Mohon tunggu...
Apriani Dinni
Apriani Dinni Mohon Tunggu... Guru - Rimbawati

Biarkan penaku menari dengan tarian khasnya, jangan pernah bungkam tarian penaku karena aku akan binasa secara perlahan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Catatan ADSN 59, (Teh Pahit untuk Kakek)

7 Maret 2019   10:18 Diperbarui: 7 Maret 2019   10:32 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Dinniii...Dinniiii, buatin teh pahit",
"Dinni...Dinniii, mana teh pahitnya!"
"Dinniii...Dinniii...!.

Panggilan itu dulu menyebalkan, dan hampir tiap hari aku dengar. Bila mendengar panggilan itu, aku harus segera membuatnya, kalau tidak akan terus menerus namaku dipanggil. Paling kesal kalau aku sedang nonton film kartun kesukaanku Tom and Jerry dan  Donald Duck.

Kejadian puluhan tahun, ketika aku tinggal di Cililin bersama kakek, kakek paling suka teh buatanku, yang katanya paling enak. Entahlah benar atau tidak yang pasti setiap hari aku harus membuat teh tawar panas untuk beliau.

Kakekku orang yang paling disiplin, kami para cucu tak boleh jajan sembarangan, tiap hari memantau kami di sekolah (waktu itu aku masih kelas satu SD), bila ketahuan jajan kami akan dihukum berdiri dan diceramahi.

Makanpun tidak boleh berlepotan dan mencuci tangan harus benar-benar bersih. Beliau akan mengecek dengan mencium tangan kami satu persatu dengan hidungnya, bila belum bersih kami harus mengulang mencucinya.

Pulang sekolah bila kami tak memberi salam, jangan harap bisa masuk rumah, misal kami masuk rumah tanpa salam, kami disuruh keluar lagi.

Dulu aku sangat kesal dengan kakek, karena banyak dilarang. Karena kami tidak boleh jajan sembarangan kakek sering buat cemilan buat cucu-cucunya, yang aku inget ketika pulang sekolah, kakek sibuk menggoreng keripik singkong di campur gula aren, rasanya enak banget. Kakek sering juga menyuruh ibuku membuat kue buat kami.

Rumah kakek sangat luas, dengan halaman depan dan belakang yang luas, di halaman belakang ada kolam ikan, dan berbagai tanaman seperti kopi, pohon pepaya, pohon singkong, cengkeh dan lain-lain, kakek juga sering menumbuk kopi sendiri, Wangi banget serasa sekarang tercium di hidungku. Di halaman depan dipenuhi tanaman hias, seperti anggrek, bunga mawar, palem dan banyak lagi macam tanaman yang tak bisa kusebut satu pesatu karena aku juga lupa hehehe.

Sekarang aku rindu suara kakek, rindu dengan kedisiplinannya, rindu sosok kakek yang ngemong, selalu mengajak ke kebun. Makan timun yang baru dipetik dan kerupuk, panen buah nanas dan berlarian karena ada anjing liar yang mengejar, mengantar kami mandi di sungai, ahhhh masih banyak kenangan dengan beliau.

Kakek sekarang hanya doa yang bisa kupanjatkan, untuk melepas rasa rindu. Terimakasih atas didikan yang kau beri. Maafkan dulu ketika aku sering ngedumel.

"Dinniiiii buatkan teh panas",
"Dinniiiiii, cepat mana teh panasnya!".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun