Semenjak kasus bom Sarinah kemarin muncul beberapa hastag yang menjadi perdebatan. Disini saya tidak membahas kegunaan hastag tersebut. Saya tidak menyatakan penggunaan hastag itu benar atau salah. Tapi yang akan saya bahas adalah muatan dari hastag tersebut, yaitu #PrayForJakarta dan #KamiTidakTakut.
#PrayForJakarta merupakan hastag yang pertama kali muncul, dan netizen pasti tau hastag #PrayFor merupakan hastag yang biasanya digunakan jika terjadi bencana. Tapi untuk kali ini (khususnya untuk bom Sarinah) saya sejujurnya tidak terlalu suka untuk menggunakan kata "Pray For". Kenapa? Karena yang dihadapi berhubungan dengan terorisme,dan menurut saya yang dibutuhkan bukan hanya doa tapi juga perlawanan dari masyarakat.
Saya disini memperhatikan diksi yang digunakan dan menghubungkannya dengan faktor optimisme yang berkembang di masyarakat. Jika yang digunakan adalah #PrayFor maka kondisi yang tercipta adalah nuansa berkabung dan justru memicu meningkatnya keresahan di masyarakat. Dan hal itulah yang diinginkan teroris "menciptakan rasa takut", walupun sebenarnya rasa takut itu merupakan hal yang manusiawi terlebih lagi dalam kasus teror seperti ini. Tapi yang harus diingat adalah terorisme bukan hal yang patut untuk ditakutkan. Menyadari ada suatu bencana (terorisme) harusnya yang muncul adalah jiwa perlawanan bukan meratapi keadaan.
Lalu beberapa saat kemudian muncul lagi hastag #KamiTidakTakut saya sangat suka dengan hastag ini, saya pikir orang yang memprakarsai #KamiTidakTakut merupakan orang yang memiliki tingkat keberanian yang tinggi. Dalam kasus teror bom kemarin muncul beberapa spekulasi, dari pengalihan isu freeport sampai Indonesia menjadi target dari ISIS, sebagai warga sipil biasa saya tidak tau apa yang sebenarnya terjadi di balik kejadian kemarin tapi yang jelas "Terorisme" itu harus dilawan!
"Dengan apa melawan terorisme?"
"Dengan keberanian!"
#kamiTidakTakut dapat mengindikasikan masyarakat Indonesia (khususnya Jakarta) tidak dibuat takut dengan teroris, tidak takut terhadap teror bom walaupun sebenarnya sih rasa takut itu pasti ada tapi rasa takut itu dikembangkan menjadi kewaspadaan dan perlawanan untuk menciptakan keadaan yang aman. #KamiTidakTakut justru membuat ikatan persatuan rakyat Indonesia semakin kuat karena didasari atas tujuan bersama yaitu melawan terorisme.
Optimisme yang dibangun dari kedua hastag tersebut jelas berbeda. #PrayForJakarta menggambarkan suasana kedukaan sedangakan #KamiTidakTakut menggambarkan keberanian untuk perlawanan. Respon positif seperti inilah yang harusnya dibangun dalam menghadapi setiap bencana. Karena bencana yang telah terjadi bukan hal yang mestiya diratapi tapi ditanggulangi.
Saya berharap dalam menghadapi setiap persoalan seluruh rakyat mampu bersatu, jangan bawa sentimen agama, suku, ras, dan budaya sebab pada dasarnya bangsa kita lahir dari sebuah perbedaan bukan persamaan. Dan khusus untuk kasus terorisme tidak ada satupun agama yang menghalalkan itu, ini masalah kemanusiaan bukan keyakinan. Sang maha pencipta tidak mungkin menghendaki ciptaannya saling membunuh dengan mengatasnamakan agamanya.
Ini merupakan opini dari saya pribadi, apabila ada pendapat lain silahkan berkomentar. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H