyayangiku, dengan mengirim Dia dan Engkau dalam hidupku. Saat ini ketakutanku hilang bila Tuhan ingin mempertemukanku dengan dia, dalam ketiadaanku.
ADSN
Kota Depok, 110519
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H