Di balik deru mesin-mesin industri, ada suara yang terabaikan. Suara itu datang dari masyarakat yang merasakan dampak buruk akibat kehadiran pabrik tanpa izin lengkap di sekitar mereka. Di Aceh Tenggara, PT. Pinang Global Indonesia menjadi sorotan. Pabrik ini didirikan tanpa mengantongi izin operasional yang sah dan tanpa memperhatikan dampak lingkungannya. Namun, ada satu pertanyaan besar yang menggantung di udara: mengapa instansi terkait, seperti kepala desa, camat, koramil, dan polsek, bisa begitu saja membiarkan pabrik ini berdiri tanpa pengawasan?Di sinilah dimulai peran penting instansi-instansi yang seharusnya melindungi masyarakat, bukan justru menjadi alat untuk melanggengkan kepentingan tertentu.
Ketika kita berbicara tentang izin usaha, kita sedang berbicara tentang keselamatan, kesehatan, dan kualitas hidup masyarakat. UU Cipta Kerja yang digulirkan pemerintah pada 2020 menyatakan bahwa setiap pabrik harus melewati proses izin yang tidak hanya mencakup legalitas usaha, tetapi juga dampak lingkungan dan sosial yang ditimbulkan. Namun, kenyataannya di lapangan menunjukkan gambaran yang berbeda. Proses pengawasan yang lemah dan ketidakpedulian terhadap hak-hak masyarakat menciptakan celah besar untuk praktek-praktek penyalahgunaan kekuasaan.
Kepala desa, sebagai wakil dari pemerintahan setempat, seharusnya lebih sensitif terhadap perkembangan yang terjadi di wilayahnya. Namun, dalam kasus ini, beberapa kepala desa  malah menjadi salah satu pihak yang memperjuangkan kehadiran pabrik tersebut. Hal ini menyiratkan adanya konflik kepentingan yang merugikan masyarakat, dengan mengabaikan regulasi yang sudah jelas tertuang dalam UU dan peraturan lainnya. Apakah kepala desa lebih memilih keuntungan jangka pendek ketimbang kesehatan dan kenyamanan warga yang menjadi tanggung jawabnya?
Namun, yang lebih mengejutkan adalah kenyataan bahwa kepala desa sebelah juga ikut serta dalam protes terhadap pabrik tersebut setelah dua tahun berdiri. Seharusnya, sebagai kepala desa yang memiliki pemahaman lebih mendalam tentang regulasi dan tata kelola izin, dia sudah tahu bahwa sebelum pabrik itu berdiri, izin operasional harus terlebih dahulu dikaji dengan cermat. Kenapa kepala desa baru bertindak setelah dua tahun? Ini membuka kemungkinan adanya unsur kepentingan pribadi yang tidak terpenuhi oleh pihak pabrik, sehingga dia mencoba memanfaatkan situasi dengan membawa masyarakat untuk melakukan aksi protes. Hal ini menjadi sangat ironis, karena yang seharusnya mengawasi dan melindungi masyarakat justru menjadikan mereka sebagai korban dalam pertarungan kepentingan pribadi yang lebih besar.
Sementara itu, camat yang seharusnya memiliki wewenang untuk mengevaluasi setiap proyek yang ada di wilayahnya, tampaknya hanya diam seribu bahasa. Bukankah tugas camat adalah untuk menjaga ketertiban dan kesejahteraan masyarakat? Tapi jika camat memilih untuk menutup mata terhadap proses perizinan yang tidak lengkap, apakah itu bukan bentuk kelalaian terhadap tanggung jawabnya?
Polsek dan Koramil juga tidak luput dari sorotan. Mereka seharusnya ikut mengawasi keberadaan pabrik yang berpotensi mengganggu keamanan dan ketertiban di lingkungan sekitar. Namun, bukannya menjaga kepentingan masyarakat, mereka justru terlihat lebih banyak berdiri di pihak perusahaan, yang jelas-jelas tidak memenuhi kewajiban perizinannya.
Ada yang salah dalam hubungan antara pemerintah dan pelaku usaha. Dalam sejarah Indonesia, kita sering menemukan ketidakberdayaan pemerintah dalam mengawasi jalannya kebijakan yang seharusnya berpihak kepada rakyat. Salah satu contoh yang bisa diambil adalah kasus korupsi yang sering kali melibatkan pejabat publik yang menerima suap atau mendapatkan keuntungan pribadi dari keputusan-keputusan yang merugikan masyarakat.
Lingkungan dan Sosial Keberadaan pabrik ini sudah menimbulkan dampak yang nyata bagi masyarakat sekitar. Limbah yang dihasilkan mencemari lingkungan, sumur-sumur warga yang menjadi tidak dapat digunakan lagi, serta polusi udara yang semakin meresahkan. Suara bising yang ditimbulkan oleh aktivitas pabrik juga menjadi gangguan yang sulit dihindari. Masyarakat yang selama ini hidup tenang di lingkungan yang asri, kini terancam oleh polusi dan kerusakan yang ditimbulkan.
Penting untuk menyoroti bahwa tidak hanya hak atas lingkungan yang bersih yang harus dilindungi, tetapi juga kesehatan masyarakat yang terganggu oleh limbah yang dibuang sembarangan. Jika pemerintah tidak bertindak tegas untuk menanggapi keluhan ini, maka kita bertanya-tanya, siapakah yang diuntungkan dengan adanya pabrik ini? Sudah saatnya kita mempertanyakan apakah pembangunan ini benar-benar menguntungkan masyarakat atau justru merugikan mereka dalam jangka panjang.
Aksi protes yang dilakukan oleh warga Kampung Baru adalah bukti bahwa masyarakat bukanlah pihak yang pasif dalam pembangunan yang ada di sekitar mereka. Mereka harus memiliki hak untuk menuntut pertanggungjawaban, terutama ketika hak mereka terancam. Protes yang dilakukan oleh warga menunjukkan bahwa masyarakat harus lebih aktif dalam mengawasi jalannya kebijakan yang berdampak langsung pada kehidupan mereka.