Catatan Kecil ADSN (Ali Akbar dan Air Zamzam)
Gara-gara baca tulisan seorang sahabat yang dia share di grup WhatsApp, sahabatku menceritakan pengalamannya ketika di tanah suci, diantaranya tentang air zamzam.
Bicara tentang air zamzam, teringat 23 tahun yang lalu, tepatnya tahun 1995 ketika aku, kakak, kakek, paman dan bibi menunaikan ibadah haji, berangkat dari Kota Depok waktu itu usiaku paling muda diantara jemaah yang lain yaitu 19 tahun.
Allah memudahkan perjalanan kami, rombongan kami menuju kota madinah dulu selama seminggu lanjut ke Kota Mekah. Pertama kali melihat Kabah terasa mimpi dan tak bisa dilukiskan dengan kata-kata, terpesona dengan keindahannya.
Tempat penginapanku sangat dekat, tiap hari aku berjalan kaki bila mau ke Masjid. Mataku tak pernah diam untuk melihat sekeliling dan memperhatikannya, ada rasa geli melihat seorang pedagang yang awalnya klimis, berjualan tiap hari sampai berjenggot hehehe. Semua aku perhatikan.
Hari pertama di Kota Mekah kami mendapat air zamzam dari petugas hotel, yang lain diberi pergelas tapi aku satu teko dari petugasnya, aku terima saja tak ambil pusing.
Besoknya seperti itu lagi dan petugas yang sama meminta jerigen kosong  untuk air zamzam punyaku tanpa pikir panjang aku memberikannya (zaman itu kita mengambil sendiri air zamzam dit empatnya dan diberi jatah satu orang dua jerigen). Hanya lima belas menit dia telah kembali, dua jerigen berisi air zamzam diserahkan padaku.
Pamanku isengnya muncul, Â biasanya tiap solat dia bawa air zamzam di botol mineral, memintaku untuk menyerahkan jerigen punyanya ke petugas hotel, yang akhirnya aku tahu namanya Ali Akbar asal Pakistan. Ali dengan senang hati mengambilkan air zamzam buatku. Tiap hari dia bawakan air zamzam untukku, dengan dirijen yang berbeda kebetulan keluargaku berjumlah sepuluh orang. (Maafkan aku Ali).
Ali bagai seorang kakak, ia juga sering membelikan aku minuman teh susu apa susu teh (hehehe sama saja ah), dan makanan. Pernah aku dan saudaraku di traktir makan ayam panggang perorang satu ekor, bener-bener satu ekor, aku dan saudaraku tersenyum kecut apalagi harus dihabiskan tak boleh dibawa ke kamar.
Ali orangnya sangat baik dan sopan, selain minuman dan makanan ia juga sering membelikan buah-buahan. Dua hari sebelum aku kembali ke tanah air, ia sering murung dan tak menyapaku tapi ia menitipkan sesuatu lewat temannya buatku, sebuah jam tangan. Wow.
Sampai aku pulang ia tak mau menemuiku, temannya bilang ia bersembunyi di lantai sepuluh mengintip di jendela. Memang sebelumnya ia memintaku tak pulang ke Indonesia karena aku sudah dianggap adik dan mau dibawa ke Pakistan.