Mohon tunggu...
Aprelia Natasya
Aprelia Natasya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi membaca, belajar menulis, dan mencari relasi. Motto “ To get something you’ve never got, you have to do something you never did”.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Menjawab Tantangan Dakwah di Era Gen Z yang Inginkan Jawaban Bukan Ceramah

2 Desember 2024   15:40 Diperbarui: 2 Desember 2024   15:42 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Gen Z memiliki pendekatan yang berbeda dalam beragama dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh tim ICRS UGM pada 2019 menunjukkan bahwa cara Gen Z menghayati nilai-nilai keagamaan sangat dipengaruhi oleh kemudahan akses informasi lewat media digital yang memungkinkan semua orang mengakses apa saja dari sekian banyak tulisan dan praktik hidup sehari-hari. Banyak dari mereka merasa metode dakwah saat ini kurang relevan dengan gaya hidup dan cara berpikir mereka. Salah satu indikator kurang relevannya dakwah terhadap generasi muda ini dapat dilihat dari sholat jamaah lima waktu dan kajian agama di masjid-masjid yang kebanyakan diisi oleh generasi yang lebih tua. Hal ini mungkin disebabkan juga oleh tingkat spiritualitas yang sering kali mulai tumbuh di usia matang, ketika seseorang mulai memikirkan makna hidup dan akhirat. Namun, bukan berarti Gen Z tidak peduli dengan agama. Mereka hanya menginginkan pendekatan yang lebih sesuai dengan kebutuhan mereka.

Sayangnya, beberapa metode dakwah masih terjebak pada gaya lama. Ceramah yang terkesan menggurui atau nada bicara keras dan berapi-api malah membuat mereka merasa jenuh. Gen Z, yang sudah cukup stres dengan tekanan hidup modern seperti pekerjaan, kesehatan mental, dan ekspektasi sosial, cenderung lebih membutuhkan dakwah yang empatik dan memberikan jawaban atas masalah yang mereka hadapi. Generasu z cenderung lebih pragmatis dan realistis dalam memandang dunia. Bagi mereka, pertanyaan-pertanyaan tentang agama bukanlah bentuk keraguan, melainkan cara untuk memahami dan menguatkan keyakinan. Mereka lebih suka berdiskusi dan mencari jawaban yang logis daripada sekadar menerima ajaran tanpa refleksi.

Gen Z adalah generasi digital. Informasi ada di ujung jari mereka, dan mereka sangat kritis. Kalau ada pendakwah yang menyampaikan sesuatu yang janggal atau tidak akurat, mereka bisa langsung mengeceknya sendiri di internet. Karena itu, pendakwah harus benar-benar memastikan apa yang mereka sampaikan tepat dan relevan. Namun, dakwah juga tidak cukup hanya memberikan jawaban teologis. Gen Z ingin solusi nyata. Misalnya, bagaimana Islam bisa membantu mereka mengelola stres atau menemukan tujuan hidup. Dakwah harus mampu menunjukkan bahwa Islam adalah panduan hidup yang menyeluruh, bukan cuma tentang ritual ibadah.

Dalam dunia yang didominasi oleh media sosial, Gen Z juga menilai autentisitas dari setiap pesan yang disampaikan. Mereka akan lebih menerima dakwah dari figur yang mereka anggap relevan, jujur, dan relatable. Influencer atau pendakwah yang mampu berbicara dengan bahasa mereka tanpa kehilangan esensi agama memiliki peluang lebih besar untuk menyentuh hati mereka. Ini menunjukkan pentingnya memadukan pesan tradisional dengan platform dan pendekatan modern.

Pendekatan dakwah untuk Gen Z membutuhkan perubahan mendalam yang tidak hanya berfokus pada isi, tetapi juga cara penyampaiannya. Gen Z cenderung menghargai dialog yang memberikan ruang untuk berpikir dan bertanya. Media sosial dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan pesan-pesan agama dalam format yang inovatif, seperti video pendek, podcast, Q&A, storytelling atau menggabungkan dengan video lucu yang mudah dicerna. Dengan pendekatan ini, dakwah tidak hanya menjadi pengajaran tetapi juga percakapan yang saling menginspirasi.

Lebih dari itu, Gen Z menghadapi tantangan yang unik, seperti kecemasan, pencarian jati diri, dan isu-isu global seperti perubahan iklim. Dakwah yang efektif harus mampu menempatkan Islam sebagai solusi praktis atas persoalan-persoalan ini. Misalnya, konsep tawakkal dapat dijelaskan dalam konteks mengelola stres, sementara ajaran Islam tentang menjaga lingkungan dapat diintegrasikan dengan nilai keberlanjutan yang mereka anut.

Penting pula bagi dakwah untuk tidak mengesankan eksklusivitas atau tendensi terhadap kepentingan tertentu. Gen Z sangat menghargai inklusivitas dan empati. Mereka ingin merasa diterima apa adanya tanpa dihakimi. Oleh karena itu, pendekatan dakwah yang bersifat moderat dan mengutamakan pengertian akan jauh lebih efektif dalam menjangkau hati mereka. Bahasa yang digunakan juga harus mencerminkan keramahan dan kesederhanaan, tanpa kehilangan kedalaman pesan.

Selain itu, penting untuk menonjolkan bahwa Islam bukanlah agama yang memberatkan. Narasi tentang kasih sayang Allah, kemudahan dalam beribadah, dan pentingnya harapan harus lebih ditekankan daripada ancaman dosa, hukuman atau kesan bahwa "neraka seolah-olah lebih realistis dibanding syurga". Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an, "Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu" (QS. Al-Baqarah: 185). Ayat ini menegaskan bahwa Islam adalah agama yang penuh kasih sayang dan dirancang untuk memudahkan umatnya.

Dalam dinamika modern yang penuh tekanan, kebutuhan spiritual Gen Z tidak hanya terfokus pada ritual keagamaan, tetapi juga pada bagaimana agama dapat memberikan makna hidup yang mendalam. Dakwah harus mampu menjelaskan bagaimana Islam dapat membantu mereka menghadapi tekanan hidup seperti ekspektasi sosial, krisis identitas, atau tantangan mental. Islam yang diterjemahkan dalam konteks ini akan lebih relevan dan membumi bagi mereka.

Lebih jauh lagi, pendekatan dakwah dapat diperluas dengan memperkenalkan pengalaman spiritual yang lebih personal dan interaktif. Misalnya,dengan menyediakan waktu untuk berefleksi spiritual atau kegiatan berbasis komunitas yang mendukung diskusi santai tentang nilai-nilai agama. Pendekatan ini memungkinkan Gen Z untuk mempraktikkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan nyata, bukan hanya sekadar teori.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW bersabda, "Permudahlah dan jangan mempersulit, berilah kabar gembira dan jangan membuat orang lari." Pesan ini sangat relevan untuk pendekatan dakwah di era Gen Z, di mana penyampaian agama harus berlandaskan pada kelembutan, bukan kekerasan atau pemaksaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun