Menurut Musdholifah & Tony (2007),nilai tukar atau kurs adalah perbandingan antara nilai mata uang suatu Negara dengan Negara lain. Dimana Nilai kurs ini dapat menggambarkan berapa rupiah yang diperlukan untuk ditukar dengan mata uang Negara lain salah satu contohnya adalah dollar.
Penurunan nilai mata uang rupiah terhadap dolar pada saat ini menjadi fenomena yang cukup menarik dikalangan publik. Hal ini dikarenakan posisi rupiah yang tak kunjung mendekati kata stabil. Jika dikaji lebih dalam penyebab penurunan nilai mata uang ini tidak hanya berada pada faktor eksternal saja melainkan juga dipengaruhi faktor internal.
Faktor eksternal yang paling umum diketahui adalah perekonomian AS yang stabil dan dalam kurun waktu setahun belakang dapat dikategorikan membaik. Yang ditunjukan melalui Sejumlah indikator . Pertumbuhan ekonomi AS terakhir mencapai 2,5% atau lebih tinggi daripada ekspektasi 2%. Sementara inflasi hanya 1,6%. Bahkan, pada Januari 2015 terjadi deflasi (inflasi negatif), yakni -0,1%. Inflasi di AS dikatakan baik jika tidak lebih dari 2%. Meski sebelumnya AS melakukan kebijakan quantitative easing (mencetak uang untuk dibelikan surat berharga pemerintah AS sendiri), tetapi inflasi AS tidak meningkat karena dolar AS beredar ke seluruh dunia, tidak cuma di AS. Akibatnya, efek inflasinya tidak begitu besar, bahkan hampir tidak ada.
Tingkat pengangguran AS juga menurun dengan tajam hingga level sekarang 5,7%. Memang belum berada pada level ‘normal’ 4%. Namun, kondisi sekarang jauh lebih baik jika dibandingkan dengan saat krisis subprime mortgage yang memuncak pada 2009-2010. Data penjualan mobil, salah satu indikator untuk mendeteksi tingkat kesehatan perekonomian AS, juga memberi konfrimasi yang sama. Penjualan mobil di AS pada Februari 2015, lebih tinggi hingga 9% jika dibandingkan dengan Februari 2014. Di sepanjang 2014, penjualan mobil mencapai 16,5 juta unit. Hal tersebut tidak hanya berpengaruh terhadap nilai rupiah saja, tetapi juga terhadap mata uang negara lain sehingga kurs beberapa mata uang negara lain pun ikut terdepresiasi dalam beberapa bulan terakhir.
Selain hal tersebut hal signifikan lain yang menjadi pengaruh internal penurunan nilai mata uang ini adalah kondisi kondisi perekonomian nasional. Dimana sejak tahun 2012, transakasi berjalan yang terdapat pada neraca pembayaran Indonesia terus mengalami defisit. Hal ini diperparah dengan faktor kultur bangsa kita yang bersifat konsumtif dan boros serta public policy terkait hutang. Karena pemerintah akan kesulitan berhutang didalam negeri, maka kekurangannya akan dilakukan dengan berhutang ke luar negeri.
           Dampak negative yang dapat ditimbulkan dari penurunan nilai mata uang itu sendiri adalah meningkatnya harga barang-barang impor, dimana jika harga bahan impor meningkat dapat berimbas pada meningkatnya harga produk yang menggunakan bahan dasar dari barang impor yang bersangkutan. Selain itu penurunan nilai mata uang juga tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap produk ekspor, hal ini dikarenakan harga barang komoditas sedang mengalami penurunan permintaan.
           Menilik pada besarnya dampak yang ditimbulkan maka kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah untuk mencegah melemahnya nilai rupiah dan menjaga nilai rupiah tetap stabil adalah sebagai berikut :
- Memperbaiki defisit transaksi berjalan dan nilai tukar rupiah terhadap dollar dengan mendorong ekspor dan keringanan pajak kepada industri tertentu.
- Menjaga pertumbuhan ekonomi riil.
- Menjaga daya beli. Pemerintah berkoodinasi dengan BI untuk menjaga gejolak harga dan inflasi.
- Mempercepat investasi.
- Menjaga kestabilan kondisi ekonomi dan politik.
Â
Sumber
EconEdLink. Exchange Rates and Exchange: How Money Affects Trade. Diakses dari: http://www.econedlink.org/lessons/index.php?lid=342&type=student/
Ketika rupiah bertekuk lutut terhadap dollar. Diakses dari :http://bem.feb.ugm.ac.id/ketika-rupiah-bertekuk-lutut-terhadap-dollar/ (5-November-2015)