Mohon tunggu...
Aprelia Amanda
Aprelia Amanda Mohon Tunggu... -

line: Apreliamanda apreliaa.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Paradigma Fikih

31 Juli 2016   07:04 Diperbarui: 31 Juli 2016   08:14 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ini adalah tulisan dari Agus Purwanto D.Sc seorang Fisikawan teoritik, pencinta dan pengkaji Al-Quran dalam sebuah pengantar "Al-Alim Al Quran dan Terjemahannya Edisi Ilmu Pengetahun". Ini hanya sebagian kecil dari seluruh tulisannya di dalam pengantar, tapi saya rasa ini dapat menggambarkan keadaan umat muslim saat ini dari segi intelektualitas yang dimiliki. Saya menuliskan ulang karna saya rasa tulisan ini cukup menarik dan bagus untuk introspeksi diri sebagai umat islam.

Kejayaan umat islam sekarang tinggal kenangan karena negri-negri muslim umumnya masih terbelakang, bodoh, dan miskin. Akhir abad 14 Hijriah, dunia islam sempat mengaungkan abad 15 hijriah sebagai abad kebangkitan muslim. Gaung kebangkitan ini terus terdengar sampai hampir dua dasawarsa awal abad ke 15. Di kota-kota besar di Indonesia diselenggarakan berbagai kegiatan seperti festival seni muslim. Kisah kehebatan para sarjana muslim generasi awal juga mendominasi panggung cerita untuk menumbuhkan motivasi umat. Tetapi sayang cerita-cerita kehebatan para ilmuan muslim masa lalu tersebut seperti tidak berdampak sedikitpun dan seolah menjadi cerita pengantar tidur, bahkan sampai saat ini. Artinya umat islam tetap tertidur dan terbelakang setelah berulang-ulang mendengar cerita tersebut. Alih-alih umat berubah sikap dan melangkah maju, yang terjadi malah kecenderungan sebaliknya. Kisah dan tayang irasional serta mengingkari akal sehat di media cetak dan elektronik justru digadrungi masyarakat.

Diskusi dan seminar yang membahas masalah keterbelakangan umat islam pun telah banyak dilakukan. Bila dicermati dengan saksama, tema, isi dan kesimpulan seminar atau konferensi seolah-olah membenarkan pernyataan yang bernada menggugat dari Syaikh Jauhari Thanthawi, guru besar Universitas Kairo. Di dalam tafsirnya "Al-Jawahir", Syaikh Thanthawi menuliskan bahwa di dalam kitab suci Al-Quran terdapat lebih dari 750 ayat kuniyah, ayat tentang alam semesta, dan hanya sekitar 150 ayat fiqih. Anehnya para ulama terus menulis ribuan kitab fiqih, tetapi nyaris tidak memperhatikan serta menulis kitab tentang alam raya dan isinya.

Umat dan para ulama banyak menghabiskan waktu, pikiran, tenaga, dan dana untuk membahas persoalan fiqih, dan sering berseteru serta bertengkar karenanya. Mereka lalai atas fenomena terbitnya matahari, beredarnya bulan, dan kelap-kelipnya bintang. Mereka abaikan gerak awan di langit, kilat yang menyambar, listrik yang membakar, malam yang gelap gulita, dan mutiara yang gemerlap. Mereka juga tak tertarik pada aneka tumbuhan di sekitarnya, binatang ternak maupun binatang buas yang bertebaran di muka bumi, dan aneka fenomena serta kejadian alam lainnya.

Selain disibukkan dengan urusan fiqih, pengalaman dan pengamalan keagamaan kita memang cenderung esoteris dan mengabaikan serta meremehkan akal. Padahal secara empirik akal sangat powerful. Al-Quran sendiri tidak kurang dari 43 kali menggunakan kata akal dalam bentuk verbal seperti afalā ta’qilūn, "apakah engkau tak berpikir". Sepuluh ayat lainnya menggunakan kata verbal pikir, seperti la’allakum tafakkarūn, "agar engkau memikirkannya". Teguran agar manusia menggunakan akalnya seoptimal mungkin.

Kelalaian dan pengabaian pada sains di dunia islam terjadi secara luas dan meliputi semua lapisan umat termasuk juga para elitnya. Syair-syair dan maknannya semisal al-fiqhu anfusu syai'in ("Fiqih adalah segala-galannya atau fiqih adlah ilmu yang paling berharga");  iżā mā tazza żu ‘ilmin bi fa ‘ilmul fiqhi aula bi’tizāzin ("bila orang berilmu mulia lantaran ilmunya, maka ilmu fiqih membuatnya lebih mulia"), masih sangat dominan di masyarakat kita.

Meski hanya berjumlah seperlima dari ayat kauniyah, ayat hukum telah menyedot hampir semua energi ulama dan umat islam. Sebaliknya, ayat-ayat kauniyah meskipun berjumlah sangat banyak tetapi terabaikan. Sains sebagai perwujudan normatif dari ayat-ayat kauniyah seolah-olah tidak terkait dan tidak mengantar orang islam ke surga atau neraka sehingga tidak pernah dibahas, baik di wilayah keilmuan maupun pengajian-pengajian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun