Desember 2018.
Aku rindu kau. Laksana jentayu menantikan hujan. Tapi kita sebuah lengkara. Tak punya masa. Hitam pegam tanpa gemintang. Di dunia nyata pun fana. Hei, penghujung tahun tak pernah sedingin ini. Kau, tak pernah sejauh ini.....
***
Ku rasa semesta mengamini. Segala tentang kita yang tak mungkin terjadi. Sayangnya, aku keras kepala sejadi jadi, tetap mencinta segalamu yang muskil. Pun seluruh kita yang mustahil. Tak lama ku dengar kertak, di ujung hari ketika senja hadir tanpa permisi. Ada yang patah. Berhamburan luruh padahal padamu aku merasakan utuh. Tanpa tau, diam-diam ada secabik hati yang luruh. Ketika sadar, seluruh rasa sudah jatuh. Percuma! Diambil lagi pun tak mungkin penuh.
***
Cangkir puisi ku isi dengan patahan patahan kata. Menunggu disesap takdir yang tergesa-gesa. Sebelum pagi datang dan menelanjangi segala, aku tuang beberapa ke dalam lembar lembar aksioma. Tenang, kau aman disana, takdir tak akan membawamu kemana-mana.....
...
Kata kata sirna.
Saat datang mangata, kita purna.....
- Jakarta, 26 Desember 2018 -
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H