Mohon tunggu...
Apriani Dinni
Apriani Dinni Mohon Tunggu... Guru - Rimbawati

Biarkan penaku menari dengan tarian khasnya, jangan pernah bungkam tarian penaku karena aku akan binasa secara perlahan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

(Catatan Kecil ADSN) Ali Akbar dan Air Zamzam

27 Agustus 2018   13:33 Diperbarui: 27 Agustus 2018   13:36 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Catatan Kecil ADSN (Ali Akbar dan Air Zamzam)

Gara-gara baca tulisan seorang sahabat yang dia share di grup WhatsApp, sahabatku menceritakan pengalamannya ketika di tanah suci, diantaranya tentang air zamzam.

Bicara tentang air zamzam, teringat 23 tahun yang lalu, tepatnya tahun 1995 ketika aku, kakak, kakek, paman dan bibi menunaikan ibadah haji, berangkat dari Kota Depok waktu itu usiaku paling muda diantara jemaah yang lain yaitu 19 tahun.

Allah memudahkan perjalanan kami, rombongan kami menuju kota madinah dulu selama seminggu lanjut ke Kota Mekah. Pertama kali melihat Kabah terasa mimpi dan tak bisa dilukiskan dengan kata-kata, terpesona dengan keindahannya.

Tempat penginapanku sangat dekat, tiap hari aku berjalan kaki bila mau ke Masjid. Mataku tak pernah diam untuk melihat sekeliling dan memperhatikannya, ada rasa geli melihat seorang pedagang yang awalnya klimis, berjualan tiap hari sampai berjenggot hehehe. Semua aku perhatikan.

Hari pertama di Kota Mekah kami mendapat air zamzam dari petugas hotel, yang lain diberi pergelas tapi aku satu teko dari petugasnya, aku terima saja tak ambil pusing.

Besoknya seperti itu lagi dan petugas yang sama meminta jerigen kosong  untuk air zamzam punyaku tanpa pikir panjang aku memberikannya (zaman itu kita mengambil sendiri air zamzam dit empatnya dan diberi jatah satu orang dua jerigen). Hanya lima belas menit dia telah kembali, dua jerigen berisi air zamzam diserahkan padaku.

Pamanku isengnya muncul,  biasanya tiap solat dia bawa air zamzam di botol mineral, memintaku untuk menyerahkan jerigen punyanya ke petugas hotel, yang akhirnya aku tahu namanya Ali Akbar asal Pakistan. Ali dengan senang hati mengambilkan air zamzam buatku. Tiap hari dia bawakan air zamzam untukku, dengan dirijen yang berbeda kebetulan keluargaku berjumlah sepuluh orang. (Maafkan aku Ali).

Ali bagai seorang kakak, ia juga sering membelikan aku minuman teh susu apa susu teh (hehehe sama saja ah), dan makanan. Pernah aku dan saudaraku di traktir makan ayam panggang perorang satu ekor, bener-bener satu ekor, aku dan saudaraku tersenyum kecut apalagi harus dihabiskan tak boleh dibawa ke kamar.

Ali orangnya sangat baik dan sopan, selain minuman dan makanan ia juga sering membelikan buah-buahan. Dua hari sebelum aku kembali ke tanah air, ia sering murung dan tak menyapaku tapi ia menitipkan sesuatu lewat temannya buatku, sebuah jam tangan. Wow.

Sampai aku pulang ia tak mau menemuiku, temannya bilang ia bersembunyi di lantai sepuluh mengintip di jendela. Memang sebelumnya ia memintaku tak pulang ke Indonesia karena aku sudah dianggap adik dan mau dibawa ke Pakistan.

OMG aku baru tersadar ketika menginjakkan kaki di Madinah, aku berdoa ingin merasakan punya kakak laki-laki, karena kakak dan adikku perempuan semua. Allah mengabulkan doaku dengan dikirimnya Ali Akbar padaku. Walau sesaat aku merasakan punya kakak laki-laki. Subhanallah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun