Mohon tunggu...
Mina Apratima Nour
Mina Apratima Nour Mohon Tunggu... Jurnalis - :: Pluviophile & Petrichor ::

IG @fragmen.rasa

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Dunia Bisu

8 Juli 2020   08:12 Diperbarui: 8 Juli 2020   08:20 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Redam memeluk wadak yang tangguh. Sekian swastamita dilihatnya dari sudut kelopak perdu. Berkaca diri dari bayang fatamorgana. Kesunyian telah sampai setelah berkubang di parit kota yang lusuh.

Kemarin, pancarona tak jua menghampiri. Hari yang pucat datang kembali. Memberi secarik sungging dari rona masam nan lusuh. Iring-iringan camar tak membuatnya berseri. Tumpah ruah sambat mengalir. Mempertanyakan tabir di ujung hari.

Dunia bisu. Tuli indera dari serapah bupala. Yang sempat-sempatnya mengais untung dari jelata. Belaka ucap janji semasa geta. Pundi-pundi hanya mengalir kepadanya.

Ia bersimpuh pada bentang kain bentala. Lusuh dan compang-camping tak menghalaunya. Benamkan sujud, menangis sejadi-jadinya. Katanya Tuhan penuh welas asih. Ia sembah dengan bersimbah pedih.

Pada hela nafas yang terakhir, ia sambut mair dengan seucap getir, "Merdekakan hamba dari fakir, Tuhan..."

- Jakarta, 19 Juni 2020 -

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun