Mohon tunggu...
Apriadi Rama Putra
Apriadi Rama Putra Mohon Tunggu... Lainnya - Lahir di Banda Aceh, 23 April 1998.

Lahir di Banda Aceh, 23 April 1998.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pemuda Desa Waspadai Maraknya Mafia Desa

20 Januari 2024   15:02 Diperbarui: 20 Januari 2024   15:04 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh Apriadi Rama Putra

Pemuda Desa Waspadai Maraknya Mafia Desa

Semenjak arus dana desa mengalir deras, peluang pemuda menjadi agen penerus mafia desa sungguh merisihkan. Sejatinya pemuda adalah garda terdepan untuk membangun sebuah desa, menjadi menyambung lidah paling dekat di lapisan masyarakat, pondasi awal kalau ibaratkan sebuah bangunan. Seharusnya dari peristiwa Rengasdengklok kita banyak belajar bahwa perbedaan pendapat antara kaum muda dan kaum tua itu memang sudah turun temurun dari dulu tidak dapat disatukan. Namun bisa menyatukan sehingga terjadinya hari yang sakral untuk bangsa indonesia yaitu pada tanggal 17 Agustus 1945 hari kemerdekaan Indonesia.

Sang Ppoklamator Soekarno hanya minta 10 Pemuda untuk mengoncangkan dunia, bukan 10 pemuda yang bisanya sembunyi dibalik ketiak mafia desa, berdalih sudah membantu keluarga atau sebagainya. Memang itu tugasnya pemimpin, membantu rakyatnya. Memastikan rakyatnya sejahtera, dan tidur tenang. Jangan cengeng jadi pemuda, apalagi bermuka dua? Jadilah pemuda seutuhnya, yang berani memasang badan apabila keadilan itu tidak terang seperti matahari pagi.  

Sedih rasanya melihat pemuda desa hari ini yang hanya mempunyai kewajiban ikut ngeronda, jadi panitia pesta dan sebagainya. Padahal, secara moral ada tugas dan tanggung jawab yang lebih besar lagi selain itu, daripada pemuda lebih dari penulis sebutkan diatas. Yaitu ikut serta dalam setiap hal kemajuan desa itu sendiri.  

Rasanya perjalanan Boedi Oetomo, Jong Java, Jong Sumatranen Bond dan dll sehingga tercetusnya hari Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1982 itu sia-sia kelihatannya, ketika melihat betapa menyedihkannya pemuda hari ini. Yang seharusnya saat ini pemuda-pemuda bisa lebih menyatu, berani unjuk gigi berdiri dibawah kaki sendiri bukan malah berbalik di bawah ketiak para-para mafia desa yang hatinya sudah didonorkan untuk materi dan kekuasaan semu.

Pemuda hari ini gampang dipecah belah oleh jarangnya bulu ketiak mafia desa, dengan dalih kekeluargaan, tidak sopan, ketika pemuda berani menyuarakan apa yang harus disuarakan dan diresahkan masyarakat. Mengutip perkataan Bung Rocky Gerung "Sopan santun itu adalah bahasa tubuh. Pikiran tidak memerlukan sopan santun, Pikiran yang disopan santunkan dalam Politik itu artinya kemunafikan." Artinya kita sebagai pemuda tetap harus menghormati, menghargai, yang lebih tua, akan tetapi jangan menjadi pemuda yang munafik terhadap diri sendiri dan keadaan yang sama sekali tidak kita inginkan.  

Maka dari itu melalui tulisan ini, Penulis ingin mengajak serta menyampaikan kepada pemuda-pemuda terpaling khusus untuk pemuda desa berhenti menjadi pemuda munafik serta apatis terhadap keadaan desa kita saat ini, ikut berperan dalam mewujudkan sila kelima bersama-sama keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia bukan menjadi pemuda baperan yang gampang menangis dipangkuan mafia desa mirisnya.  

Mafia desa akan tertawa selebar-lebarnya ketika melihat pemuda desa hari ini senang berjudi,mabuk-mabukan, narkoba dll, sebab itu menjadi senjata ampuh mereka untuk menyerang kita, dan mereka akan membenci bahkan bisa menyerang pribadi membunuh karakter kita  ketika kita berani mengkritik serta menyampaikan dan merealisasikan gagasan karena itu mengurangi isi kantong mereka.

Jangan mau dibodohi dengan wanginya ketiak para-para mafia desa itu, merealisasikan anggaran yang bahkan tidak ada gunanya sama sekali, lebih mementingkan berapa yang ia dapat daripada membangun karakter pemuda desa agar lebih baik dan mapan dalam berfikir. Ketika kita mapan dalam berfikir itu akan menjadi boomerang untuk para mafia desa, makanya pemuda desa hari ini dipelihara bahkan dibiarkan untuk tetap bodoh dan kalau bisa di pecah belah agar mereka bisa memulus aksinya seperti rel kereta api. Mereka memang terlihat sopan tapi sopan atas kemunafikan. Kita mengkritik, memberi pendapat saran dan masukkan, bukan berarti kita tidak sopan. Kita tetap menganggap mereka sebagai orang tua yang dituakan faktor umur bukan untuk menuhankan para-para mafia desa.

Terkadang memang sulit akan tetapi pilihannya ada dua? Jalan di tempat atau melangkah lebih maju, sekarang atau tidak sama sekali. Pemuda desa adalah generasi emas. Mafia desa bukan tuhan dan pemuda desa bukan hamba mafia desa. Tunjukkan kalau pemuda bisa berperan bukan baperan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun