Tuan, rasa tak linear. Ia masih embara di rumpang hati tanpa rua. Membakar bara karsa di rimbun aksara. Maaf, aku ingkar. Yang tak padam tak bisa kupaksa hilang. Kau tetap hidup dalam nafas-nafas imaji. Kusembunyikan pada palung paling dalam. Yang mereka lihat hanyalah karam.
Tak apa-apa kan, Tuan?
Kumakamkan kerlip manikam di nyalang netramu. Mengkristal pada sudut ingatan. Pada jejak kenangan. Pada apa saja yang membuatnya abadi... Karena engkau milik kemarin. Segala yang pernah menjadi amin dalam setiap ingin.
Hei, Tuan... Biarkan dingin membasahi sekujur daksa. Meresap penuh di antara rumpang atma. Kala baskara bersua, engkau menjelma bara...
Semara tak bernama.Â
- Jakarta, 10 Januari 2020 -
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H